KPK Minta Kepala Daerah se-Jabar Awasi Pendapatan Daerah

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Basaria Panjaitan, meminta seluruh kepala daerah tingkat provinsi dan kabupaten/kota se-Jawa barat untuk dapat mengoptimalkan dan mengawasi alur penerimaan pendapatan daerah.

diperbarui 30 Apr 2019, 09:00 WIB
Diterbitkan 30 Apr 2019, 09:00 WIB
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Basaria Panjaitan di Gedung Sate, Senin (29/4/2019).
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Basaria Panjaitan di Gedung Sate, Senin (29/4/2019).

Bandung - Wakil KPK, Basaria Panjaitan meminta seluruh kepala daerah tingkat provinsi dan kabupaten/kota se-Jawa barat untuk mengoptimalkan dan mengawasi alur penerimaan pendapatan daerah.

Basaria mengatakan, untuk mengoptimalisasi pendapatan daerah, salah satu fokus yang perlu dilakukan dengan mengawasi seluruh pajak pendapatan agar dapat terekapitulasi secara presisi. Peran bank daerah perlu dilibatkan.

"Jadi salah satu cara yang kita lakukan adalah bagaimana setiap pendapatan itu dibuat langsung ke bank daerah, kemudian diawasi oleh para pemerintah daerah," kata Basaria ditemui usai penandatanganan dokumen kerjasama optimalisasi pendapatan daerah dan penertiban barang milik daerah se-Jabar di Gedung Sate, Senin (29/4/2019).

Tujuannya supaya tidak ada kehilangan-kehilangan, dan semua pendapatan daerah bisa diawasi langsung kepala daerah setiap saat, real time. "Bahkan mungkin lewat handphone-nya," ungkapnya dilansir ayobandung.com.

Basaria menilai sejauh ini masih ada sejumlah kawasan tertentu yang seharusnya dapat dikelola menjadi salah satu pemasukan pendapatan daerah, namun belum diorganisasikan dengan baik.

"Ada daerah-daerah tertentu yang seharusnya bisa jadi pendapatan daerah. Mungkin itu pantai, gedung yang bisa dimanfaatkan, pertambangan, macam-macam. Jadi sifatnya bagaimana (pendapatan) bisa dioptimalkan," jelasnya.

Gubernur Jabar, Ridwan Kamil mengamini hal tersebut. Pria yang akrab disapa Emil ini juga mengatakan kerap menemukan modus pembukuan pajak yang dicurangi di kalangan pebisnis sehingga merugikan daerah.

"Banyak sekali modus-modus di bawah yang pemasukan pendapatan daerah yang tidak optimal karena ada istilah 'buku 1', 'buku 2' dan 'buku 3', ini menandakan praktek-praktek koruptif dari sisi perilaku bisnis masih ada dan berlangsung, sehingga merugikan khususnya di pemerintahan tingkat 2," ungkap wakil KPK itu.

Baca berita menarik ayobandung.com lainnya di sini.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya