Wall Street Sentuh Rekor Terpicu Prediksi Kebijakan The Fed

Dengan melihat postur bank sentral global diharapkan akan menjadi arah The Fed untuk lebih lambat menaikkan suku bunga jangka pendeknya.

oleh Nurmayanti diperbarui 16 Agu 2016, 04:30 WIB
Diterbitkan 16 Agu 2016, 04:30 WIB
Wall Street
(Foto: Reuters)

Liputan6.com, New York - Wall Street mencetak rekor pada penutupan perdagangan Senin (Selasa pagi waktu Jakarta), didorong ekspektasi terjadinya pelonggaran moneter di seluruh dunia dan lonjakan harga minyak yang mencapai posisi tertinggi dalam lima minggu seiring spekulasi pengurangan pasokan.

Melansir laman Reuters, Dow Jones industrial average naik 59,58 poin atau 0,32 persen ke posisi 18.636,05. Sementara indeks S&P 500 naik 6,1 poin atau 0,28 persen menjadi 2.190,15 dan Nasdaq bertambah 29,12 poin atau 0,56 persen ke 5.262,02.

Pasar saham melaju usai data pekerjaan bulanan Amerika dilaporkan naik, mendorong optimisme tentang kondisi ekonomi negara ini.

Ketiga indeks utama ditutup mencapai rekor pada Kamis lalu untuk pertama kalinya sejak 1999. Indeks S & P 500 telah mencapai rekor intraday selama 13 kali, sejak Juli, termasuk pada Senin ini.

"Kami rasa kami masih dalam masa Goldilocks, di mana ini adalah sweet spot untuk ekuitas dan yang tidak akan berubah mungkin sampai kenaikan suku bunga berikutnya," kata Mike Bailey, Direktur Penelitian FBB Capital Partners.

Federal Reserve rencananya akan merilis hasil pertemuan Juli pada Rabu yang bisa memberikan petunjuk terkait rencana Bank Sentral AS ini untuk menaikkan tingkat suku bunga dan pandangan soal kesehatan ekonomi.

Dengan melihat postur bank sentral global diharapkan akan menjadi arah The  Fed untuk lebih lambat menaikkan suku bunga jangka pendeknya, menurut para analis.

"Ada kesadaran bahwa peristiwa di negara asing memiliki dampak yang jauh lebih terhadap tarif suku bunga AS dari yang berlaku sebelumnya," kata Michael Matousek, Kepala Trader Global Investors Inc AS di San Antonio.

Menurut dia, banyak orang berpikir masalah di luar negeri akan memicu tingkat suku bunga yang rendah dan yang mendasari ke pasar saham.

Lonjakan pasar saham AS ikut mendorong bursa London dan Frankfurt, yang naik masing-masing 0,36 persen dan 0,24 persen. Sementara bursa Pan-Eropa naik tipis 0,02 persen.

Ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter juga akan mendorong nilai treasury AS turun, dengan imbal hasil (yield) naik dari posisi terendah dalam dua minggu.

Pasar saham ikut dipengaruhi harga minyak mentah yang naik. Dengan minyak berjangka Brent naik US$ 1,45 menjadi US$ 48,42 per barel, tertinggi sejak 12 Juli. Sementara minyak mentah AS naik menjadi US$ 45,81 per barel. (Nrm/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya