Liputan6.com, Purbalingga - Perang tomat menjadi tontonan unik wisatawan dalam rangkaian Festival Gunung Slamet (FGS) II yang dipusatkan di Desa wisata Serang, Kecamatan Karangreja, Purbalingga, Jawa Tengah.
Tontonan ini terinspirasi dari Festival La Tomatina di kota kecil Bunoi, Spanyol. Bila perang tomat di Spanyol menghabiskan tomat hingga 16 ton, atraksi serupa di Desa Serang, cuma meludeskan tomat sekitar tiga kuintal.
"Ajang perang lempar tomat merupakan atraksi wisata yang unik, dan perlu dikembangkan lebih besar pada tahun-tahun mendatang. Atraksi ini nantinya tidak hanya dikenal masyarakat Jateng, tetapi juga nasional, bahkan mendunia," ucap Bupati Purbalingga Tasdi, usai membuka perang tomat di kawasan Lembah Asri Rest Area Serang, Karangreja, Jumat, 14 Oktober 2016.
Baca Juga
Atraksi perang tomat pun berlangsung seru. Bahkan, Bupati Tasdi yang sempat menonton, tertarik untuk masuk ke kolam yang menjadi ajang perang tomat. Sang bupati membawa satu tas kresek tomat dan langsung dilemparkan ke lawan mainnya yang berjarak sekitar 10 meter.
Tasdi pun mendapat serangan balik dari lawan. "Wah, sangat seru, mumpung bisa melempar Pak Bupati dengan tomat," ujar Rohman, warga setempat sembari tertawa.
Perang tomat tidak saja diikuti oleh warga setempat, tapi juga para pelajar yang sengaja datang untuk meramaikan dan juga wisatawan. Setiap kelompok berisi 15 orang, dan mendapat jatah tiga kantung tomat.
Advertisement
Permainan babak pertama berlangsung sekitar sepuluh menit dan kemudian berpindah tempat. Pada babak kedua, setiap regu kembali diberi tomat tiga kantong.
Perang tomatnya asyik dan seru, kita bisa bergembira sambil melempar tomat ke teman-teman. Kalau kena pun tidak sakit, karena tomat yang dipakai sudah ranum," ujar Anis, siswi SMPN 2 Karangreja yang mengikuti perang lempar tomat.
Di bagian lain, usai mengikuti perang lempar tomat, Bupati Tasdi meminta kepada warga masyarakat di desa wisata Serang untuk terus menerapkan Sapta Pesona Wisata.
"Sambutlah wisatawan dengan menerapkan Sapta Pesona Wisata. Jangan sampai wisatawan diperas seperti layaknya preman. Mereka datang ke Serang untuk berwisata dan menikmati keindahan alam, berikan kenangan terbaik kepada wisatawan yang datang," Tasdi berpesan.
Tasdi menambahkan, Pemerintah Kabupaten Purbalingga terus mendorong sektor pariwisata, termasuk desa-desa wisata. Sektor pariwisata mampu menggerakkan perekonomian masyarakat, khususnya desa-desa wisata yang sudah berkembang baik seperti desa wisata Serang. Di sisi lain, pemkab juga terus memperbaiki infrastruktur menuju destinasi wisata termasuk ke desa wisata.
"Untuk jalur menuju Desa wisata Serang, sudah mulai dilebarkan jalannya. Mudah-mudahan bus besar bisa lewat dan wisatawan bisa nyaman saat perjalanan menuju desa Serang," tutur Tasdi.
Selain perang tomat, di ajang tersebut juga ada pemecahan rekor Museum Rekor Indonesia (Muri). Sejumlah 777 lodong (tempat air berbahan bambu) dibawa oleh penduduk setempat untuk mengambil air dari mata air.
Perjalanan kirab dipimpin oleh Kepala Desa Serang, Sugito dan tokoh agama, Syamsuri dengan berjalan kaki sejauh dua kilometer. Sesampainya di Balai Desa peserta kirab di jamu nasi penggel dan sayur gandul (papaya) dengan lauk ikan asin.
Dalam satu bakul terdapat 3 buntel (bungkus daun pisang) nasi penggel, 3 buntel sayur gandul dan 3 buntel ikan asin. Nasi penggel dan sayur gandul tersebut merupakan perwujudan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunianya yang telah diberikan kepada masyarakat Desa Serang selama ini.
Sebanyak 777 buah lodong juga tercatat sebagai pemecahan rekor Muri terbanyak dan terunik, yakni pengambilan air menggunakan lodong terbanyak. Ariyani Siregar selaku Deputi Manager Muri mengatakan banyaknya lodong yang dikirab telah memecahkan rekor Muri dan tercatat yang ke 7.638.
"Untuk itu sebagai bukti prestasi, Muri memberikan peghargaan kepada Bupati Purbalingga sebagai pemrakarsa dan kepada Kepala Disbudparopra sebagai penyelenggara," kata Aryani.
Kepala Dinas Kebudayaan Pariwsata Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora) Purbalingga Subeno mengatakan, kegiatan FGS dalam rangka menarik para wisatawan untuk berkunjung ke Desa Serang. Sedangkan lodong dengan jumlah 777 yang dalam bahasa Jawa, "Pitungatus pitungpuluh pitu" mempunyai arti pitulungan (pertolongan).
"Yakni minta pertolongan kepada Tuhan YME, agar para pemimpin dan masyarakatnya bisa diberi kekuatan untuk bisa membangun Purbalingga," kata Subeno.
Adapun Kasubdit Program Evaluasi dan Dokumentasi, Dirjen Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Tradisi, Kemendiknas, Mulat Sinaga mengatakan kegiatan FGS merupakan salah satu aset yang dimanfaatkan dalam menciptakan produk budaya tradisional.
Bila FGS dikelola dengan baik maka akan mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat, baik melalui sektor wisata maupun industri kreatif. "Kami berharap agar FGS dapat menjadi agenda budaya tahunan yang rutin dilaksanakan. Karena manfaatnya bukan sebatas pelestarian tradisi, namun mampu mendongkrak sektor ekonomi," kata Mulat.
Diharapkan ke depan, lanjut Mulat, FGS mampu mengangkat Kabupaten Purbalingga sebagai destinasi wisata alam dan budaya di Jawa Tengah, serta pusat industri kreatif yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.
Apalagi, menurut Mulat, Festival Gunung Slamet juga juga sesuai dengan Nawacita Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Yakni, membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.