Mobil Hybrid Dinilai Lebih Cocok Ketimbang Listrik, Kenapa?

Namun, untuk kondisi pasar saat ini, kendaraan hybrid dan plug-in hybrid dinilai lebih cocok dibanding listrik. Kenapa?

oleh Arief Aszhari diperbarui 18 Jul 2018, 19:04 WIB
Diterbitkan 18 Jul 2018, 19:04 WIB
Plug-in Hybrid
Menperin akan pakai nikel dan kobalt untuk membuat baterai mobil listrik di Indonesia (Liputan6.com/Yurike)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tengah mendorong regulasi terkait low carbon emission vehicle (LCEV). Dengan regulasi tersebut, dipercaya bakal mendorong terciptanya pasar kendaraan listrik dan energi terbarukan lainnya.

Namun, untuk kondisi pasar saat ini, kendaraan hybrid dan plug-in hybrid dinilai lebih cocok. Pasalnya, untuk menuju mobil listrik sepenuhnya dibutuhkan persiapan dan fasilitas infrastruktur yang tidak sederhana.

"Kita bisa lihat hybrid (kendaraan) untuk saat ini mungkin lebih cocok, dan kedua baru plug-in hybrid. Setelah infrastruktur bagus bakal melewati permasalahan umumnya," jelas Direktur Industri Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi dan Alat Pertahanan Kementerian Perindustrian, Putu Juli Ardika, saat seminar Focus Group Discussion 'Senjakala Industri Komponen Otomotif dalam Menghadapi Era Mobil Listrik di Indonesia', Rabu (17/8/2018).

Lanjut Putu, jika langsung beralih ke mobil listrik dengan seluruh tenaganya mengandalkan baterai, bakal sulit jika tidak ada infrastruktur pengisian baterai cepat.

"Kami mencoba membawa test drive hybrid dan plug-in hybrid, dan jika semua listrik bakal susah tanpa fast charging. Jika biasanya saya ke Bali hanya sehari, ini bisa tiga hari (tanpa fast charging)," tambahnya.

 

Saksikan Juga Video Pilihan di Bawah Ini:

Selanjutnya

Sementara itu, jika ke depan tujuannya memang mobil listrik atau fuel cell (hidrogen), industri kecil seperti PIKKO harus dipersiapkan dari sekarang.

"Dari awal kita persiapkan, sehingga ada masa transisi dan tidak serta-merta langsung mobil listrik," tegasnya.

Menurut data yang diberikan pihak Kemenperin, dari pasar dunia pada 2030, kendaraan fuel cell hanya satu persen dan baterai (mobil listrik) hanya sembilan persen. Jadi, untuk mobil hybrid dan plug-in hybrid yang masih menggunakan mesin masih mendominasi pasar sebanyak 90 persen.

"Nah, pada 2040 untuk fuel cell berubah sekitar 16 sampai 18 persen, dan dari sana terlalu dini untuk mengatakan industri komponen senjakala," pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya