Bubarkan Pemutaran Film Pulau Buru, Polisi Sebut Diminta Warga

Pemutaran film Pulau Buru Tanah Air Beta awalnya akan dihadiri Kapolda DIY Brigjen Prasta Wahyu Hidayat.

oleh Yanuar HErinaldi diperbarui 04 Mei 2016, 17:42 WIB
Diterbitkan 04 Mei 2016, 17:42 WIB
Film Buru
Polisi bubarkan pemutaran film buru

Liputan6.com, Yogyakarta - Peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia 2016 yang digelar AJI Yogyakarta menjadwalkan pemutaran film Pulau Buru Tanah Air Beta karya Rahung Nasution. Belum juga dimulai, Polres Yogyakarta membubarkan acara tersebut.

Kapolresta Yogya Kombes Prihartono Eling Lelakon mengatakan alasan pembubaran acara itu adalah karena permintaan warga setempat. Warga mengaku resah dengan acara itu tanpa disebutkan bentuk keresahan secara pasti.

"Itu memang warga setempat yang minta. Depannya pas yang minta. Merasa keberatan dengan acara itu, tadi di Polda dia juga datang berikan penjelasan itu," ujar Eling, Rabu (4/5/2016).

Hal itu dibenarkan Ketua AJI Yogyakarta Anang Zakaria. Ia menuturkan pada Selasa sore, saat acara sedang disiapkan tujuh polisi berpakaian preman dari Polsek Umbulharjo yang dipimpin Kasat Intelkam Polresta Yogyakarta Kompol Wahyu Dwi Nugroho mendatangi sekretariat AJI di Jl Pakel Baru UH 6/1124 Umbulharjo, Yogyakarta.

Mereka menanyakan izin acara yang rencananya dihadiri Kapolda DIY Brigjen Prasta Wahyu Hidayat dan Kapolresta Yogyakarta Kombes Prihartono Eling Lelakon. Polisi kemudian meminta acara tersebut dibatalkan karena sekelompok masyarakat tidak setuju. Namun, AJI Yogyakarta menolak permintaan itu.

"Film "Pulau Buru Tanah Air Beta," adalah film dokumenter yang sudah diputar secara terbuka dalam acara "Membedah Tragedi 1965, Pendekatan Kesejarahan" yang digelar Menkopolhukam, Komnas HAM dan Dewan Pers di Jakarta, beberapa waktu lalu. Dalam simposium itu, hadir beberapa Menteri Negara, termasuk Kapolri Jenderal Badrodin Haiti," ujar Ketua AJI Yogyakarta Anang Zakaria, Rabu (4/5/2016).

Anang menyatakan polisi tetap menolak penjelasan panitia dan meminta agar acara itu dihentikan. Tekanan pembubaran semakin menjadi setelah beberapa saat acara dibuka dengan hadirnya Kepala Bagian Operasional Polresta Yogyakarta, Kompol Sigit Haryadi ke lokasi acara.

Sigit, kata Anang, mengatakan Kapolda DIY memerintahkan kegiatan tersebut harus dibubarkan. Tidak lama, puluhan orang dari sebuah organisasi massa datang dan memperkeruh suasana karena berteriak di depan Sekretariat AJI Yogyakarta.

"Massa melakukan provokasi dengan melontarkan tuduhan, acara itu disusupi kelompok partai terlarang. Saat kondisi semakin tidak terkendali, satu truk yang mengangkut polisi bersenjata lengkap, mendekati lokasi acara," ujar Anang.

Koordinator Divisi Serikat Pekerja AJI Yogyakarta, Kresna menjelaskan saat kondisi memanas, Kompol Sigit Haryadi secara terang-terangan meminta peserta peringatan WPFD 2016 meninggalkan lokasi acara. Saat itu, Sigit mengaku tidak bisa tidak bisa menjamin apa yang akan terjadi nantinya.

Tapi, massa bertahan di lokasi. Bahkan saat itu, Sigit mengatakan jika masih mencintai Yogyakarta, ia meminta acara itu dihentikan. Ia mengaku tidak mau ada kontak fisik.

"Karena perdebatan mengarah ke situasi yang semakin emosional, ketua kami minta agar pihak kepolisian yang secara resmi membubarkan acara. Dengan surat resmi tapi surat itu tidak ada," tutur Anang.

Tuntutan LBH Pers

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Padang mendesak Presiden Joko Widodo memerintahkan Kapolri untuk menindak tegas pelaku pembubaran paksa acara World Press Freedom Day 2016 di kantor AJI Yogyakarta. LBH Pers Padang menilai pembubaran paksa tersebut merupakan bentuk pelanggaran atas kebebasan berekspresi.

"Mendesak Kapolri Badrodin Haiti untuk menindak tegas anggota polri yang mencoba mengekang kebebasan pers dan berekspresi di Indonesia dan memastikan hal serupa tidak terulang kembali," ujar Direktur LBH Pers Padang Rony Saputra, dalam pernyataan tertulisnya, Rabu (4/5/2016).

Selain itu, LBH Pers mendesak aparat penegak hukum tidak tunduk pada ormas-ormas “radikal” yang mencoba merongrong konstitusi dengan dalih keamanan dan ketertiban. Pembubaran ini dinilai pihak LBH Pers sebagai bentuk pelanggaran HAM atas kemerdekaan berpendapat yang dijamin konstitusi.

Polisi dinilai melanggar Pasal 2 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, yang berbunyi “Fungsi kepolisian yaitu pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.”

"Film Pulau Buru Tanah Air Beta adalah produk jurnalistik dan pelarangan terhadap produk jurnalistik adalah sebagai bentuk pengekangan terhadap kemerdekaan pers," kata Rony. Pembubaran acara World Press Freedom Day 2016 ini, katanya, telah mencoreng nama baik Indonesia terkait dengan indeks kemerdekaan pers.

Menurut data LBH Pers Padang, peringatan World Press Freedom Day 2016 di kantor AJI Yogyakarta dengan pemutaran dan diskusi Film Pulau Buru Tanah Air Beta juga mengundang Kapolda DIY dan Kapolresta Yogyakarta secara resmi.  Acara yang dibuka pukul 18.50 WIB ini dibubarkan pihak kepolisian secara paksa sekitar pukul 19.28 WIB.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya