Sejarah Museum Nasional Indonesia: Saksi Bisu Warisan Budaya Indonesia

Museum Nasional Indonesia atau Museum Gajah adalah museum arkeologi, sejarah, etnografi, dan geografi yang berada di Jakarta Pusat.

oleh Tifani diperbarui 19 Sep 2023, 03:00 WIB
Diterbitkan 19 Sep 2023, 03:00 WIB
Gedung Museum Nasional di Jalan Medan Merdeka Barat, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat
Gedung Museum Nasional di Jalan Medan Merdeka Barat, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat

Liputan6.com, Jakarta - Museum Nasional Indonesia (MNI) dilanda kebakaran pada Sabtu (16/09/2023) malam. Api membakar sebagian besar bangunan di area belakang museum. Atap dan tembok bagian belakang bangunan juga tampak ambruk akibat kebakaran tersebut.

Museum Nasional Indonesia atau Museum Gajah adalah museum arkeologi, sejarah, etnografi, dan geografi yang berada di Jakarta Pusat. Dikutip dari laman museumnasional.or.id, awal mula berdirinya Museum Nasional diawali dengan suatu himpunan yang bernama Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (BG) yang didirikan oleh Pemerintah Belanda pada 24 April 1778.

Pada 1752 di Haarlem, Belanda, berdiri De Hollandsche Maatschappij der Wetenschappen (Perkumpulan Ilmiah Belanda) yang mendorong orang-orang Belanda di Batavia (Indonesia) untuk mendirikan organisasi sejenis. Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen adalah suatu lembaga independen yang didirikan untuk memajukan penelitian dalam bidang seni dan ilmu pengetahuan, dalam bidang-bidang ilmu biologi, fisika, arkeologi, kesusastraan, etnologi, dan sejarah.

Kemudian, JCM Radermacher yang menjadi salah satu pendiri lembaga tersebut menyumbangkan sebuah rumah miliknya di Jalan Kalibesar, Jakarta. Selain itu, ia juga menyumbangkan sejumlah koleksi benda budaya dan buku yang sangat berguna.

Sumbangan Radermacher inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya museum dan perpustakaan Nasional Indonesia. Selama masa pemerintahan Inggris di Jawa (1811-1816), Letnan Gubernur Sir Thomas Stamford Raffles menjadi direktur perkumpulan tersebut.

Perkembangan Museum Nasional terus fokus pada desain bangunan dan koleksinya. Pada 1862, berbagai koleksi baru ditambahkan ke dalamnya. Museum ini dibuka untuk pertama kalinya pada 1868.

Berselang beberapa tahun setelah kemerdekaan Indonesia, pengelolaan museum diambil alih oleh Lembaga Kebudayaan Indonesia yang secara resmi berpindah tangan pada 17 September 1962. Hal tersebut berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.092/ 0/1979 tertanggal 28 Mei 1979, di mana Museum Pusat ditingkatkan statusnya menjadi Museum Nasional.

Kini Museum Nasional berada di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Berbagai macam perubahan terjadi di dalam museum ini, terutama perubahan bangunan dan struktur posisi koleksi museumnya.

Berbagai macam prestasi juga diraih oleh Museum Nasional, salah satunya mendapat hadiah khusus dari Raja Chulalongkorn dari Thailand berupa patung gajah dari perunggu di tahun 1871 yang saat ini berada di halaman depan museum. Patung gajah itulah, yang membuat Museum Nasional juga disebut sebagai Museum Gajah.

Museum Nasional memiliki koleksi kuno mulai dari arca, prasasti, hingga berbagai benda kerajinan hasil peninggalan budaya zaman dulu. Secara khusus Museum Nasional mengelompokkan berbagai koleksi penting dan bersejarahnya dalam beberapa bagian, mulai dari etnografi, perunggu, tekstil, prasejarah, keramik, relik sejarah, numismatic, dan berbagai buku langka.

Sejak 2001, semua koleksi di museum sudah tercatat mencapai 109.342 buah dan dikenal sebagai salah satu museum terlengkap di Indonesia. Dari tahun ke tahun koleksi Museum Nasional terus bertambah hingga totalnya mencapai 140.000 buah lebih koleksi pada 2006.

Salah satu yang banyak dikunjungi adalah naskah manuskrip kuno, koleksi etnografi, dan koleksi keramik. Patung Bhairawa dengan tinggi 414 cm juga menjadi koleksi istimewa Museum Nasional.

Patung ini adalah perwujudan dari Dewa Lokeswara atau Awalokiteswara. Sebagian besar koleksi dari museum ini berasal dari berbagai peninggalan arca Buddha, yang salah satunya adalah arca Buddha Dipangkara.

Kitab Sutasoma atau Kakawin Sutasoma juga berada di museum ini. Kitab Sutasoma merupakan salah satu peninggalan kuno dari abad ke-14 atau pada masa kejayaan Kerajaan Majapahit.

Kitab yang ditulis oleh Mpu Tantular ini berisi toleransi beragama yang terjalin di Majapahit. Semangat toleransi ini yang kemudian menjadi semboyan Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya