Liputan6.com, Purwakarta - Kabupaten Purwakarta tidak hanya dikenal dengan beragam kuliner yang khas, semisal sate maranggi dan simping sebagai oleh-oleh.
Namun, di Purwakarta juga banyak sekali wisata yang menjadi rekomendasi yang sayang jika dilewatkan, mulai wisata alam, wisata edukasi, wisata sejarah, wisata budaya dan tak lupa adalah wisata religi.
Menurut Bupati Purwakarta Anne Ratna Mustika, sebelum masa pandemi Covid-19, keberadaan wisata religi tentu berdampak terhadap jumlah kunjungan ke Purwakarta yang setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan.
Advertisement
Advertisement
Baca Juga
"Seperti di Masjid Agung Baing Yusuf ini, dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat, wisata religi sudah nampak mulai dibuka. DKM menyediakan tempat cuci tangan serta melaksanakan penyemprotan disinfektan secara berkala," kata Anne disela acara doa bersama dan Istighosah dalam rangka menyambut Tahun Baru Islam 1 Muharam 1442 H, Rabu (19/8/2020).
Di masjid yang berada di lingkungan Pemkab Purwakarta itu terdapat Makam Syekh Baing Yusuf. Sang Syekh merupakan salah satu tokoh sejarah yang menyebarkan Islam di Purwakarta. Beliau merupakan guru dari Syekh Nawawi Al-Bantani Ulama Indonesia yang menjadi Imam di Masjidil Haram.
Sementara, berdasarkan data di Disporaparbud Kabupaten Purwakarta, selain Masjid Agung Baing Yusuf, setidaknya ada tiga tempat wisata religi lainnya yang menjadi rekomendasi bagi wisatawan jika berkunjung ke Purwakarta.
Ketiga tempat wisata religi itu diantaranya, Makam Eyang Pandita yang terletak di Desa Pasanggrahan, Kecamatan Bojong, Kabupaten Purwakarta. Makam Eyang Pandita berada di Kawasan Desa Wisata Kampung Tajur, berdekatan dengan Curug Panembahan.
"Oleh masyarakat setempat Eyang Pandita dipercaya sebagai sesepuh Desa Pasanggrahan. Keunikan dari makam ini adalah lokasinya yang berada di atas bukit, sehingga dapat terlihat pemandangan gunung Burangrang, area pesawahan, perkebunan sayur warga dan kawasan hutan," kata Kadisporaparbud Purwakarta, Agus Hasan Saepudin.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Cerita Gandasoli
Tempat wisata religi lainnya, lanjut Agus, adalah Makam Dalem Gandasoli yang berada di Desa Mekarsari, Kecamatan Darangdan, Kabupaten Purwakarta.
Berkaitan dengan nama Gandasoli konon ceritanya sekitar Tahun 1628 datang seorang panglima tentara Mataram bernama Raden Surya Sumadita Angga Yuda atau akrab disapa Eyang Dalem Gandasoli dengan Mbah Balung Tunggal, Mbah Jaksa dan lainnya.
Beserta Pasukannya dengan tujuan untuk menggempur tentara VOC yang berada di Batavia. Sebelum sampai ke tujuan beliau bersama pasukannya sempat singgah di suatu tempat yang bernama Lembur Kolot (dahulu masuk Desa Gandasoli, sekarang masuk Desa Mekarsari).
Pada waktu itu jalur sungai yang digunakan untuk menuju Batavia satu-satunya melalui Sungai Citarum.
"Eyang Dalem Gandasoli meninggal pada tahun 1713. Peralatan dan bajunya sampai saat ini masih ada dan diamankan oleh warga sekitar," ujar Agus.
Dan satu lagi adalah Makam Mama Sempur terletak di Desa Sempur, Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta. Nama lengkapnya adalah KH. Tubagus Ahmad Bakri bin KH. Tubagus Syeda bin KH. Tubagus Arsyad.
Mama Sempur adalah salah satu tokoh muslim di Purwakarta yang menyebarkan agama Islam. Beliau saat ini dikenal sebagai Mama Sempur. Dia mendapat garis layak dari Keraton Banten (Istana Banten), diambil dari garis layak KH. Tubagus Arsyad dari Keraton Banten.
Di akhir setiap bulan Dzulqaidah, tempat itu selalu melaksanakan haulan, sebuah peristiwa untuk mengingat wafatnya Mama Sempur.
"Hingga saat ini setiap peringatan wafat Mama Sempur banyak para peziarah yang datang dari berbagai daerah, bahkan tidak sedikit pula dari luar provinsi. Warga sekitar mendapat barokah dari peringatan haul Mama Sempur karena lahan milik mereka disewa untuk lapak berjualan kepada para pedagang di sekitar makam," kata Agus.
Advertisement