Liputan6.com, Makassar Tim Penyidik pada Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) melakukan pelimpahan tahap II atau penyerahan 3 tersangka dan barang bukti dugaan korupsi proyek pembangunan perpipaan air limbah Kota Makassar Zona Barat Laut (Paket C) Tahun Anggaran 2020-2021 ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sulsel.
Advertisement
Baca Juga
Adapun ketiga tersangka korupsi dalam proyek bernilai kontrak Rp68.788.603.000 itu, yakni Direktur Cabang PT Karaga Indonusa Pratama/PT.KIP inisial JRJ, Penjabat Pembuat Komitmen/PPK Paket C inisial SD dan Ketua Pokja Pemilihan Paket C3 inisial EB.
Advertisement
Proses pelimpahan tahap II dilaksanakan di Lapas Kelas IA Makassar dengan dihadiri 6 orang Penyidik dan Jaksa penuntut Umum (JPU).
"Ketiga tersangka korupsi proyek perpipaan air limbah tersebut juga dilakukan penahanan oleh tim JPU Kejati Sulsel di Lapas Kelas IA Makassar selama 20 hari terhitung Kamis 6 Februari 2025 hingga Selasa 25 Februari 2025," ucap Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sulsel, Soetarmi via telepon, Jumat (7/2/2025).
Modus Operandi Hingga Jeratan Pasal
Dari hasil penyidikan, tersangka JRJ selaku Direktur Cabang PT. Karaga Indonusa Pratama (PT. KIP) diketahui mengajukan termin XI (Mc 23), dengan alasan menjadi target pencapaian prestasi proyek.
JRJ lalu meminta dan mengarahkan saksi Sardilla alias Dila selaku PM untuk mengajukan termin 11 (MC 23) dengan menyampaikan bahwa ia sudah koordinasi dengan pihak Kepala Satker terkait rencana pencairan termin XI tersebut. Padahal bobot fisik yang ada sebelum pengajuan Mc23 dengan bobot 67.171 nyatanya juga belum mencapai 61,782 persen, melainkan hanya sebesar 53 persen.
Hal ini bersesuaian dengan opname terakhir (sebelum pemutusan kontrak) tanggal 4 Januari 2023 yang dilaksanakan oleh PPK dan Konsultan Pengawas. Bobot fisik yang diperoleh hanya sebesar 52,171 persen dan pada saat dilakukan perhitungan fisik oleh ahli dari Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan Provinsi Sulsel, diperoleh kesimpulan jika bobot di lapangan hanya sebesar 55.52 persen.
Selain itu, tersangka JRJ juga telah mempergunakan uang yang bersumber dari termin 1 hingga 11 pada pembayaran paket C3 untuk kepentingan pribadi dan tidak sesuai peruntukkan.
Tindaklanjut dari permintaan PT. KIP di termin XI (Mc 23) tersebut, dengan alasan ada perintah melalui disposisi Kasatker “agar segera diproses”.
Oleh tersangka SD selaku PPK C3 kemudian memproses permintaan pembayaran dari PT. KIP dengan alasan penyerapan anggaran di akhir tahun 2021.
Tersangka SD lalu memerintahkan saksi Farid (staf keuangan) membuat dokumen keuangan yang terdiri dari berita acara tingkat kemajuan fisik, penyelesaian pekerjaan, pembayaran, kuitansi pembayaran, dan SPTJB sebagai kelengkapan pembayaran yang pembuatannya tidak berdasar laporan progres dari Konsultan Pengawas, tetapi semua atas perintah tersangka SD.
Padahal oleh tersangka SD selaku PPK mengetahui pengajuan pembayaran pada termin 11 Mc 23 tersebut tidak sesuai bobot fisik di lapangan, sehingga seharusnya pengajuan pembayaran dengan dasar termin XI Mc 23 belum dapat ditindaklanjuti.
Saat pembuktian kualifikasi, tersangka EB selaku Ketua Pokja Pemilihan paket C3 sengaja tidak memeriksa/meneliti keabsahan dan kebenaran dari data pengalaman kerja PT. Karaga Indonusa Pratama (PT. KIP). Namun dengan cara hanya mensyaratkan referensi pengalaman kerja disertai kontrak yang dapat dibuktikan kebenaran riwayat pengalaman kerja tersebut, yakni dengan cara membuat undangan klarifikasi No.BP2JK/Pokja-PPW2/F/14 tanggal 17 Januari 2020 perihal Klarifikasi Kualifikasi Peralatan Utama, Personil Manajerial dan Harga Timpang yang pada pokoknya untuk pengalaman pekerjaan PT. KIP disyaratkan hanya membawa referensi pengalaman kerja disertai kontrak yang dapat membuktikan kebenaran riwayat pengalaman kerja tersebut.
Padahal ia mengetahui pekerjaan PembangunanJaringan Pipa Air Limbah Gatot Subroto (dengan pemberi kerja PD Palijaya Jakarta) yang dijadikan sebagai data pengalaman oleh PT KIP senyatanya sampai pelelangan Paket C3 selesai bahkan sampai penandatangan kontrak paket C3 pada 27 Februari 2020, pekerjaan pemasangan jaringan pipa air limbah Gatot Subroto tersebut belum selesai dilaksanakan oleh PT KIP di PD Palijaya sesuai BAST Pekerjaan Tahap I/PHO No.761/1/712.8 tanggal 4 Mei 2020.
"Perbuatan ketiga tersangka menyebabkan pembangunan Perpipaan Air Limbah Kota Makassar Zona Barat Laut (Paket C-3) didapati selisih bobot pengerjaan sebesar 54,20 persen berdasarkan pemeriksaan fisik ahli yang merugikan keuangan negara yang berasal dari biaya yang telah dikeluarkan berupa pembayaran realisasi fisik yang tidak sesuai volume/progres fisik di lapangan senilai Rp8.092.041.127," terang Soetarmi.
Perbuatan ketiga tersangka dinilai melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam primair Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-undang RI Nomor : 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang RI Nomor : 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor: 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP subsidair Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor : 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang RI Nomor : 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP.
“Setelah serah terima tersangka dan barang bukti, Tim JPU segera mempersiapkan surat dakwaan untuk kelengkapan pelimpahan perkara tersebut ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Makassar,” Soetarmi menandaskan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement