Kisah Masyelin Pangulimang, Dampingi Warga Minahasa Utara Lawan Stunting

Salah satunya yang dilakukan oleh Masyelin Pangulimang, seorang tenaga pendamping dari Manengkel Solidaritas, sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat.

oleh Yoseph Ikanubun diperbarui 20 Okt 2022, 08:00 WIB
Diterbitkan 20 Okt 2022, 08:00 WIB
Masyelin Pangulimang (kanan) bersama Yanitje Nomleni dan Ayana Vedina Tana.
Masyelin Pangulimang (kanan) bersama Yanitje Nomleni dan Ayana Vedina Tana.

Liputan6.com, Airmadidi - Kasus stunting menjadi persoalan di Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulut. Selain pemerintah, beberapa kelompok masyarakat ikut membantu penanganan stunting.

Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di bawah 5 tahun) akibat kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya.

Salah satunya yang dilakukan oleh Masyelin Pangulimang, seorang tenaga pendamping dari Manengkel Solidaritas, sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat.

Alumnus Program Studi Gizi, Politekhnik Kesehatan Manado ini, sehari-harinya bertugas memantau dan melakukan intervensi terhadap dua balita penderita gizi buruk.

"Ini rumah keluarga dari salah satu balita yang menderita stunting atau gizi buruk," ujar Syelin kepada Liputan6.com saat ditemui di Kelurahan Airmadidi Atas, Kecamatan Airmadidi, Kabupaten Minahasa Utara, Sulut.

Kamis, 13 Oktober 2022 itu, Syelin kembali mengunjungi rumah milik Yanitje Nomleni. Balita dari Yanitje yang bernama Ayana Vedina Tana berusia 3 tahun, 3 bulan, adalah salah satu penderita stunting atau gizi buruk.

Stunting ditandai ketika panjang atau tinggi badan serta berat badan anak kurang jika dibandingkan dengan umurnya. Penyebab utama gangguan pertumbuhan karena kurang gizi menahun atau malnutrisi kronis.

Yanitje merupakan pendatang dari Nusa Tenggara Timur (NTT). Dia tiba di Minahasa Utara 5 tahun silam. Yanitje baru menyadari bahwa balita perempuannya Ayana menderita stunting saat berusia 4 bulan.

"Melihat kondisi stunting di Minahasa Utara, kami dari Manengkel Solidaritas dengan dukungan salah satu koorporasi kemudian menyusun program pencegahan dan penanganan stunting," ujar wanita asal Kabupaten Kepulauan Sitaro, Sulut ini.

Sejumlah program dilakukan mulai dari sosialisasi, pencegahan, monitoring balita stunting, hingga intervensi terhadap kasus stunting. Selain itu, juga dilakukan sosialisasi terkait anemia di SMKN 1 Airmadidi, SMAN 1 Airmadidi serta SMK Baramuli Airmadidi.

"Kami juga melakukan sosialisasi perilaku hibup bersih dan sehat, dan gizi seimbang di sejumlah sekolah dasar. Selain itu ada pula sosaliasi tentang pangan dan gizi pada ibu hamil dan balita," ujarnya.

Syelin menuturkan, pihaknya melakukan sosialisasi kepada ibu hamil agar mengetahui gizi apa saja yang harus dikonsumsi saat hamil. Hal ini untuk mencegah berat badan lahir rendah atau BBLR. Karena penyebab stunting adalah kebutuhan gizi semasa hamil.

"Jika saat hamil asupan gizi tidak tercukupi, maka waktu lahir berat badan bayi tersebut tidak normal atau BBLR," ujarnya.

Sejumlah faktor risiko dan potensi sumber penyebab stunting adalah status gizi ibu, status kesehatan ibu selama masa kehamilan, praktik menyusui. Selain itu, periode pemberian ASI eksklusif yang tidak tepat, pemberian makanan pendamping ASI atau MPASI yang tidak benar, infeksi, kelahiran premature, serta anemia.

"Terkait itu, kami terus menyosialisasikan untuk mengonsumsi sayur dan buah-buahan pada anak di Pendidikan Anak Usia Dini atau PAUD serta pada ibu mereka,” kata Syelin.

Ada sejumlah tips dan trik yang dilakukan Syelin agar anak-anak mau mengonsumsi sayuran. Karena biasanya mereka bosan jika terus menerus makan sayur. Caranya adalah dengan mengolah sayuran lebih menarik, dibuat camilan.

"Ini memacu anak-anak terutama balita untuk bisa mengonsumsi sayuran,” ujarnya.

Selain melakukan sosialisasi untuk pencegahan, juga dilakukan monitoring di Posyandu secara bersama-sama dengan pihak Puskesmas setempat. Dengan bantuan pihak Pabrik Aqua Airmadidi, juga diberikan makanan tambahan untuk bayi dan balita di Posyandu.

“Makanan tambahan itu contohnya kacang hijau yang bisa membantu asupan gizi untuk balita. Setiap turun lapangan kami bekerja sama dengan Dinas Kesehatan,” kata Syelin.

Saat ini, Syelin bersama timnya menangani dua kasus stunting di Kelurahan Airmadidi Atas, sejak Februari 2022 silam. Selain balita Ayana, ada juga satu balita di Kampung Buton.

Untuk balita Ayana, berat badan awal saat ditangani adalah 8 kilogram. Sedangkan, berat badan normal untuk balita seusia Ayana adalah 10,4 kilogram. Dalam kurun waktu sejak penanganan awal, dilakukan monitoring, edukasi, intervensi dan memberi makanan tambahan.

“Kami juga melakukan pengukuran antropometri. Setiap turun lapangan 1 bulan sekali, balita ditimbang, diukur tinggi badan. Saat ini berat badan Ayana sudah mencapai 9,4 kilogram,” ujarnya.

Menurut sang ibu Yanitje Nomleni, beberapa waktu lalu berat badan Ayana sebenarnya sudah normal. Namun, karena balitanya itu menderita sakit beberapa hari, berat badannya kembali turun.

“Untuk tinggi badannnya saat ini sudah 85 cm, dari angka normal 85,8 cm. Artinya tinggal butuh 0,8 cm untuk mencapai angka normal. Kami akan terus melakukan monitoring serta intervensi,” kata Syelin.

Menurutnya, intervensi pada balita itu dilakukan hingga usia 5 tahun. Namun, dia berharap pada Desember 2022 nanti, tinggi serta berat badan Ayana sudah mencapai angka normal.

Pada tahun 2018, Kabupaten Minahasa Utara menjadi daerah dengan kategori prevalensi stunting tertinggi di Sulut dengan angka 35,44 persen.

Angka ini terus meningkat setiap tahunnya. Hingga triwulan pertama 2022, jumlah kasus stunting di Minahasa Utara sudah mencapai 288 kasus.

Pada 2022 sejak Januari hingga Maret ada 288 balita alami stunting, yang terbagi di 11 puskesmas dari 10 kecamatan.

Dibanding sepanjang tahun 2021, jumlah total 290 balita yang stunting terbagi di 11 Puskesmas di Minahasa Utara. Dengan demikian ada peningkatan yang signifikan pada 2022 jika dibanding tahun 2021 dalam rentang waktu yang sama.

Melihat realita tersebut, Bupati Minahasa Utara Joune Ganda pada Februari 2022 mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Nomor 62 tahun 2022 tentang Pembentukan Tim Percepatan Penurunan Stunting.

Tim ini tidak hanya melibatkan pemerintah daerah, tetapi juga pihak swasta dan masyarakat. Ini yang kemudian Syelin ikut ambil bagian di dalamnya dalam upaya mencegah dan menangani kasus stunting di Minahasa Utara.

 

Simak juga video pilihan berikut: 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya