Terungkapnya Misteri Kematian Satwa di Hutan TNBNW Bonebol

Jika menemukan bangkai bagi hutan yang mati mendadak, segera lapor ke instansi terkait atau langsung mengambil tindakan sendiri dengan cara membakar atau mengubur bangkai tersebut.

oleh Arfandi Ibrahim diperbarui 19 Sep 2023, 15:11 WIB
Diterbitkan 19 Sep 2023, 14:00 WIB
Satwa Taman Nasional Bone Bolango
drh. Feny Reny Rimporok saat melakukan pemeriksaan satwa di Hutan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (Arfandi Ibrahim/Liputan6.com)

Liputan6.com, Gorontalo - Misteri kematian satwa di hutan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW), Kecamatan Pinogu, Kabupaten Bone Bolango (Bonebol), Gorontalo akhirnya terpecahkan. Satwa yang terdiri dari babi hutan, anoa, dan monyet yang ditemukan mati tersebut ternyata tertular virus African Swine Fever (ASF).

Virus ASF merupakan penyakit pada babi yang sangat menular dan dapat menyebabkan kematian pada babi. Virus ASF sangat tahan hidup di lingkungan serta relatif lebih tahan terhadap disinfektan.

Dengan adanya temuan virus ASF, kematian satwa liar di dalam dan luar hutan TNBNW diperkirakan akan terus bertambah dalam beberapa minggu ke depan.

Dokter hewan Fenny Reny Rimporok, Medik Veteriner Ahli Madya Dinas Pertanian Provinsi Gorontalo, yang ikut mengidentifikasi kematian satwa tersebut membenarkan hal itu. Satwa yang mati dinyatakan positif ASF berdasarkan hasil dari laboratorium.

"Setelah kami lakukan identifikasi dan pengambilan sampel. Hasilnya, babi hutan yang mati terserang virus ASF," kata drh Feny kepada Liputan6.com.

Meski begitu kata drh Feny, Virus ASF tidak bersifat zoonosis atau tidak menular ke manusia. Virus ASF lebih cenderung ke ternak babi hutan maupun babi peliharan.

"Jadi masyarakat yang berada di sekitar hutan TNBNW tidak usah panik dengan virus ASF. Sebab, kami pastikan virus tersebut tidak berbahaya untuk manusia," katanya.

Meski begitu kata drh Feny, jika menemukan bangkai bagi hutan yang mati mendadak, segera lapor ke instansi terkait. Atau langsung mengambil tindakan sendiri dengan cara membakar atau mengubur bangkai tersebut.

"Jika ditemukan lagi ada kasus yang sama, bisa menggunakan desinfektan juga. Lebih bagus dibakar atau langsung dikuburkan bangkai babi yang mati," pintanya.

Hingga saat ini, pihak pemerintah tengah melakukan upaya agar virus ini tidak berkembang. Upaya itu dengan melakukan prinsip biosecurity dengan mencegah kuman tidak  masuk. Kuman tidak tumbuh dan berkembang serta tidak menyebar.

"Kami terus berupaya semaksimal mungkin mengampanyekan ini ke masyarakat yang tinggal di dekat kawasan hutan. Masyarakat diminta untuk bekerja sama agar virus ASF bisa diberantas," ia menandaskan.

Berdasarkan temuan tersebut, Direktorat Kesehatan Hewan bekerjasama dengan KLHK dan FAO ECTAD Indonesia langsung melakukan bimbingan teknis. Bimbingan teknis ini sebagai salah upaya merespon penyakit ASF untuk petugas lapangan.

Sebelumnya, Bangkai satwa yang terdiri dari babi hutan, anoa, dan monyet ini, ditemukan di beberapa tempat yang berbeda.

Mulai dari tepi sungai, rawa, dan ada juga satwa yang ditemukan mati di dalam hutan. Berdasarkan temuan tersebut, Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) I Balai TNBNW menurunkan tim untuk mencari penyebab kematian satwa liar itu.

Menurut Bagus Tri Nugroho, Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional I Balai TNBNW mengatakan, bahwa isu kematian satwa tersebut sudah ada sejak pertengahan Agustus. Namun, dirinya mengklaim jika satwa yang mati itu tidak banyak.

Menurutnya, jika kematian satwa dalam jumlah yang banyak itu, belum bisa dipastikan. Sebab, tidak ada data dan narasumber yang valid soal berapa jumlah satwa yang ditemukan mati.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya