Liputan6.com, Jayapura - Kampus Universitas Cenderawasih (Uncen) di Jayapura dijaga ketat kepolisian setempat. Permintaan penjagaan oleh polisi ini karena maraknya aksi unjuk rasa yang terus dilakukan oleh mahasiswa Uncen.
"Bayangkan saja dalam satu bulan, mungkin bisa terjadi dua kali pemalangan kampus akibat aksi unjuk rasa ini," jelas Rektor Uncen, Onesimus Sahuleka di jayapura, Papua pada Jumat 27 Mei 2016.
Klimaksnya, pemalangan kampus dilakukan oleh mahasiswa yang meminta pihak rektorat memberikan jatah penerimaan mahasiswa baru untuk orang asli Papua 80% dan mahasiswa non Papua 20%. Pemalangan dilakukan sejak hari 23-26 Mei 2016.
Onesimus mengaku, pihak kampus selalu hadir di tengah mahasiswa dalam tuntutan ini. Dalam aksi unjuk rasa tersebut bahkan pihak rektorat mendengarkan tuntutan mahasiswa sejak pukul 09.00 WIT hingga pukul 15.00 WIT.
Baca Juga
"Saya dan beberapa pembantu rektor lainnya berhadapan dengan mahasiswa untuk menyelesaikan masalah ini, tetapi justru kami tidak dihargai. Mahasiswa tak memberikan saya kesempatan dan hanya meminta saya menandatangani surat atas kemauan mereka. Jelas ini tak mungkin, sebab semua kuota penerimaan mahasiswa telah diatur oleh Pendidikan Tinggi di Kementerian Pendidikan," ujar dia.
Saat ini mahasiswa Uncen berjumlah 15 ribu orang dan 70% persen di antaranya adalah anak asli Papua, sementara sisanya adalah nonPapua.
Permintaan pengamanan dianggap penting, sebab kondisi kampus saat ini sudah dalam keadaan darurat keamanan.
"Ingat, kami tak pernah alergi untuk aksi unjuk rasa, tetapi jika ingin menyuarakan aspirasi, jangan menutup kampus dengan melakukan aksi pemalangan. Otomatis, jika dilakukan pemalangan, aktivitas kampus akan terhenti dan merugikan banyak pihak," jelas Onesimus.
Penjagaan kepolisian dibagi menjadi dua, yakni di luar pintu masuk kampus dan di dalam kampus.