5 Februari 1933: Mengenang Peristiwa Kapal Tujuh Provinsi

Adapun peristiwa pemberontakan Kapal Tujuh Provinsi ini tercatat sebagai pemberontakan anti-kolonial pertama di kalangan para pelaut Indonesia. Hingga setiap 5 Februari diperingati sebagai momen untuk mengenang peristiwa tersebut.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 05 Feb 2025, 09:00 WIB
Diterbitkan 05 Feb 2025, 09:00 WIB
Ilustrasi kapal laut
Ilustrasi kapal laut... Selengkapnya

Liputan6.com, Yogyakarta - Peristiwa Kapal Tujuh Provinsi merupakan salah satu peristiwa penting dalam sejarah bangsa Indonesia. Ini merupakan peristiwa pemberontakan Kapal Tujuh Provinsi (Zeven Provinciën) yakni pemberontakan anti kolonial pertama yang dilakukan oleh prajurit laut Indonesia.

Mengutip dari berbagai sumber, pemberontakan Kapal Tujuh Provinsi terjadi di atas kapal angkatan laut HNLMS (Her Netherlands Majesty’s Ship) yang merupakan Angkatan Laut Kerajaan Belanda. Pemberontakan terjadi di kapal Zeven Provinciën, salah satu kapal terbesar milik pemerintah Hindia Belanda.

Kapal tersebut berfungsi sebagai tempat karantina sejumlah marinir, baik dari bangsa Eropa, Belanda, dan Indonesia. Kapal ini juga digunakan sebagai tempat pelatihan para marinir pribumi yang telah menyelesaikan studinya di Pendidikan Dasar Pelaut Bumiputera (Kweekschool voor Inlandse Schepelingen), Makassar.

Pemberontakan Kapal Tujuh Provinsi dipicu oleh kasus pemotongan gaji secara tak adil oleh Hindia Belanda terhadap para pekerja pribumi hingga 17 persen. Pemotongan gaji tersebut sudah dilakukan beberapa kali yang dilatarbelakangi oleh kehidupan ekonomi dunia yang mulai menyusut pada 1930-an.

Setelah mengalami defisit, Pemerintah Kolonial Hindia Belanda atas usulan Gubernur Jenderal de Jonge pun mengeluarkan informasi pengurangan gaji marinir. Memasuki 1932, upah awal kapal diturunkan sebesar 10 persen.

Masih di tahun yang sama, pemotongan gaji kembali dilakukan sebesar tujuh persen. Jumlah pemangkasan gaji menjadi 17 persen dengan pengurangan sebelumnya.

Meski mendapat banyak penolakan, Pemerintah Hindia Belanda tetap mengeluarkan pernyataan dalam keputusan Koninlijk Besluit No.51 yang isinya adalah pemangkasan gaji yang resmi akan dilakukan pada 1 Februari 1933. Pada 26 Januari 1933, para marinir baru mengetahui kabar pemotongan dengan rincian sebesar 17 persen bagi awak kapal dari kalangan bumiputera dan 14 persen bagi orang Belanda.

Berawal pada 27 Januari 1933, para pelaut Indonesia melakukan aksi mogok kerja. Hal ini dilakukan sebagai upaya penolakan penurunan gaji yang diputuskan oleh Gubernur Hindia Belanda, Bonifacius Cornelis De Jonge.

Kabar ini pun tersebar melalui pemberitaan di radio hingga terdengar oleh Kapal Tujuh yang sedang berlabuh di Sabang, Aceh. Kemudian pada 30 Januari 1933, pemogokan kerja kembali terjadi di Surabaya.

Para pemimpin pelaut Kapal Tujuh Provinsi (TP) di Aceh pun melakukan rapat. Mereka mengancam para ABK untuk tidak meniru kejadian tersebut.

Kejadian Kapal TP pun tersiar luas. Para pers asing ramai-ramai mengabarkan kejadian ini hingga ke Belanda. Perhimpunan Indonesia di Belanda kemudian mengeluarkan manifesto yang mendukung pemberontakan tersebut.

Pada 4 Februari 1933, puncak Peristiwa Kapal Tujuh Provinsi terjadi. Pada 5 Februari 1933, pimpinan pemberontakan mengeluarkan siaran pers dalam tiga bahasa, yaitu Belanda, Inggris, dan Indonesia (Melayu).

Isinya berupa pemberitahuan bahwa Kapal TP sudah diambil-alih dan sedang bergerak ke Surabaya. Tak hanya aksi mogok kerja, pemberontakan yang terjadi di lepas pantai Sumatra ini juga melibatkan bom-bom dari udara yang menggunakan pesawat milik Belanda.

Kebijakan penurunan gaji hingga 17 persen ini juga ditentang oleh para pegawai Eopa. Akibatnya, De Jonge mendapat serangan dari berbagai pihak.

Adapun peristiwa pemberontakan Kapal Tujuh Provinsi ini tercatat sebagai pemberontakan anti-kolonial pertama di kalangan para pelaut Indonesia. Hingga setiap 5 Februari diperingati sebagai momen untuk mengenang peristiwa tersebut.

Penulis: Resla

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya