Baru 2 Bulan, 390 Bencana Alam Melanda Jawa Barat

Angka kejadian bencana alam itu merujuk data Pusat Pengendalian dan Operasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (Pusdalops BPBD) Jawa Barat.

oleh Arie NugrahaReza Efendi diperbarui 06 Mar 2018, 01:02 WIB
Diterbitkan 06 Mar 2018, 01:02 WIB
Tanah Longsor Kuningan,  Cuaca Hambat Proses Evakuasi
Petugas SAR Brimob membantu melakukan evakuasi warga terdampak longsor di Kabupaten Kuningan Jawa Barat. (Dok Brimob Jawa Barat / Panji Prayitno)

Liputan6.com, Bandung - Sebanyak 390 bencana alam terjadi selama Januari-Februari 2018 di Jawa Barat. Angka kejadian bencana alam itu merujuk data Pusat Pengendalian dan Operasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (Pusdalops BPBD) Jawa Barat dengan rincian 111 kejadian pada Januari dan 279 kejadian di Februari 2018.

"Pada bulan Januari kejadian bencana didominasi bencana hidrometeorologi. Hal itu disebabkan masih berlangsungnya musim hujan dan angin kencang di beberapa tempat di Jawa Barat," ucap Manajer Pusdalops BPBD Jawa Barat, Budi Budiman Wahyu dalam keterangan tertulisnya, Senin, 5 Maret 2018.

Menurutnya, jika dihitung dalam persentase bencana alam di Jawa barat selama Januari 2018, yaitu sebanyak 69 persen kejadian seperti angin kencang, tanah longsor, banjir, dan gempa bumi.

Sedangkan 31 persen adalah bencana nonalam seperti kebakaran hunian. Rinciannya, sebanyak 39 kejadian angin kencang menimbulkan bencana terjadi selama Januari, diikuti tanah longsor sebanyak 31 kejadian, banjir 10 kejadian, dan terakhir gempa bumi kejadiannya sekali.

Gempa berskala 6,1 SR di Lebak, Banten, pada 23 Januari 2018, menjadi penyumbang dampak kerusakan cukup besar. Pasalnya, lokasi terjadinya gempa dekat dengan perbatasan Provinsi Jawa Barat dan Banten.

Gempa berskala kecil di bawah 5 SR sebanyak 11 kejadian di Jawa Barat. Namun, imbuh Budi, gempa-gempa ini tidak menimbulkan dampak apa-apa. Sementara untuk kebakaran yang terjadi selama Januari didominasi kebakaran hunian sebesar 30 kejadian.

Budi mengatakan pula, dampak bencana alam selama Januari lalu adalah 12 orang mengalami luka-luka dan 7.646 rumah terdampak. Rinciannya, sebanyak 1.039 rumah mengalami rusak berat, 2.300 rusak ringan, dan 4.307 rusak sedang.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Bulan Penuh Bencana

Tanah bergerak
Tanah bergerak merayap di Desa Cimanintin, Kecamatan Jatinunggal, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, terjadi dalam satu pekan terakhir. (Foto: Pusdalops BPBD Sumedang/Arie Nugraha)

Berbeda dengan Februari yang merupakan bulan penuh bencana. Bencana selama Februari itu mencapai 60.538 orang terdampak serta 10 orang di antaranya meninggal dunia.

Sedangkan untuk kerugian materi, Budi mengungkapkan, sebanyak 11.160 rumah terdampak dengan rincian 105 rusak berat, 268 rusak sedang, 292 rusak ringan ditambah 10.495 rumah terendam.

Total kejadian bencana di Februari mencapai 279 yang disebabkan cuaca ekstrem yang melanda Indonesia secara keseluruhan, khususnya Jawa Barat. Dominasi kejadian bencananya, yaitu tanah longsor, banjir, angin kencang, dan terakhir kebakaran.

Tanah longsor dan banjir menjadi penyumbang utama dari keseluruhan jumlah dampak. Hal itu mengingat kedua bencana tersebut berkaitan erat dengan cuaca ekstrem yang sedang melanda. Walaupun Februari menjadi bulan yang kerap diguyur hujan, bencana kebakaran masih tetap terjadi.

"Kejadian kebakaran di bulan Februari ini masih didomimasi oleh kejadian kebakaran hunian," ujarnya.

BPBD Jawa Barat pun terus mengimbau kepada seluruh anggotanya di seluruh kabupaten kota, agar meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi kondisi cuaca ekstrem saat ini. Selain kemungkinan terjadinya dampak akibat cuaca yang akan terjadi seperti banjir, longsor, dan angin puting beliung.

 

513 Bencana Alam Tewaskan 72 Orang

Pencarian korban hilang Longsor Gunung Lio, Brebes. (Foto: Liputan6.com/BPBD/Muhamad Ridlo)
Pencarian korban hilang Longsor Gunung Lio, Brebes. (Foto: Liputan6.com/BPBD/Muhamad Ridlo)

Jumlah kejadian bencana terus bertambah selama tahun 2018. Selama Januari hingga Februari, telah terjadi 513 kejadian bencana di Tanah Air.

Dari 513 kejadian bencana tersebut, puting beliung 182 kejadian, banjir 157, longsor 137, kebakaran hutan, dan lahan 15, kombinasi banjir dan tanah longsor 10, gelombang pasang dan abrasi 7, gempa bumi merusak 3 kejadian, dan erupsi gunung api 2 kali.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, dampak yang ditimbulkan oleh bencana selama kurun waktu 2 bulan adalah 72 jiwa meninggal dunia dan hilang, 116 jiwa luka-luka, dan lebih dari 393 ribu mengungsi dan menderita.

Kemudian sebanyak 12.104 rumah rusak meliputi 1.566 rumah rusak berat, 3.141 rumah rusak sedang, dan 7.397 rumah rusak ringan. Juga terdapat kerusakan 127 unit fasilitas pendidikan, 123 fasilitas peribadatan, dan 13 fasilitas kesehatan.

"Diperkirakan kerugian dan kerusakan akibat bencana mencapai puluhan triliun rupiah," kata Sutopo, Jumat, 2 Maret 2018.

 

Longsor Bencana Paling Mematikan

Longsor Brebes
Tim gabungan berpencar dalam empat sektor pencarian korban longsor di Salem, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. (Liputan6.com/Fajar Eko Nugroho)

Dari korban 72 jiwa meninggal dan hilang, bencana longsor adalah jenis bencana yang banyak jumlah korbannya. Tercatat 45 jiwa meninggal dunia dan hilang akibat longsor, sedangkan banjir 18 jiwa, puting beliung 6 jiwa, banjir dan longsor 2 jiwa, dan gempa bumi 1 jiwa.

"Longsor menjadi bencana yang paling mematikan sejak tahun 2014 hingga sekarang," terang Sutopo.

Disebutkan pula, sekitar 40,9 juta warga Indonesia tinggal di daerah rawan longsor sedang hingga tinggi. Mereka tinggal di pegunungan, perbukitan dan lereng-lereng yang curam dengan kemampuan mitigasinya masih minim. Saat musim hujan seperti saat ini, longsor marak terjadi.

"Sering longsornya kecil, namun karena di bawah terdapat rumah, maka terjadi korban jiwa," sebutnya.

Menurut Sutopo, longsor penuh ketidakpastian dan sangat sulit dideteksi serta diprediksi secara pasti kapan akan terjadi longsor. Meski tanah sudah bergerak, merekah hingga lebar mencapai 50 centimeter dengan panjang ratusan meter, namun tidak segera terjadi longsor.

"Masyarakat awalnya sudah mengungsi. Namun karena longsor tidak segera terjadi, bahkan hingga berbulan-bulan, akhirnya masyarakat kembali ke rumah untuk bekerja dan melakukan aktivitas sehari-hari," ucapnya.

Dikatakan Sutopo, daerah rawan banjir makin meluas. Daerah yang semula tidak pernah terjadi banjir, tiba-tiba terjadi banjir besar. Pengaruh antropogenik atau ulah manusia lebih dominan daripada faktor alam sebagai penyebab banjir.

"Tingginya laju kerusakan hutan, lahan kritis, kerusakan lingkungan, degradasi sungai, lemahnya implementasi tata ruang, masih rendahnya budaya sadar bencana, dan lainnya, telah menyebabkan kerentanan meningkat," ungkapnya.

 

Upaya Pengurangan Risiko Bencana

Longsor Brebes Juga Timbun Pikap Pengangkut Pedagang Sayuran
Sopir pikap yang biasa dijadikan angkutan pedesaan itu ditemukan dua kilometer dari lokasi utama longsor di Gunung Lio Salem, Brebes. (Liputan6.com/Fajar Eko Nugroho)

Sutopo menegaskan, perlu upaya keras untuk memulihkan kembali kualitas lingkungan. Pengurangan risiko bencana harus menjadi investasi pembangunan dan bagian dari kehidupan berbangsa dan bermasyarakat.

"Sayangnya pengurangan risiko bencana masih terpinggirkan dalam kehidupan kita sehari-hari," ujarnya.

Terkait bencana yang terjadi, warga diimbau tetap meningkatkan kewaspadaan menghadapi potensi banjir, longsor, dan puting beliung. Potensi hujan selama Maret 2018 masih akan tetap tinggi.

Sesuai prediksi BMKG, curah hujan dengan intensitas tinggi berpotensi terjadi di Jawa Barat bagian tengah hingga timur, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Timur. Kondisi tanah sudah jenuh air, sehingga mudah terjadi banjir dan longsor.

Sebaliknya, di daerah-daerah yang dilintasi atau berada di sekitar garis khatulistiwa seperti Riau, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah akan makin kering. Dengan demikian, berpotensi meningkatkan kebakaran hutan dan lahan. Sedangkan gempa bumi dan tsunami dapat terjadi kapan saja.

"Untuk itu masyarakat agar terus waspada. Kenali lingkungan sekitarnya. Jangan lengah. Bencana dapat terjadi kapan saja," Sutopo menandaskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya