Gurita Pungli Biaya Operasional PAUD di Garut

Gara-gara pungli, biaya operasional yang semestinya diterima penuh pengelola PAUD hanya diterima sekitar 60 persen.

oleh Jayadi Supriadin diperbarui 13 Jul 2017, 14:30 WIB
Diterbitkan 13 Jul 2017, 14:30 WIB
Gurita Pungli Biaya Operasional PAUD di Garut
Gara-gara pungli, biaya operasional yang semestinya diterima penuh pengelola PAUD, bisa hanya diterima 60 persennya. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Liputan6.com, Garut - Di tengah upaya keras pemerintah menaikkan mutu dan kualitas pendidikan, masih ada pegawai negeri sipil (PNS) yang berani menyunat biaya operasional pendidikan (BOP) TK/PAUD, bahkan angkanya dipatok 15 persen.

Ateng Wahyudi, Kepala Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Al-Anshori, Kampung Tegal Batu, Desa Peundeuy, Kecamatan Peundeuy, Kabupaten Garut, Jawa Barat, mengatakan pungli yang dikutip PNS yang bertugas di UPTD Kecamatan Peundeuy cukup meresahkan.

"Buat saya dan yang kelompok yang lainnya cukup berat, apalagi bantuan BOP PAUD hanya satu tahun sekali. Kalau tidak (menyetor pungli), kami diancam," ujarnya saat dihubungi, Rabu, 12 Juli 2017.

Tahun ini, dari 34 siswi PAUD ajuan yang diberikan, hanya 26 orang siswa PAUD didikannya yang mendapatkan bantuan. "Tahun lalu bahkan hanya 12 orang. Malahan banyak PAUD fiktif yang mendapatkan bantuan lebih banyak, padahal siswanya tidak ada," ujar dia.

Menurut dia, setiap bantuan BOP yang diberikan pemerintah biasanya langsung digunakan untuk membiayai sejumlah operasional sekolah, mulai gaji guru, pembelian fasilitas belajar seperti alat tulis-menulis, perlengkapan kantor, hingga fasilitas penunjang lainnya.

"Makanya, adanya pengurangan (kutipan) itu jelas membebani kami. Mohon kepada pemerintah pusat atau Dinas Pendidikan Garut agar segera turun tangan," ujarnya.

Selama ini, biaya operasional sekolah lebih banyak berasal dari donasi orangtua siswa yang diberikan secara sukarela. "Belum kalau ada tunggakan itu kami yang tanggung, tapi tidak masalah yang penting sekolah dan pelayanan siswa berjalan," kata dia.

Dalam praktiknya, uang bantuan BOP PAUD yang diterimanya lembaganya tidak utuh dan hanya diterima sekitar 60 persen. Perinciannya, potongan pertama pajak sebesar 11,5 persen.

"Saya sendiri belum tahu itu pajak apa. Padahal, kalau pajak beli buku, seharusnya yang menanggung penjual buku, bukan dibebankan ke sekolah," kata dia.

Selanjutnya, biaya operasional itu dipotong lagi 15 persen dengan alasan untuk biaya pengeluaran yang dibutuhkan UPTD (unit pelaksana teknis dinas). "Katanya buat Dinas Pendidikan di Garut, buat UPTD, buat camat, wartawan, LSM, sebab sering minta jatah," ucap dia.

Sumber lain yang enggan menyebutkan namanya menambahkan, selain potongan 15 persen, dalam setiap rapat yang digelar pihak UPTD, para penerima bantuan mesti mengeluarkan biaya tambahan.

"Banyak alasannya, buat konsumsi-lah, buat ngeprint, atau ada saja alasannya setiap pertemuan," ujar sumber itu.

Dengan adanya potongan itu, Ateng mengaku beban operasional yang harus ditanggung lembaganya semakin berat. "Kalau tidak ikut (mematuhi), kami diancam tidak akan diberikan lagi (bantuan)," ujarnya.

Untuk menjaga netralitas bantuan, Ateng berharap dengan semakin besarnya beban yang harus dikeluarkan, bantuan BOP PAUD langsung dikirim melalui rekening sekolah atau melalui Kantor Dinas Pendidikan di Garut.

"Selama terus begini, bagaimana nasib pendidikan ke depannya," keluhnya.

Sementara itu, Yayan Raswan selaku pengawas nonformal (PNF) untuk TK dan PAUD Kecamatan Peundeuy belum bisa memberikan penjelasan. Saat dihubungi, ponselnya tidak aktif. Begitu pun permintaan konfirmasi dan pesan singkat kepada Beliau tidak mendapatkan tanggapan.

 

Saksikan video menarik di bawah ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya