Liputan6.com, Jakarta Perusahaan B-Corp Syatemiq terus melakukan pendampingan untuk penanganan sampah laut di Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi. Perusahaan yang berkantor di Jerman dan Inggris terus memantau selama setahun.Â
Chief Delivery Officer STOP Project Systemiq Andre Kuncoroyekti mengatakan, Banyuwangi dipilih sebagai daerah yang didampingi untuk pengelolaan sampah karena pemerintah daerahnya koorperatif dan responsif.
Baca Juga
"Dari 30 kota atau kabupaten di Indonesia yang masuk daftar rekomendasi, akhirnya mengerucut menjadi tiga wilayah, antara Labuan Bajo, Banyuwangi dan Lombok. Dan paling responsif dan koorperatif itu Banyuwangi," kata Andre saat ditemui di kantornya, Jumat (8/3).
Advertisement
Selama pendampingan, Syatemiq bekerjasama dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sebagai pengelola. Bersama Bumdes, pihaknya mendorong peningkatan kapasitas warga desa di Kecamatan Muncar dalam masalah pengelolaan sampah.
Sebelumnya, Systemiq melakukan survey selama enam bulan dan menemukan, rata rata ada 47 ton sampah tiap hari yang terkumpul di Muncar.
Pada tahun pertama, penanganan sampah difokuskan di Desa Tembokrejo, Muncar, karena telah memiliki Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Reduce, Reuse, Recycle (TPST 3R). Sejauh ini, Syatemiq telah mengoptimalkan pengelolaan sampah di Desa Tembokrejo hingga 3 ton per hari. Pihaknya menargetkan akhir Maret ini bisa mencapai 10 ton per hari.
"Di tembokrejo sudah menangani 3 ton per hari, target kita 20 ton di tangani Desa Tembokrejo, dan 20 ton ditangani di Desa Sumberberas," ujarnya
Andre menjelaskan, sampah yang dikelola diambil dari limbah rumah tangga dan aktivitas pemungutan sampah di kawasan pantai Muncar. Lewat Bumdes, Systemiq mengajak warga agar mau memilah dan mengumpulkan sampah dari limbah rumah tangganya masing-masing.
Agar warga mau mengumpulkan sampah, Systemiq melakukan sosialisasi dan edukasi ke rumah rumah warga. Saat ini Layanan pengumpulan sampah yang dijalankan BUMDes Tembokrejo telah mencakup 3.214 rumah, dari sebelumnya sekitar 400 rumah.
"Kami kasih tahu apa untungnya mereka memilah. Fungsi ada bank sampah, kalau dipilah bisa dirupiahkan. Target kami 22 ribu kepala keluarga berpartisipasi ikut program angkut sampah ini hingga akhir 2019," katanya.
Untuk di TPST sendiri, Systemiq membantu membuatkan tertib, jadwal kerja, hingga proses pemilahan sampah.
Menurutnya, aktivitas buang sampah sembarangan tidak hanya soal kesadaran diri, namun lebih diakibatkan ketidakadaan sistem.
"Seperti tidak adanya armada angkut. Jadi, membuang sampah ke laut itu sebenarnya karena terpaksa. Jadi, adanya 19 armada angkut sampah saat ini, bagi mereka adalah solusi," kata Andre.
Sampah yang sudah dikumpulkan dari rumah warga kemudian diolah menjadi kompos dan budidaya larva lalat black soldier fly. Larva lalat jenis ini memiliki kemampuan mengurai sampah organik selain juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak.
Sementara yang nonorganik, dipilah sesuai jenisnya untuk dijual. Sejak April 2018 hingga Februari tahun ini, jumlah sampah nonorganik yang terjual mencapai 10,4 ton oleh 16 pengepul sampah.
Pengelolaan sampah yang bagus ini, mampu mengerek pendapatan Bumdes. Dulu hanya Rp 3,7 juta per bulan, setelah kualitas pemilahan meningkat kini Bumdes bisa meraup Rp 10 juta dari penjualan sampah.
Dari situ, pihaknya menargetkan akhir Maret 2019 ini sebanyak seratus persen dari 8.900 rumah di Tembokjero akan terlayani pengangkutan sampah.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan, akan mendorong desa lain untuk mengerjakan program serupa. Menurut Anas, program ini adalah bagian dari program Smart Kampung.
"Smart Kampung tidak hanya sekadar masalah pelayanan publik, namun juga harus pandai menemukan solusi atas masalah di daerahnya, termasuk masalah sampah. Ini perlu dicontoh desa lain," kata Anas.
Â
(*)