Liputan6.com, Jayapura Yane Maria Nari, 55 tahun tak pernah lepas dari limbah sampah. Lebih dari 20 tahun lalu, nenek dua orang cucu ini bergelut pada limbah sampah. Mulai dari limbah sampah kertas, plastik hingga kini menggeluti limbah sampah dari tempurung kelapa.
Limbah dari tempurung kelapa, ia daur ulang menjadi sejumlah kerajinan, mulai dari lampu hias, peralatan makan dan minum, pernak pernik hiasan rumah tangga hingga jepit rambut dan anting-anting.
Dengan senang hati, Yane mengerjakan kerajinan itu di rumah kreatif miliknya. Dibantu 5 orang yang terdiri dari sanak keluarganya dan menjual hasil kerajinannya, mulai Rp50 ribu hingga Rp2 jutaan.
Advertisement
“Sebelum Bapak Wali Kota Jayapura menggiatkan daur ulang sampah, saya sudah menggeluti limbah sampah ini,” kata Yane kepada Liputan6.com di Jayapura, Kamis (14/11/2019).
Baca Juga
Namun, karena banyaknya pengrajin yang menggeluti daur ulang sampah plastik dan kertas, ia pun berpindah ke daur ulang tempurung kelapa. Ia mengakui awal membuat kerajinan dari tempurung kelapa dilakukan secara manual bersama sang suami.
Empat tahun berlalu, Pertamina MOR VIII Maluku Papua melirik kerja keras yang ia tekuni. Yane pun dikirim ke Yogjakarta untuk memperdalam kerajinan tempurung kelapa.
“Satu minggu saya mempelajari seluk beluk tentang kerajinan tempurung kelapa dan setelah itu saya kembali pulang hingga hari ini masih menggeluti kerajinan itu,” jelas Yane.
Pulang dari Yogjakarta, Pertamina juga membuatkan Yane rumah produksi kerajinan tempurung kelapa yang diberi nama Kobek Millenial Papua dan dilengkapi 5 unit mesin untuk membuat kerajinan tempurung kelapa.
“Kobek itu artinya kelapa dalam bahasa Biak. Milenial Papua yang juga berarti era milenial saat ini kita harus lebih semangat dalam apapun,” kata Yane mantap.
Sosok Pahlawan
Kobek Milenial Papua baru berjalan 2 bulan, namun telah banyak ilmu yang Yane ajarkan kepada kerabat dan tetangga di sekitar rumahnya untuk memulai kerajinan ini. Terutama kaum perempuan di sekitar rumahnya selalu ia ajak untuk aktif dalam rumah produksi daur ulang dari tempurung kelapa.
“Ibu-ibu yang tak punya kesibukan, seperti biasa bisa kapan saja ke rumah produksi untuk membuat kerajinan atau bekerja dalam kelompok kami,” jelas Yane.
Rumah produksi Kobek Milenial Papua terletak di Dok 8 Kota Jayapura. Awalnya Mama Yane memiliki kelompok yang terdiri dari 10 orang. Lambat laun perempuan di sekitar rumah produksinya mulai memahami kerajinan daur ulang ini.
“Hanya saja mama-mama ini maunya kerja dan dibayar. Sa (saya) bingung mau bayar pakai apa? Modal saja belum ada. Sehingga, satu per satu mama-mama yang tergabung dalam kelompoknua keluar,” kata Mama Yane yang setiap hari menjual kerajinan daur ulang di jalan masuk kompleks perumahannya.
Mama Yane tak putus asa. Ia ingin membuktikan bahwa ia mampu dan bisa menciptakan lapangan kerja dengan usaha yang digelutinya. Saat ini, rumah produksi Kobek Milenial Papua dikerjakan lebih dari 5 orang yang terdiri dari anak dan sanak keluarga Mama Yane.
“Sa ingin pertahankan kelompok ini, jangan sampai tercecer. Sebab kerajinan dari tempurung kelapa ini baru ada satu-satunya di Jayapura. Ini sangat menjanjikan. Dengan bahan baku murah dan keuntungan yang tinggi,” ucapnya.
Silas Fautngil, 23 tahun, salah satu anggota dari rumah produksi Kobek Milenial Papua melihat perjuangan Mama Yane terus membuahkan hasil. Sosok Mama Yane bagi dirinya adalah seorang perempuan yang gigih berjuang dan tak pernah putus asa. Berbagai pameran, bahkan pelatihan UMKM banyak datang kepada kelompok ini.
“Mama itu petarung dan ia selalu kerja keras untuk berusaha hingga mendapatkan hasil yang ingin dicapai. Kalau mau disebut, mama itu ya seorang pahlawan bagi kami dan orang-orang sekelilingnya. Ia mengajarkan banyak hal, terutama memanfaatkan limbah sampah jadi barang bernilai untuk peningkatan kebutuhan hidup,” ujarnya.
Advertisement
Mengajarkan Menabung
Silas yang telah ikut Mama Yane belasan tahun lalu mengaku setiap mendapatkan upah kerja, selalu diingatkan untuk tetap bisa menabung. “Seberapa pun hasilnya, mama ingatkan kami dalam kelompok itu untuk menabung,” jelasnya.
Termasuk Mama Yane terapkan sistem menabung di kelompoknya, yang dapat digunakan sewaktu-waktu untuk menambah modal kerja usaha yang digeluti kelompoknya. “Kami percaya kerja keras yang mama terapkan kepada kelompok ini akan membuahkan hasil yang baik,” katanya.
Silas menceritakan kebanyakan daur ulang dari batok kelapa yang dikerjakan mama dipesan dari sistem penjualan daring lewat facebook Kobek Milenial Papua.
Walaupun belum ada gerai khusus bagi rumah produksi Kobek Milenial Papua, namun kerajinan Mama Yane dikenal dari mulut ke mulut dan juga lewat telepon melalui pembelinya.
“Saya bermodalkan kartu nama. Jadi siapa saja yang pernah melihat kerajinan yang kami buat ini, pasti tak lupa saya sisipkan kartu nama, agar orang-orang itu bisa mengingat kerajinan yang kami buat,” ujarnya.
Mama Yane menceritakan, kerajinan dari batok kelapa tak memerlukan modal yang besar. Apalagi pembuatan kerajinan ini relatif mudah dan ramah lingkungan.
Selama ini, limbah tempurung kelapa didapatkan dari penjual kelapa di Koya, salah satu daerah yang terkenal dengan sentral pertanian dan perkebunan di Kota Jayapura.
Harga per buah tempurung dibeli seharga Rp1.000 hingga Rp2.000 per buah. Rumah produksi Kobek Milenial Papua saat ini memproduksi alat makan dan minum, per set dijual mulai harga Rp200 ribu hingga Rp350 ribu.
Sementara, lampu hias dijual seharga Rp1 juta hingga Rp 2 juta tergantung besar dan kecilnya lampu hias yang dibuatnya. “Lampu-lampu hias ini per satu lampu dibuat 2 hari,” jelasnya.
Tanpa lelah, Mama Yane teus mengajarkan pemanfaatan limbah sampah dan menghasilkan keuntungan bagi keberlangsungan hidup setiap hari.
Hasil kerja keras Mama Yane berbuah manis. Rumah produksi Kobek Milenial Papua telah mengantongi pemesanan cinderamata untuk PON XX tahun 2020 di Papua. “Pelan-pelan pesanan ini akan kami kerjakan, agar para tamu bisa membawa cinderamata hasil karya anak asli Papua,” kata Mama Yane sambil tersenyum.