Liputan6.com, Yogyakarta - Tan Malaka merupakan pahlawan nasional Indonesia yang memiliki nama asli Ibrahim. Ia mendapatkan keturunan bangsawan dari ibunya yang membuatnya diberi gelar Datuk Sutan Malaka.
Berdasarkan penuturan sejarawan Albert Poeze, Tan Malaka menghabiskan masa mudanya bersekolah di Rijks Kweekschool Fort de Kock, yang kini telah menjadi SMA 2 Bukittinggi. Ia yang bercita-cita sebagai guru pun melanjutkan studinya di Belanda.
Dalam perjalanannya menggapai impian, ia justru mengalami petualangan panjang atas idealismenya yang akhirnya membawanya menjadi buronan. Albert Poeze juga menyebut Tan Malaka sebagai buronan abadi.
Advertisement
Baca Juga
Sejak 1924 hingga nafas terakhirnya, Tan Malaka menghabiskan waktu untuk meloloskan diri dari dinas rahasia Belanda hingga tentara Indonesia. Hal itu menjadikannya sebagai penyamar ulung.
Ia memiliki 23 nama samaran untuk mengelabuhi polisi dan jajaran pemerintahan kolonialis dan imperialis, seperti Amerika Serikat, Belanda, Jepang, dan Inggris. Kemampuannya itu didukung oleh kepiawaiannya menguasai delapan bahasa, yakni Minang, Indonesia, Tagalog, Belanda, Rusia, Jerman, Mandarin, dan Inggris.
Berikut adalah lima dari 23 nama samaran dari pahlawan yang memiliki kalimat populer 'Terbentur, terbentur, terbentur, terbentuk':
1. Elias Fuentes
Elias Fuentes merupakan nama samaran Tan Malaka pada Juni 1925. Dalam penyamaran itu, ia bekerja sebagai seorang wartawan El Debate agar bisa masuk ke Manila, Filipina, dengan cara menyelundupkan diri ketika berangkat dari Kanton, Tiongkok.
Penampilannya yang mirip orang Filipna asli, membuatnya dengan mudah lolos dari pemeriksaan. Alasannya ke Filipina tidak lain karena tubuhnya yang kurang membaik akibat iklim Kanton yang tak mendukung. Selain Elias Fuentes, nama samaran Tan Malaka adalah Estahislau Rivera, dan Alisio Rivera.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Hasan Gozali
2. Hasan Gozali
Tan Malaka menentang rencana pemberontakan PKI pada 1926/1927 karena beranggapan bahwa rencana itu tidak tepat dengan kondisi partai yang masih belum matang. Untuk memastikan pandangannya sampai ke tangan pusat, Tan Malaka yang kurang sehat datang ke Singapura menggunakan nama Hasan Gozali pada awal 1926.
Hasil perundingan pun gagal dan membawa Tan Malaka bersama pengikut setia pandangannya mendirikan Partai Republik Indonesia (PARI) di Bangkok pada Juli 1927. Partai ini berdiri untuk melanjutkan perjuangan rakyat dan buruh Indonesia setelah PKI hancur.
3. Ossorio
Setelah kedatangannya ke Filipina, Tan Malaka pun dikejar oleh polisi Amerika Serikat dan Inggris. Ia harus kembali melarikan diri ke Amoy dan disembunyikan oleh nahkoda kapal ketika dilakukan pemeriksaan kapal setelah mendarat.
Kondisi kesehatannya yang memburuk membuatnya harus ke Sionching. Ia pun memakai identitas nama Ossorio sebagai seorang wartawan Filipina majalah Bankers Weekly untuk berkelana ke Shanghai.
Advertisement
Tan Ming Sion
4. Tan Ming Sion
Nama Tan Ming Sion digunakan Tan Malaka setelah Amoy dikuasai Jepang agar dapat pergi ke Burma. Sebelum tiba, polisi Inggris yang menguasai Burma mewanti-wanti adanya tokoh intelektual dari Tiongkok.
Untuk menghindari kecurigaan itu, ia rela membuang dua bukunya ke laut sebelum mendarat. Tindakannya ternyata tepat, lantaran setelah mendarat polisi menggeledahnya dan buku-bukunya, tak terkecuali kamus bahasa Inggris.
Dananya yang menipis, membuat Tan Malaka tidak lama singgah di Burma. Ia pun melanjutkan perjalanannya ke Malaysia dan Singapura.
5. Tan Ho Seng
Jepang menguasai Singapura dan Hindia Belanda pada 1942. Sementara itu, Tan Malaka melanjutkan petualangannya ke tanah air dengan menggunakan identitas Tan Ho Seng lewat Medan.
Ia mencari cara agar bisa pergi ke Pulau Jawa. Meski ia mendapat kabar bahwa nama aslinya digunakan oleh pemerintah kolonial untuk membohongi masyarakat di Padang, ia tak menggubrisnya dan memilih lanjutkan perjalanan hingga tiba di Jakarta.
(Resla Aknaita Chak)