Bursa Asia Kembali Menguat dari Titik terendah Sejak 2012

Indeks MSCI Asia Pasifik melonjak 1,3 persen pada pukul 10.04 waktu Tokyo Jepang.

oleh Arthur Gideon diperbarui 13 Jan 2016, 08:40 WIB
Diterbitkan 13 Jan 2016, 08:40 WIB
Bursa Saham Asia
(Foto: Reuters)

Liputan6.com, Sydney - Saham-saham di kawasan Asia Pasifik (bursa Asia) menguat dari titik terendah sejak 2012 mengikuti kenaikan yang dibukukan oleh Wall Street.

Mengutip Bloomberg, Rabu (13/1/2016), Indeks MSCI Asia Pasifik melonjak 1,3 persen pada pukul 10.04 waktu Tokyo Jepang. Sebelumnya, Indeks MSCI Asia Pasifik telah mengalami penurunan 7 hari berturut-turut.

Indeks Topix Jepang melonjak 2,2 persen, terbesar sejak 16 Desember 2015. Di Hong Kong, Indeks Hang Seng juga melonjak 1,4 persen. Sedangkan Indeks S&P/NZX 50 Selandia Baru naik 0,3 persen.

"Pasar saham mulai bergairah kembali," jelas Evan Lucas, Analis IG Ltd, Melborune, Australia. Harga minyak menjadi salah satu pendorongnya karena mampu bertahan di level US$ 30 per barel. Sedangkan para analis memperkirakan bahwa harga minyak akan jatuh di bawah US$ 30 per barel.

Sebelumnya, bursa Asia terus tertekan karena sentimen dari China. Tekanan di bursa saham China memicu penghentian sementara perdagangan saham. Mengingat sistem perdagangan di bursa China dirancang bila indeks saham acuan CSI 300 turun lima persen akan dihentikan sementara. Jika indeks saham acuan jatuh dan naik 7 persen maka akan dihentikan sementara selama sisa perdagangan saham.

Pelemahan bursa saham China tersebut juga menyeret bursa saham Asia mencatatkan level terendah lebih dari empat tahun seiring kekhawatiran terhadap prospek China berlanjut. Hal itu memicu aksi jual di bursa saham Asia.

Gejolak di pasar China telah berdampak ke global dalam pekan pertama 2016. Hal itu seiring penghentian sementara perdagangan saham dan bank sentral China menetapkan yuan di level terendah dalam delapan hari. Hal itu meningkatkan kekhawatiran terhadap perang mata uang global.

"Pasar khawatir tentang stabilitas keuangan China. Investor mencari tahu bagaimana visi ke depan soal rezim devisa baru bekerja," ujar Matthew Sherwood, Analis Perpetual Ltd. (Gdn/Nrm)


**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya