Liputan6.com, Batam - Polisi Sektor Nongsa Batam menggagalkan penyelundupan 4 pekerja migran ilegal, dari Lombok yang hendak masuk ke Malaysia via Batam.
Kapolsek Nongsa Kompol Yudi Arvian mengatakan, seorang pria asal Lombok Tengah berinisial S (49) yang menjadi pengirim PMI ilegal tersebut telah ditetapkan sebagai tersangka.
Baca Juga
"Pelaku rencananya akan mengirim empat orang ke Malaysia secara ilegal," kata Kompol Yudi Arvian, saat Konperensi Pers di Kantor Polsek Nongsa pada Rabu (2/3)/2022).
Advertisement
Yudi mengungkapkan, berdasarkan keterangan pelaku, S menawarkan jasa kepada korban dengan iming-iming bisa diberangkatkan ke Malaysia dan mendapat pekerjaan. Lalu S meminta imbalan Rp10 juta per orang untuk biaya keberangkatan dari Lombok sampai ke Malaysia dengan transit di Batam.
"Sehingga total semuanya Rp40 juta. Rp5 juta akomodasi dan transportasi, Rp15 juta tiket pesawat, sisa Rp20 juta rencana untuk keberangkatan ke Malaysia," kata Yudi.
Para calon pekerja migran tersebut tidak memiliki dokumen resmi, termasuk paspor, dan rencananya akan di berangkatkan menggunakan kapal pancung melalui pelabuhan Tanjung Riau, Sekupang, Batam.
Â
Â
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Laporan Masyarakat
Yudi menyebutkan pengungkapan kasus ini berawal dari laporan masyarakat yang menyebutkan adanya tempat di Batu Besar yang menampung PMI ilegal.
Tim Opsnal Reskrim Polsek Nongsa melakukan penyelidikan di lapangan serta ditemukan adanya tindak pidana penempatan PMI.
"Jadi kita temukan satu orang pria dan empat orang calon PMI ilegal dan kita bawa ke Polsek Nongsa guna pemerikasaan lebih lanjut" kata dia.
Pria tersebut kemudian diamankan berserta beberapa barang bukti, antara lain uang tunai Rp20 juta, kartu ATM, dua ponsel, tiket pesawat, tas samping, dan satu tas ransel.
Saat diinterogasi, tersangka S mengaku baru kali pertama melakukan aksinya tersebut. Dia nekat karena saat pandemi tak bisa membawa orang ke Malaysia secara resmi.
"Saya sebenarnya ada punya PT, cuma karena Covid saya gak bisa berangkatan orang," katanya.
Pelaku mengaku mengetahui perbuatannya merupakan sebuah kesalahan dan menyesali perbuatannya. Atas perbuatannya, pelaku dijerat dengan pasal 81 junto pasal 83 Undang-undang Nomor 18 tahun 2017, tentang perlindungan Pekerja Migran Indonesia, dengan ancaman penjara 10 tahun dan denda Rp15 miliar.
Advertisement