Liputan6.com, Gorontalo - Setiap daerah memiliki kearifan lokalnya masing-masing. Meski hal itu kerap bertentangan dengan logika dan akal manusia, ritual itu masih dilaksanakan hingga saat ini.
Salah satunya yang ada di Provinsi Gorontalo, yakni ritual Dayango. Dayango merupakan salah satu tarian tua yang dimiliki masyarakat tanah serambi madinah.
Advertisement
Baca Juga
Bahkan, tarian ini sempat dikembangkan oleh masyarakat setempat dan telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) sejak 2016 lalu.
Dayango sendiri merupakan jenis tari tradisional yang dibawakan saat upacara pemujaan roh-roh halus. Sementara keterangan dari sumber lain, jika dayango merupakan pemujaan setan dan jin.
Upacara tersebut dilaksanakan oleh kalangan masyarakat tertentu yang masih percaya dengan hal gaib. Terutama bagi masyarakat yang masih tinggal di pedesaan terpencil.
Tarian yang dikenal turun temurun ini, hingga kini masih hidup dan dilakukan. Dayango diartikan sebagai tarian pemujaan terhadap arwah para leluhur yang sudah meninggal lama.
Prosesi Ritual
Saat melakukan ritual, biasanya dilakukan pada malam senin atau malam Jumat. Bagi warga Gorontalo, hari itu adalah yang terbaik melaksanakan ritual.
Sebelum melakukan ritual, para penari akan siap-siap melakukan gerakan sembari dibacakan mantra. Saat sekujur tubuh para penarinya gemetar, menandakan roh-roh halus sudah masuk dalam diri penari.
"Saat dibacakan mantra tidak bisa dibuat, roh akan masuk ke dalam raga dua atau lebih penari," kata Kadu Engi salah satu sesepuh di Gorontalo yang masih melaksanakan ritual ini.
Tarian adat ini boleh dilakukan oleh siapa saja, baik laki-laki maupun perempuan. Umumnya, tarian ini dilengkapi dengan suara gendang serta nyanyian.
"Saat roh-roh sudah masuk di raga penari, barulah alat musik dimainkan sembari mengiringi gerakan mereka," ujarnya.
Menurut Kadu, jika saat melakukan ritual, para penari akan kebal dengan segala sesuatu, mulai dari api, parang hingga benda tajam.
"Kalau arwah sudah masuk, mereka akan kebal dengan benda tajam. Bisa dicoba," ungkapnya.
Advertisement
Ritual Rasa Syukur
Mereka mengaku, Tarian ini dipraktekkan sebagai ucapan rasa syukur kepada Tuhan dan tumbuh bersama kehidupan masyarakat setempat. Sayangnya, tidak ada penjelasan lebih lanjut terkait tradisi ini.
"Beberapa penelitian, tidak ada yang menjelaskan secara rinci. tetapi bagi kami ini adalah ritual meminta dan bersyukur," katanya.
"Waktu yang pas melakukan dayango ada dua. Malam jumat dan senin saat warga desa terserang penyakit atau saat hasil panen melimpah," ia menandaskan.