Mengenal Ultra Processed Food yang Bisa Picu Kanker Mulut

Ultra processed food adalah makanan yang telah melewati berbagai pemrosesan, misal pengeringan, pemanggangan, perebusan, pasteurisasi, dan lainnya.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 24 Nov 2023, 16:00 WIB
Diterbitkan 24 Nov 2023, 16:00 WIB
Ilustrasi
Ilustrasi jasa pengantaran makanan. (dok. pexels/MART PRODUCTION)

Liputan6.com, Yogyakarta - Mengonsumsi banyak ultra processed food (UPF) dapat memicu kanker saluran pencernaan, seperti kanker mulut, tenggorokan, dan esofagus. Dalam sebuah penelitian tahun 2019, di Amerika Serikat memperkirakan sekitar 71 persen pasokan makanan mungkin merupakan ultra processed food.

Dikutip dari berbagai sumber, ultra processed food adalah makanan yang telah melewati berbagai pemrosesan, misal pengeringan, pemanggangan, perebusan, pasteurisasi, dan lainnya.

Biasanya makanan ini terbuat dari zat yang diekstraksi dari makanan, seperti lemak, pati, gula tambahan, atau lemak yang terhidrogenasi. Makanan ultra proses juga biasanya mengandung banyak bahan tambahan, misalnya gula, garam, lemak, perasa, pewarna, atau pengawet buatan. Hal ini selanjutnya dapat mempengaruhi kandungan nutrisinya.

Adapun contoh dari ultra processed food adalah kentang yang diolah menjadi kentang goreng atau disebut french fries, kemudian gandum yang diolah menjadi cookies.

Orang yang mengonsumsi 10% lebih banyak UPF memiliki risiko 23% lebih tinggi terkena kanker kepala dan leher, serta risiko 24% lebih tinggi terkena adenokarsinoma esofagus, sejenis kanker yang tumbuh di kelenjar yang melapisi bagian dalam organ.

“Studi ini menambah semakin banyak bukti yang menunjukkan adanya hubungan antara UPF (makanan ultraproses) dan risiko kanker,” ujar asisten direktur penelitian dan kebijakan di World Cancer Research Fund International, Dr. Helen Croker dalam sebuah pernyataan.

Namun sampai saat ini, ahli epidemiologi nutrisi di Cabang Nutrisi dan Metabolisme di Badan Internasional Dr. Ingre Huybrechts menyebut, pernyataan itu masih memerlukan lebih banyak penelitian yang lebih komprehensif dan pengumpulan data untuk memahami hubungan yang ditemukan dalam penelitian terbaru ini.

Ingre juga membeberkan, data pola makan mulai dikumpulkan pada 1990-an ketika konsumsi UPF masih relatif rendah. Dengan demikian, hubungan tersebut berpotensi menjadi lebih kuat termasuk penilaian tindak lanjut pola makan baru-baru ini.

Belakangan, UPF mulai beragam, seperti soda, keripik, nugget, sup kemasan, es krim, dan lainnya, mengandung bahan-bahan yang tidak pernah atau jarang digunakan di dapur, atau kelas bahan tambahan yang fungsinya membuat produk akhir enak atau lebih menarik.

Daftar bahan tambahannya mencakup bahan pengawet untuk melawan jamur dan bakteri, pengemulsi untuk mencegah pemisahan bahan-bahan yang tidak kompatibel, pewarna dan pewarna buatan, bahan anti pembusaan, penggembur, pemutih, pembentuk gel dan kaca, dan menambahkan atau mengubah gula, garam, dan lemak yang dirancang untuk membuat makanan lebih menarik.

 

Lemak Tubuh Jadi Faktor Risiko

Studi baru yang diterbitkan European Journal of Nutrition, menganalisis data pola makan dan gaya hidup, termasuk pertanyaan tentang konsumsi makanan ultraproses, pada 450.111 orang dewasa, mereka adalah yang berpartisipasi dalam European Prospective Investigation into Cancer and Nutrition, atau EPIC. Salah satu studi terbesar di Eropa, EPIC merekrut peserta sekitar tahun 1992 dan 1999 dari 23 pusat di 10 negara Eropa dan Inggris.

Dari sana kemudian diketahui kelebihan berat badan atau obesitas merupakan faktor risiko yang diketahui menyebabkan setidaknya 13 jenis kanker, termasuk kanker kerongkongan.

Namun, setelah melakukan analisis statistik terhadap hasilnya, para peneliti menemukan peningkatan lemak tubuh hanya menyumbang sebagian dari hubungan statistik antara makanan ultraproses dan kanker saluran pencernaan bagian atas selama periode 14 tahun.

Peningkatan rasio pinggang-pinggul hanya menjelaskan 5 persen dari 23 persen risiko lebih tinggi terkena kanker kepala dan leher, menurut penelitian. Peningkatan indeks massa tubuh, atau BMI, menjelaskan 13 persen dari 24 persen risiko tambahan kanker esofagus, sementara rasio pinggang-pinggul menjelaskan 15%.

Dengan kata lain, jika UPF berkontribusi terhadap risiko kanker, maka hal tersebut terjadi dalam skala kecil melalui kontribusi terhadap obesitas, dan dalam skala yang lebih besar melalui mekanisme lain.

Ada kemungkinan bahwa bahan-bahan seperti pengemulsi, pengawet, pemanis buatan, dan racun yang ditemukan dalam kemasan makanan juga berperan dalam hubungan antara makanan ultraproses dan kanker atau penyakit lainnya, kata penulis penelitian.

 

Penulis: Taufiq Syarifudin

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya