178 Sapi di Gunungkidul Terjangkit LSD, Tiga di Antaranya Mati

Penyebaran penyakit Lumpy Skin Disease (LSD) di Gunungkidul semakin meluas. Sampai saat ini penyakit kulit infeksius yang disebabkan Lumpy Skin Disease Virus (LSDV) itu telah menyerang 178 ekor sapi, tiga di antaranya mati.

oleh Hendro diperbarui 04 Mar 2023, 23:00 WIB
Diterbitkan 04 Mar 2023, 23:00 WIB
Petugas lakukan pengecekan terhadap sapi di Pasar Hewan
Penyebaran penyakit Lumpy Skin Disease (LSD) di Gunungkidul semakin meluas. Sampai saat ini penyakit kulit infeksius yang disebabkan Lumpy Skin Disease Virus (LSDV) itu telah menyerang 178 ekor sapi, tiga di antaranya mati.

Liputan6.com, Gunungkidul - Penyebaran penyakit Lumpy Skin Disease (LSD) di Gunungkidul semakin meluas. Sampai saat ini penyakit kulit infeksius yang disebabkan Lumpy Skin Disease Virus (LSDV) itu telah menyerang 178 ekor sapi, tiga di antaranya mati.

Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Gunungkidul Wibawanti Wulandari mengatakan, berdasarkan data terbaru hampir di setiap kapanewon ditemukan kasus LSD. Hanya ada enam kapanewon nihil kasus yakni Playen, Paliyan, Saptosari, Tanjungsari, Tepus, dan Kapanewon Girisubo.

“Sampai saat ini ada 178 ekor sapi yang terkena LSD dan tiga di antaranya mati. Untuk yang 178 itu tersebar di 13 kapanewon,” kata Wibawanti saat dihubungi (01/3/23).

Berbagai langkah pencegahan dan penanganan terus dilakukan. Dinas menggencarkan pemantauan ke sejumlah pasar hewan, khususnya Pasar Hewan Siyono. Hasilnya, petugas masih menemukan sapi yang terpapar LSD.

“Kita sudah antisipasi seperti melakukan penjagaan di pasar hewan, seperti di Siyono. Itu pernah ada temuan juga,” ujarnya.

Untuk penanganan, jika didapati sapi terpapar LSD langsung dikarantina. Selain penjagaan dan pemantauan ternak di pasar hewan, juga memaksimalkan pengobatan. Langkah pencegahan dilakukan dengan melokalisasi lalu lintas keluar masuk Hewan ternak.

“Kami sekarang sedang mengusulkan lima ribu vaksin untuk LSD,” ucapnya.

Kepala Bidang Kesehatan Hewan Retno Widiastuti menambahkan, kasus pertama LSD terdeteksi di Pasar Hewan Siyonoharjo, Kapanewon Playen, pada 18 Januari 2023.

“Tapi masyarakat tidak perlu khawatir berlebihan. Penyakit LSD bisa disembuhkan sepanjang ditangani lebih cepat,” katanya.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan Ini:


Kematian Lebih Rendah Dibanding PMK

Menurutnya, dibanding dengan penyakit mulut dan kuku, risiko kematian akibat LSD pada hewan ternak lebih rendah. Akan tetapi secara ekonomi dampaknya cukup besar. Peternak merugi karena hewan peliharaan yang terinveksi LSD sulit untuk dijual.

“Ciri-ciri LSD pada hewan ternak sapi bagian kulit benjol-benjol seperti bisul dan rusak hingga ke bagian daging,” ujarnya.

Menurutnya, waktu yang diperlukan sejak tertular atau terinfeksi hingga muncul gejala (inkubasi) cukup cepat. Masa inkubasi LSD diperkirakan 21 hari. Oleh sebab itu masyarakat diminta cepat tanggap dan melapor kepada petugas jika hewan ternak bergejala.

“Penularan langsung melalui lepuhan bisul yang pecah dan cairan mengenai langsung hewan ternak lainnya. Penularan tidak langsung membutuhkan vektor atau hewan avertebrata yang bertindak sebagai penular penyebab penyakit,” ungkapnya.

Petugas siap memberikan penanganan secara cuma-cuma. Sebagai langkah antisipasi, dia menyarankan kandang sapi dibersihkan secara berkala. Jika memungkinkan kandang sapi dipasangi kain kelambu.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya