Kanker Payudara Masih Jadi Pembunuh Nomor 1, Sulut Perkuat Program Deteksi Dini

Dia memaparkan, untuk stadium empat, angka kematian bagi pasien kanker payudara untuk bertahan hidup selama lima tahun kurang dari 20 persen. Padahal, kalau pasien datang di saat masih stadium satu atau dua, angka kesembuhannya lebih dari 80 persen.

oleh Yoseph Ikanubun diperbarui 12 Feb 2022, 12:00 WIB
Diterbitkan 12 Feb 2022, 12:00 WIB
Ketua Umum Peraboi Ketua Umum Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia (Peraboi) Walta Gautama.
Ketua Umum Peraboi Ketua Umum Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia (Peraboi) Walta Gautama.

Liputan6.com, Manado - Kanker payudara masih jadi pembunuh nomor satu perempuan di Indonesia, bahkan di dunia. Di Sulut, sepanjang tahun 2021 silam, tercatat ada ribuan kasus kanker payudara.

"Kanker payudara urutan nomor satu di dunia, di Indonesia juga urutan nomor satu," ungkap Ketua Umum Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia (Peraboi) Walta Gautama, Rabu (8/2/2022).

Dia memaparkan, untuk stadium empat, angka kematian bagi pasien kanker payudara untuk bertahan hidup selama lima tahun kurang dari 20 persen. Padahal, kalau pasien datang di saat masih stadium satu atau dua, angka kesembuhannya lebih dari 80 persen.

"Secara umum, pengetahuan deteksi dini mulai dari kanker payudara, kanker tiroid, dan kanker lainnya masih minim," ujar usai kegiatan talkshow di Graha Gubernuran Sulut.

Hal inilah yang dikejar oleh pemerintah mengenai pengetahuan deteksi dini lewat programnya yang utama yakni kanker payudara dan kanker mulut rahim. Namun, ada persoalan pada kanker payudara, dibandingkan kanker mulut rahim.

"Untuk kanker payudara, makin dini atau makin belum teraba, terapinya tetap operasi,” ujarnya.

Menurutnya, yang pertama ada rasa ketakutan masyarakat mendengarkan kata "operasi". Yang kedua, regulasi, jadi begitu pengidap mengetahui memiliki kanker, mereka belum punya alur rujukan yang bagus.

"Sehingga ada penelitian kalau orang berani mulai berobat itu sampai dia tahu ada benjolan di payudara, dia akan berani ke dokter butuh waktu sampai tiga bulan," papar dia.

Gautama mengatakan, dari pasien berani ke dokter sampai konsultasi, atau ketemu tukang obat alternatif, sampai betul-betul mendapat tindakan butuh waktu sembilan sampai dengan 13 bulan. Hal itulah yang sedang dibenahi lewat kerja sama dengan kementerian.

"Pemerintah saat ini sedang menggodok di antaranya strategi pelayanan rumah sakit unggulan sebagai rumah sakit rujukan untuk kanker, salah satunya di RSUP Prof Kandou Manado,” paparnya.

Kepala Dinas Sosial Provinsi Sulut dr Rinny Tamuntuan mengungkapkan, pada tahun 2020 ada 65.828 kasus kanker payudara di Indonesia. Sedangkan tahun 2021, di Sulut mencatat 4.679 kasus.

"Ada sejumlah faktor risiko seperti jenis kelamin, usia, belum hamil, merokok, berat badan, dan menopause," ujar Rinny.

Terkait menanganan kasus kanker payudara di Sulut, dia mengatakan ada program pemerintah mulai dari sosialisasi, pemeriksaan dini, hingga menyiapkan alur pemeriksaan dan pengobatan pasien. Program itu dilakukan lintas sektoral, bersinergi menangani kanker payudara.

"Hal ini yang kami sampaikan ke warga Sulut, sehingga bisa mendeteksi secara dini kanker payudara," ujar Rinny.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Simak juga video pilihan berikut:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya