Tas Gendong Penyelamat Nyawa Bayi Korban Bencana

Sekitar setengah dari total korban pascabencana adalah bayi. Tas gendong itu diharapkan bisa menekan jumlah korban.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Agu 2017, 07:02 WIB
Diterbitkan 16 Agu 2017, 07:02 WIB
Tas Gendong Penyelamat Nyawa Bayi Korban Bencana
Sekitar setengah dari total korban pasca-bencana adalah bayi. Tas gendong itu diharapkan bisa menekan jumlah korban. (dok. itb.ac.id)

Liputan6.com, Bandung - Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) berhasil mengembangkan inkubator jinjing sebagai solusi evakuasi korban bencana alam untuk bayi. Inovasi inkubator jinjing itu dicetuskan Amanda Putri (Teknik Fisika 2014), Amin Yahya (Teknik Fisika 2014), Ismail Faruqi (Teknik Fisika 2014), Isra Ramadhani (Teknik Kimia 2014), dan Dzatia Muti (Desain Produk 2014).

"Ini adalah sebuah inkubator berbentuk tas gendong yang memiliki fungsi menghangatkan dan memberikan udara yang bersih layaknya inkubator," kata salah seorang penggagas inkubator jinjing, Amanda Putri, seperti dilansir laman itb.ac.id, Selasa, 15 Agustus 2017.

Indonesia memang terkenal rawan bencana, baik bencana alam maupun bencana wabah yang menyebabkan korban berjatuhan. Tak jarang di antara korban tersebut adalah para bayi merah yang notabene rentan pada lingkungan ekstrem dan partikel berbahaya pascabencana.

Proses evakuasi untuk korban-korban bayi sering kali mengesampingkan aspek-aspek yang sensitif tersebut sehingga bayi dievakuasi hanya menggunakan kain yang diikatkan kepada tubuh evakuator dan bayi itu sendiri seperti gendongan bayi pada umumnya. Akibatnya, sekitar setengah dari total jumlah korban pascabencana adalah bayi.

Berbeda dengan inkubator konvensional yang membutuhkan suplai listrik terus-menerus, kata Amanda, inkubator jinjing ini hanya memanfaatkan material tertentu sebagai elemen penghangat.

Ia menuturkan, inkubator itu juga dilengkapi dengan penyaring udara yang memanfaatkan membran yang memiliki pori berukuran 50 nanometer sehingga mampu menyaring partikel berbahaya, termasuk bakteri.

Menurut dia, desain inkubator disesuaikan dengan kebutuhan mobilitas yang tinggi untuk keperluan evakuasi pada medan bencana serta pasca-bencana sehingga mudah dibawa serta digunakan.

"Untuk masalah harga, inkubator kami jauh lebih ekonomis. Jika inkubator konvensional memiliki kisaran harga di atas Rp 50 juta, harga inkubator kami hanya seperlimapuluhnya," kata Amanda.

Selaku ketua tim penelitian tersebut, Amanda mewakili teman-temannya berharap ke depannya inkubator yang mereka ciptakan ini dapat menekan jumlah korban bayi pascabencana.

Saksikan video menarik di bawah ini:

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya