Teknik Membatik Kekinian ala Anak Muda Banyumas

Anak muda Banyumas menciptakan teknik-teknik baru dalam membatik sehingga lebih kekinian.

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 04 Okt 2017, 10:30 WIB
Diterbitkan 04 Okt 2017, 10:30 WIB
Teknik Batik ala Siswa SMA Banyumas
Gubernur JawaTengah, Ganjar Pranowo mencanthing batik ditemani oleh sejumlah guru dan siswa SMA Negeri 1 Sokaraja, Banyumas. (Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Banyumas - Riuh rendah siswa terjadi ketika Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo tiba di SMA Negeri 1 Sokaraja, Banyumas, Senin, 2 Oktober 2017 dalam rangka Hari Batik Nasional. Hal itu berlanjut kala Ganjar mulai mencanting kain. Mereka berebut mengabadikan momen ketika orang nomor satu di Jawa Tengah itu bersimpuh menorehkan lilin di kain yang telah berpola dengan serius.

Hari itu, Ganjar mencanting motif udang yang dipadu dengan motif bebatuan koral. Banyumas, terutama Sokaraja dan Purwokerto merupakan daerah di kaki Gunung Slamet dengan sungai-sungainya yang berarus deras. Batu dan udang menjadi lambang ekosistem laut di wilayah itu.

Motif batik itu merupakan karya siswa SMA Negeri 1 Sokaraja yang memang memiliki kurikulum keterampilan membatik dalam pelajaran muatan lokal. Siswa mendalami teknik membatik, desain, motif, hingga peralatan membatik.

Kepala SMA Negeri 1 Sokaraja, Edi Prasetyo mengatakan, selain mempelajari teknik batik konvensional siswanya telah bereksperimen dengan berbagai teknik membatik. Di antaranya adalah batik gradasi, batik tiga dimensi, dan batik ciprat.

Menurut Edi, teknik baru ini merupakan luapan ide siswa. Dia menjelaskan, untuk proses pewarnaan batik gradasi digunakan mesin semprot. Dari mesin semprot ini, tercipta gradasi warna yang menyerupai pelangi. Sementara, untuk batik tiga dimensi, dalam satu kain terdapat tiga macam motif.

"Sedangkan batik ciprat, yakni (batik) dengan teknik menempelkan malam ke kain, dengan alat tertentu seperti kuas. Kemudian pewarnaan juga dilakukan pencipratan, sumber warna tertentu yang akan digunakan," dia menjelaskan.

"Setiap tahunnya kami berhasil membuat tiga motif batik baru, yang dibuat oleh siswa," Edi menambahkan.

Edi mengungkapkan, siswa telah menghasilkan puluhan desain dan motif batik sejak kurikulum membatik diterapkan pada tahun 2009 lalu. Sebab, tiap tahun, sekolah menargetkan siswa menciptakan tiga desain terbaru. Desain-desain terpilih akan disimpan oleh sekolah sebagai contoh karya seni sekaligus karya intelektual siswa.

Ganjar sendiri berpendapat supaya desain terpilih karya SMA Negeri 1 Sokaraja dipatenkan. Tak hanya itu, teknik dan alat membatik hasil eksperimen siswa pun layak dipatenkan.

"Ternyata SMA Negeri 1 Sokaraja ini punya nilai tambah adalah batik, dari desain dan inovasi baru. Ada desain baru yang dipatenkan," ucap Ganjar.

Dia juga mendorong supaya siswa tak hanya membatik pada lembaran kain. Ia mencontohkan, payung dan sandal bisa juga dimanfaatkan sebagai media membatik. Hasil produksinya, bisa dijual untuk melatih jiwa kewirausahaan. Hal itu bisa dimulai dengan memanfaatkan kreasi siswa untuk dipakai di lingkungan sekolah.

"Desain batik yang dibuat oleh pelajar dapat langsung dimanfaatkan menjadi seragam yang menjadi ciri khas kelas masing-masing. Dengan begitu pengadaan seragam merupakan inisiatif siswa sendiri," Ganjar menandaskan.

Simak video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya