Liputan6.com, Yogyakarta - Wacana kepala daerah dipilih DPRD mendapat kritikan dari Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada, Yance Arizona sebagai tanda nyata kemunduran demokrasi di Indonesia. Kepala daerah dipilih DPRD ini menurut Yance jika ide ini direalisasi akan menjadi taktik awal dalam merusak kelembagaan demokrasi yang telah dibangun sejak reformasi. Yance mengatakan ada beberapa dampak negatif jika pemilihan kepala daerah dikembalikan ke DPRD. Pertama, dari sisi politik akan menghilangkan hak politik warga untuk memimpin pemimpin daerah. “Dalam 20 tahun terakhir, banyak pemimpin daerah baik yang lahir karena dipilih langsung oleh rakyat,” kata Yance.
Advertisement
Baca Juga
Advertisement
Yance mengatakan wacana kepala daerah dipilih DPRD ini adalah bentuk lemahnya komitmen orang-orang yang terpilih secara demokratis dan mematikan proses-proses demokratis yang tadinya memungkin mereka untuk duduk di kekuasaan tersebut. Kedua, akan ada faktor determinan dari partai politik untuk menentukan kepala daerah. “Jadi, partai-partai menengah dan kecil mestinya tidak ikut dalam wacana untuk mengembalikan pemilihan kepala daerah oleh DPRD karena mereka tidak akan dapat apa-apa nanti,” papar Yance.
Alasan wacana ini berkaitan dengan penghematan dana pilkada serta sebagai upaya pemutusan praktik politik uang yang marak dilakukan dalam masa kampanye baginya hal tersebut bukanlah masalah. Menurutnya politisi seharusnya efisiensi dapat dilakukan pada dana politik, misalnya seperti mengurangi pembiayaan perjalanan dinas untuk penyelenggara atau rapat rutin yang dilakukan dalam periode pilkada tersebut.
Ketimbang mengusulkan perubahan sistem pemilihan kepala daerah, Yance merasa hal ini dapat diatasi apabila pemerintah dapat memperbaiki efisiensi anggaran dan menindak tegas pelaku politik uang melalui lembaga-lembaga berwenang yang telah dibentuk. Dirinya juga menjelaskan kondisi politik saat ini dengan kasus-kasus aparatur negara yang seharusnya netral, tetapi dalam beberapa kesempatan menunjukkan keberpihakannya dengan ikut dalam kampanye dan terlibat dalam mengkondisikan calon kepala daerah yang diinginkan.
Situasi ini tentu akan semakin keruh apabila wacana perubahan sistem pilkada yaitu kepala daerah dipilih DPRD diloloskan. “Ke depan akan sangat mudah bagi pemerintah untuk menentukan siapa yang menjadi kepala daerah sehingga rakyat perlu menyuarakan itu,” ujarnya.