Agustus Puncak Musim Kemarau, Masyarakat Diimbau Melapor Jika Butuh Air Bersih

Baru tercatat 7 laporan kejadian kekeringan, sebanyak 3 kejadian kekeringan berakibat kebakaran terjadi di penghujung Agustus 2024.

oleh Arie Nugraha diperbarui 31 Agu 2024, 19:00 WIB
Diterbitkan 31 Agu 2024, 19:00 WIB
Lahan pertanian kekeringan, petani terancam gagal panen di Kecamatan Kebonpedes Kabupaten Sukabumi (Liputan6.com/Fira Syahrin).
Lahan pertanian kekeringan, petani terancam gagal panen di Kecamatan Kebonpedes Kabupaten Sukabumi (Liputan6.com/Fira Syahrin).

Liputan6.com, Bandung - Badan Penanggulangan Bencana Daerah Jawa Barat (BPBD Jabar) mengimbau kepada masyarakat agar segera melapor jika membutuhkan air bersih saat memasuki musim kemarau.

Imbauan itu dilakukan oleh BPBD Jabar, sebagai langkah pencegahan kekeringan, kebakaran hutan dan lahan yang kerap terjadi di wilayah Provinsi Jabar.

Menurut Pelaksana harian (Plh) Kepala Pelaksana BPBD Jabar Anne Hermadianne Adnan meminta semua pihak untuk mewaspadai dampak bencana yang kerap terjadi, khususnya sejumlah wilayah yang biasa dilanda kekeringan.

"Agustus merupakan puncak musim kemarau. Hal ini dapat dapat memicu berbagai fenomena kekeringan, karhutla, kurangnya air bersih hingga gagal panen," ucap Anne di Kota Bandung, Kamis (29/8/2024).

Anne mengatakan, ada berbagai upaya yang bisa dilakukan masyarakat selama kemarau ini, yaitu dengan menjaga sumber mata air, tidak merusak hutan atau cagar alam.

Dalam konteks pertanian sebut Anne, memanfaatkan mulsa yaitu material penutup tanaman budi daya untuk menjaga kelembaban tanah, serta menekan pertumbuhan gulma dan penyakit sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik.

"Untuk memenuhi kebutuhan keluarga dengan membuat penampungan air hujan di sekitar pekarangan rumah," kata Anne.

Sementara itu, Pranata Humas Ahli Muda BPBD Jabar Hadi Rahmat mengimbau masyarakat untuk segera melaporkan kepada pihak berwenang jika wilayahnya kekeringan dan susah untuk mendapatkan air bersih, serta mengatur jadwal penggunaan air yang masih ada.

"Segera melaporkan dan meminta bantuan air bersih pada pihak yang berwenang. Jangan lupa simak info terkini di radio, televisi, media online, dan sumber informasi resmi dari pemerintah terkait kemungkinan adanya informasi yang dibutuhkan masyarakat," sebut Hadi.

Hadi menegaskan untuk pasca-kekeringan, masyarakat juga bisa melakukan berbagai cara menjelang musim hujan tiba, seperti membuat sumur resapan/biopori, atau embung untuk menampung air hujan.

"Secara kolektif bisa membuat embung untuk menampung air hujan dan dipergunakan saat musim kemarau," ucap Hadi.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


7 Laporan Kekeringan

Dilansir data BPBD Jabar dari periode 1 Januari-29 Agustus 2024, baru tercatat 7 laporan kejadian kekeringan. Sebanyak 3 kejadian kekeringan berakibat kebakaran terjadi di penghujung Agustus 2024.

Kejadian pertama kebakaran hutan dan lahan di Desa/Kelurahan Babakan Asem, Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang, Selasa, 27 Agustus 2024 pukul 22.50 WIB.

Hal serupa terjadi di Desa/Kelurahan Citatah, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat, Rabu, 28 Agustus 2024, pukul 18.17 WIB. Terakhir di Desa/Kelurahan Karang Tengah, Kecamatan Gunung Puyuh, Kota Sukabumi, Rabu,28 Agustus 2024 pukul 22.40 WIB.

Secara total dalam periode 1 Januari-29 Agustus 2024 terjadi 56 kebakaran lahan, 177 banjir, 367 tanah longsor, 497 kejadian akibat cuaca ekstrem, dan 12 kejadian terdampak gempa bumi.

 


Tas Siaga Bencana

Dilansir oleh laman Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan, Indonesia merupakan sebuah negara yang dikelilingi oleh banyak sekali hal-hal yang membuatnya rawan terkena bencana alam, seperti gunung-gunung aktif yang menyebabkan letusan gunung vulkanik Laut yang dapat menyebabkan tsunami dan juga gelombang pasang, hutan–hutan yang berpotensi menimbulkan kebakaran hutan dan lain sebagainya.

Melihat potensi terhadap suatu bencana yang cukup tinggi, masyarakat diharapkan bisa selalu siap sedia dalam menghadapi adanya bencana alam atau fenomena alam dadakan yang menyebabkan seseorang harus pergi meninggalkan ruangan ataupun tempat tinggal.

Dengan meninggalkan tempat tinggal, maka bekal dan juga persiapan merupakan hal yang sangat penting untuk dipersiapkan. Untuk itu, tas siaga bencana merupakan solusi yang baik dan tepat bagi seluruh masyarakat untuk dipersiapkan. Tas siaga bencana merupakan tas yang digunakan oleh masyarakat untuk pergi meninggalkan rumah ketika bencana terjadi.

Sehingga, apabila bencana secara tiba-tiba terjadi, maka masyarakat bisa langsung keluar dari rumah dan langsung menggunakan tas yang telah dipersiapkan sebelumnya tersebut tanpa harus susah payah memilih dan memilah barang penting apa yang akan dibawa selama berada di pengungsian.

Tas siaga bencana ini terisi:

1. Air Minum

2. Surat–surat penting

3. Masker

4. Uang

5. Alat pertongan pertama pada kecelakanaan (P3K)

6. Peluit

7. Ponsel atau radio komunikasi

8. Pakaian untuk beberapa hari

9. Perlengkapan mandi10. Senter dan juga baterai.

11. Makanan siap santap

12. Jas hujan

Dengan masuknya barang-barang penting tersebut, apabila datang bencana secara mendadak, masyarakat dapat mengevakuasi diri lebih cepat sehingga terhindar dari dampak yang lebih besar yang disebabkan oleh bencana tersebut.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya