Telingaan Aruu, Tradisi Kuping Panjang yang Mulai Ditinggalkan Generasi Muda Dayak

Tradisi telingaan aruu ini dilakukan sejak bayi yang diawali dengan ritual mucuk penikng atau penindikan daun telinga.

oleh Tifani diperbarui 27 Okt 2022, 03:00 WIB
Diterbitkan 27 Okt 2022, 03:00 WIB
dayak
Mandau dan perisai menjadi pemandangan dan perlengkapan harian suku Dayak ketika menempuh perjalanan. (foto: Liputan6.com / FB / edhie prayitno ige)

Liputan6.com, Pontianak - Tradisi telingaan aruu merupakan tradisi masyarakat suku Dayak, Kalimatan. Tradisi ini dikenal sebagai kuping panjang, di mana telinga wanita suku Dayak sengaja dibuat menjuntai panjang menggunakan anting pemberat.

Dalam jurnal berjudul "Kontruksi Makna Anting-anting Sebagai Penunjuk Strata Sosial Pada Wanita Suku Dayak Kenyah di Kalimantan Timur" (2015) oleh Fenny Hana, menyebutkan tidak semua masyarakat suku Dayak melakukan tradisi telingaan aruu. Tradisi ini hanya dikenal oleh beberapa sub suku Dayak yang tinggal di pedalaman Kalimantan, seperti suku Dayak Kenyah, Dayak Bahau, Dayak Penan, Dayak Kelabit, Dayak Sa’ban, Dayak Kayan, Dayak Taman, dan Dayak Punan.

Tradisi telingaan aruu atau memanjangkan daun telinga ini menunjukkan identitas kebangsawanan. Mereka juga meyakini, semakin panjang telinga seorang wanita, semakin cantik pula wanita tersebut.

Tradisi telingaan aruu ini dilakukan sejak bayi yang diawali dengan ritual mucuk penikng atau penindikan daun telinga. Kemudian dipasangi benang sebagai pengganti anting-anting.

Setelah luka tindik sembuh, benang tersebut diganti dengan pintalan kayu gabus. Setiap sepekan sekali diganti dengan yang ukurannya lebih besar.

Pintalan kayu gabus ini akan mengembang saat terkena air, menyebabkan lubang pada daun telinga juga semakin membesar. Setelah membesar, lubang pada daun telinga digantungi dengan anting-anting dari bahan tembaga, yang disebut belaong.

Belaong ini akan ditambahkan satu persatu secara berkala, sehingga lubang telinga semakin lama akan semakin besar dan panjang. Penambahan anting-anting dilakukan menyesuaikan usia dan status sosial.

Ada dua jenis anting-anting yang digunakan, yaitu hisang semhaa atau anting-anting yang dipasang di sekeliling daun telinga, serta hisang kavaat yang dipasang pada daun telinga. Tradisi pemanjangan telinga ini memiliki batasan.

Wanita Dayak diperbolehkan memanjangkan daun telinga hingga sebatas dada. Daun telinga yang memanjang ini pun dapat kembali memendek apabila tidak lagi mengenakan hisang kavaat hingga belasan atau puluhan tahun.

Seiring perkembangan zaman, tradisi telingaan aruu atau kuping panjang khas Suku Dayak ini perlahan mulai ditinggalkan. Generasi muda Dayak tidak lagi mengikuti tradisi ini.

Saksikan video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya