Orok, Tarian Tanpa Alunan Musik ala Papua

Orok merupakan salah satu nyanyian dan tarian tradisional milik Suku Tehit yang tinggal di Distrik Sawiat.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 29 Des 2022, 18:00 WIB
Diterbitkan 29 Des 2022, 18:00 WIB
Ilustrasi Papua
Ilustrasi Papua (Google Maps)

Liputan6.com, Papua - Menurut Suku Maybrat, Suku Sawiat, dan Suku Tehit, tari orok merupakan tari pokok yang terdiri dari tari srar, tari baren, tari sarawa, dan tari orok itu sendiri. Bagi masyarakat Sorong Papua, tarian menjadi hal penting yang digunakan untuk berbagai kepentingan, seperti perkawinan, penyambutan tamu, kematian, membangun rumah berkebun, mas kawin, dan lainnya.

Mengutip dari kebudayaan.kemdikbud.go.id, orok merupakan salah satu nyanyian dan tarian tradisional milik Suku Tehit yang tinggal di Distrik Sawiat. Tarian dan nyanyian orok telah lama hidup dan berkembang dalam budaya suku bangsa Tehit yang tinggal di distrik tersebut.

Adapun syair lagu dalam tarian orok biasanya berisi pujian atau mazmur. Nyanyian orok ini diciptakan oleh moyang bernama Semit Bolo Majefak.

Lagu-lagu orok yang diciptakan atau disyairkan oleh Moyang Semit biasanya terinspirasi dari keadaan dan kondisi alam pada saat itu, seperti kicauan burung pada pagi hari, fajar, dan lainnya. Sebenarnya, orok khusus dibawakan saat pendidikan adat wuon atau wofle saja. 

Saat menyanyikan orok, beberapa anak yang dilatih akan menghentakan kaki atau menarikan orok sesuai dengan irama lagu yang dinyanyikan. Hal tersebut juga sering kali terjadi saat ia memberikan pendidikan wuon.

Hingga saat ini, gerakan hentakan kaki tersebut menjadi suatu bentuk tarian orok yang banyak dikenal. Adapun para penari dan pelantun tari orok biasanya disebut Worok.

Tari orok biasanya juga dimainkan saat penerimaan siswa, pertengahan pendidikan, penyambutan atau pelantikan, serta penyerahan peserta didik ke orangtuanya. Pada masa Belanda dan masuknya injil ke Tanah Tehit, pendidikan adat wofle atau wuon masih berlangsung, sehingga tarian orok masih sering dipentaskan.

Sekitar 1965-1966, pendidikan adat wofle atau wuon terakhir dilaksanakan. Hal tersebut membuat pendidikan adat wuon semakin berkurang dan nyaris hilang.

Pada akhirnya, terjadi pergeseran syair yang biasanya dinyanyikan dalam tarian orok. Dahulu syair tarian orok berisi puji-pujian terhadap alam, roh nenek moyang, gunung yang dianggap mendatangkan berkat, pujian kepada Yang Maha Kuasa, dan sebagainya.

Sementara saat ini, syair tarian orok berkutat pada nasihat dalam membangun rumah tangga, politik, ekonomi, dan lainnya. Adapun tarian orok di masa sekarang juga tidak mengalami banyak perkembangan.

Selain tarian orok, Suku Tehit juga memiliki dua jenis tarian lain, yakni dirkehen dan say kohok. Tarian-tarian Suku Tehit ini dimainkan tanpa diiringi alat musik pengiring. Tarian tersebut hanya mengandalkan suara, irama lagu, dan nyanyian yang dilantunkan oleh pemimpin tarian.

 

Penulis: Resla Aknaita Chak

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya