Liputan6.com, Palembang - Fenomena El Nino menjadi ancaman terbesar bagi sektor pertanian di Indonesia. Kemarau panjang yang terjadi, berakibat pada kerugian besar yang akan dihadapi para petani.
Periode panjang tanpa hujan dan kekeringan tanah yang berkepanjangan, juga akan dihadapi oleh para petani di seluruh daerah di Sumatera Selatan (Sumsel).
Akademisi Universitas Sriwijaya (Unsri) Yulian Junaidi menuturkan, risiko terburuk yang akan dihadapi para petani Sumsel adalah gagal panen dan potensi ledakan hama yang semakin memperburuk keadaan.
Advertisement
Baca Juga
"Di beberapa wilayah yang harusnya bisa menanam, seperti di sawah, lebak, tempat pasang surut, bisa terlambat menanam. Harusnya bisa menanam, karena kering, jadi tidak bisa," ucap dosen di Fakultas Pertanian Unsri itu, Jumat (15/9/2023).
Pergeseran musim tanam akan berisiko dan membuat ledakan hama penyakit. Ketika menanam di luar masa tanam sangat berisiko terhadap hama penyakit. Apalagi situasi El Nino berkorelasi saat tanam.
Jika jadwal menanam tanaman harus diundur di luar musimnya dan menanti saat hujan turun, saat itulah akan terjadi ledakan hama.
Direktur Spora Institut ini berujar, program-program pertanian terkait pengairan dari Kementerian Pertanian (Kementan) dan pemerintah, yang menjadi solusi terbaik untuk mengantisipasi fenomena El Nino, karena El Nino terkait sumber air.
"Diharapkan dengan perbaikan irigasi, embung, bisa mengatasi persoalan. Karena situasi (El Nino) sedang kita hadapi sekarang ini," ujarnya.
Program lain juga yang tak kalah penting, yakni asuransi pertanian yang dapat membantu permodalan bagi petani yang gagal panen.
Saat petani menghadapi gagal panen, akan sulit bangkit lagi menghadapi periode tanam berikutnya, ditambah dengan modal yang minim. Namun, dengan mengikuti asuransi pertanian, petani bisa mendapatkan pembiayaan darurat, saat gagal panen melanda.
Menurutnya, langkah Kementan untuk menghadapi kekeringan sebagai dampak El Nino sudah tepat. Seperti koordinasi, pendataan atau pemetaan wilayah, penyediaan sumber pengairan alternatif, dan gerakan percepatan tanam.
"Diharapkan dengan perbaikan irigasi, embung, bisa mengatasi persoalan. Tapi kalau baru sekarang akan dilakukan, takutnya terlambat. Karena situasi sedang kita hadapi sekarang ini. Seringkali program-program pemerintah terlambat dalam mengantisipasi situasi. Harusnya sudah disiapkan sebelum El Nino terjadi," katanya.
Varietas Berbeda
Petani juga harus mencari alternatif kearifan lokal, seperti menanam varietas yang tahan kekeringan, atau tanaman yang bisa tahan dalam berbagai situasi. Petani juga harus punya strategi dalam menghadapi El Nino, berdasarkan pengalaman dan kearifan lokal mereka.
Petani juga bisa menaman tanaman hutan, seperti kayu yang bernilai ekonomis dan juga menjadi sumber pangan ketika padi tidak bisa diandalkan.
Jaring pengaman sosial di desa-desa juga masih ada, seperti sistem tolong menolong, gotong royong dan mungkin harus dihidupkan kembali tradisi lumbung.
"Padi yang sudah dipanen disimpan kembali di lumbungnya, jangan dijual semua. Ini bisa mejadi tabungan mereka ketika musim gagal panen dan menjadi antisipasi dari dampak kekeringan," ujarnya.
Diakuinya, tradisi lumbung padi kini sudah mulai ditinggalkan oleh para petani. Padahal lumbung padi bisa digerakkan oleh kelompok petani di daerah masing-masing.
Advertisement