Sejarah Hari Nusantara 13 Desember, Pentingnya Deklarasi Djuanda dalam Kedaulatan Laut Indonesia

Awalnya, batas wilayah laut Indonesia yang dibuat berdasarkan ketentuan TZMKO adalah 3 mil. Batas tersebut merupakan jarak yang sempit dan mengakibatkan munculnya laut-laut bebas di antara pulau-pulau Indonesia.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 13 Des 2024, 07:23 WIB
Diterbitkan 13 Des 2024, 07:23 WIB
Peta Nusantara lama pada zaman Belanda. (Foto: Wikimedia commons)
Peta Nusantara lama pada zaman Belanda. (Foto: Wikimedia commons)

Liputan6.com, Yogyakarta - Hari Nusantara diperingati setiap 13 Desember sebagai momen penting untuk mengenang lahirnya Deklarasi Djuanda. Hadirnya peringatan ini diharapkan dapat mengingat pentingnya peran deklarasi tersebut dalam penetapan kedaulatan laut dan negara Indonesia.

Mengutip dari Ensiklopedia Sejarah Indonesia Kemdikbud, Deklarasi Djuanda dirumuskan oleh Perdana Menteri Indonesia Djuanda Kartawidjaja pada 13 Desember 1957. Deklarasi ini merupakan respon atas masih berlakunya undang-undang kelautan Hindia Belanda, Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie (TZMKO, Ordonansi Laut Teritorial dan Lingkar Maritim) 1939 yang dianggap merugikan eksistensi Indonesia sebagai negara kepulauan.

Awalnya, batas wilayah laut Indonesia yang dibuat berdasarkan ketentuan TZMKO adalah 3 mil. Batas tersebut merupakan jarak yang sempit dan mengakibatkan munculnya laut-laut bebas di antara pulau-pulau Indonesia.

Setelah Indonesia merdeka, Ordonansi ini masih berlaku selama bertahun-tahun. Adanya Deklarasi Djuanda bertujuan agar TZMKO 1930 tidak berlaku lagi.

Pada 1960, pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Prp Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia. Ini merupakan langkah hukum yang diambil pemerintah Indonesia agar Deklarasi Djuanda memiliki kekuatan hukum yang mengikat secara internasional.

Awalnya, Deklarasi Djuanda mendapat penolakan dari dunia maritim internasional. Protes datang dari Australia, Perancis, Inggris, Jepang, Selandia Baru, Belanda, dan Amerika Serikat.

Isi Deklarasi Djuanda menegaskan bahwa seluruh perairan yang mengelilingi, menghubungkan, dan di antara pulau-pulau Indonesia adalah bagian yang tak terpisahkan dari wilayah yurisdiksi Republik Indonesia. Isi deklarasi ini dipandang bertentangan dengan hukum internasional kala itu yang hanya memberi pengakuan pada wilayah laut selebar tiga mil dari setiap pulau.

Selain itu, belum ada pengakuan terhadap kesatuan kewilayahan, di mana laut, pulau, dan gugusan kepulauan merupakan satu kesatuan kewilayahan. Meski menuai protes dari beberapa negara, tetapi ada dua negara yang mendukung, yakni Uni Soviet dan China.

Selepas Deklarasi Djuanda, pemerintah Indonesia terus berupaya agar wilayah laut Indonesia diakui dunia internasional. Pada 1958, Indonesia mengambil bagian dalam Konferensi Hukum Laut yang diselenggarakan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaui United Nations Conference on the Law of Sea (UNCLOS) I yang diadakan di Jenewa, Swiss.

Sayangnya, suara yang menentang deklarasi tersebut masih dominan. Indonesia pun menarik kembali usulnya dan memilih untuk memperkuat konsep yang ditawarkan dalam deklarasi tersebut.

Kemudian, isi Deklarasi Djuanda diresmikan pada Februari 1960 melalui Undang-Undang/Prp No. 4/1960. Hal ini bertujuan untuk menjadi bekal menuju Konferensi PBB kedua tentang Hukum Laut di Jenewa pada 1960 meskipun tema Negara Nusantara tidak didiskusikan.

 

Konferensi Hukum Laut Internasional PBB

Pada Konferensi Hukum Laut Internasional PBB yang ketiga pada Desember 1963, Indonesia kembali mengajukan gagasan tentang Kesatuan Kewilayahan untuk Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan. Untuk mendapatkan dukungan, Indonesia melobi sejumlah negara, baik negara-negara kepulauan, negara-negara Asia-Afrika, negara-negara pantai di Asia-Afrika dan Amerika Latin, serta negara-negara maju.

Konsep ini menekankan bahwa kesatuan yang dimaksud bukan hanya antara darat dan laut, melainkan juga udara dan kekayaan alam di dalam bumi Indonesia. Akhirnya, konsepsi Kesatuan Kewilayahan Nasional ini mendapat pengakuan dalam Konvensi Hukum Laut PBB di Montego Bay, Jamaika, pada 10 Desember 1982.

Pemerintah Indonesia mengesahkan konvensi ini melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan UNCLOS. UNCLOS diratifikasi oleh 60 negara dan resmi berlaku mulai 16 November 1994. Seluruh negara yang meratifikasi UNCLOS terikat dengan isinya.

Adapun konvensi ini memberikan pengakuan pada konsep archipelagic nation (negara kepulauan). Selain itu, juga ditetapkan batas wilayah laut teritorial negara kepulauan, yang lebarnya 12 mil dari garis dasar terluar dari pulau terluar, dan wilayah 200 mil laut dari garis dasar sebagai kawasan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).

Deklarasi Djuanda yang diakui secara internasional ini menandai pentingnya peran dan kontribusi Indonesia terhadap hukum laut internasional. Melalui Deklarasi Djuanda, batas teritorial laut Indonesia bertambah secara signifikan, yakni dari 3 mil menjadi 12 mil laut.

Bertolak dari Deklarasi Djuanda tersebut, pada 13 Desember 1999 dicanangkan sebagai Hari Nusantara. Dua tahun kemudian, yakni pada 11 Desember 2001, Presiden RI Megawati Soekarnoputri menetapkan bahwa 13 Desember dinyatakan sebagai Hari Nusantara yang diperingati setiap tahun. Penetapan itu dilakukan melalui Surat Keputusan Presiden Nomor 126 Tahun 2001.

Penulis: Resla

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya