Liputan6.com, Hong Kong - Bursa saham Asia mengalami pukulan besar pada perdagangan saham Senin pekan ini dipicu aksi jual yang terjadi di bursa saham global.
Indeks saham Shanghai dibuka anjlok sekitar 8,4 persen pada awal perdagangan saham. Sejumlah saham yang tercatat di bursa saham Shanghai termasuk perusahaan besar milik negara turun 10 persen pada satu jam perdagangan.
Baca Juga
Penurunan indeks saham juga diikuti indeks saham Shenzhen melemah lebih dari 7,5 persen. Di bursa saham Jepang, indeks saham Jepang Nikkei susut 2,7 persen di awal perdagangan saham. Indeks saham Australia melemah 2,7 persen, indeks saham Korea Selatan Kospi melemah 0,9 persen. Sejumlah mata uang Asia pun cenderung melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Advertisement
Ada sejumlah faktor menekan perdagangan saham di awal pekan ini, mengutip dari laman CNN Money, Senin (24/8/2015):
1. Kekhawatiran pelaku pasar terhadap ekonomi China melambat lebih cepat.
2. Ketidakpastian bank sentral Amerika Serikat/The Federal Reserve untuk menaikkan suku bunga minyak.
3. Harga minyak mentah semakin turun hingga diperdagangkan mendekati level US$ 40, titik terendah lebih dari enam tahun.
Pada akhir pekan lalu, indeks saham Dow Jones turun lebih dari 1.000 poin. Penurunan itu terburuk dalam lima hari perdagangan saham sejak 2011. Indeks saham Shanghai melemah 11,5 persen dalam sepekan.
Penurunan indeks saham itu terjadi setelah kekhawatiran meningkat seiring rilis data aktivitas manufaktur China jatuh ke level terendah dalam 77 bulan. Pada pekan ini, investor akan lebih mengetahui bagaimana impor China, dan ini ukuran utama bagi banyak negara yang mengandalkan China sebagai mitra dagang.
Selain China, kepastian kenaikan suku bunga AS juga menjadi fokus pelaku pasar. Banyak investor dan ekonom bertaruh kalau kenaikan suku bunga dilakukan pada September. Kenaikan ini belum dilakukan sejak 2006.
Dengan kenaikan suku bunga tersebut akan meningkatkan biaya pinjaman, dan bunga pinjaman terutama untuk perusahaan di pasar negara berkembang. Hal ini juga membuat utang Amerika Serikat lebih menarik bagi investor.
Sedangkan harga minyak sentuh mendekati level US$ 40 per barel juga menjadi fokus pelaku pasar. Minyak merupakan salah satu garis pertumbuhan ekonomi untuk negara berkembang. Dengan penurunan minyak ini menambah kekhawatiran pelaku pasar. (Ahm/Ndw)