Liputan6.com, New York - Wall Street ditutup melemah pada perdagangan Rabu (Kamis pagi waktu Jakarta). Komentar Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menjadi salah satu penyebab pelemahan bursa saham di AS.
Mengutip Reuters, Kamis (13/4/2017), indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup turun 59,44 poin atau 0,29 persen ke level 20.591,86. S&P 500 kehilangan kekuatan 8,85 poin atau 0,38 persen ke angka 2.344,93. Sedangkan Nasdaq Composite turun 30,61 poin atau 0,52 persen ke level 5.836,16.
Dalam sebuah wawancara dengan Wall Street Journal, Trump mengatakan bahwa nilai tukar dolar AS terlalu kuat terhadap beberapa mata uang utama lainnya. Dalam wawancara tersebut, Trump juga menginginkan suku bunga harus tetap rendah.
Advertisement
Baca Juga
Dolar AS memang terus menguat dalam beberapa pekan terakhir seiring dengan perbaikan prospek ekonomi AS. Selain itu, penguatan dolar AS juga terjadi karena adanya prospek kenaikan suku bunga di tahun ini.
Penguatan dolar AS tersebut tentu saja berdampak negatif terhadap perusahaan multinasional yang melakukan ekspor produknya. Keuntungan dari perusahaan tersebut tergerus karena penguatan dolar AS.
Dengan adanya komentar dari Presiden Trump tersebut membuat pelaku pasar melihat adanya ketidakpastian dalam pembuatan kebijakan di AS.
"Pasar tidak menyukai ketidakpastian," jelas Presiden Chase Investment Counsel, Charlottesville, Virginia, AS, Peter Tuz.
Komentar dari Presiden Trump ini justru menambah liar gerak Wall Street. Pasar melihat apakah Gedung Putih ke depan akan menjaga nilai tukar dolar AS atau tetap melepasnya sesuai mekanisme pasar.
Investor pun mulai mencari instrumen investasi untuk berlindung di luar bursa saham. Mereka mencari instrumen yang memiliki risiko gejolak yang rendah saat ini.
Selain itu, pelemahan Wall Street juga terjadi karena memanasnya situasi geopolitik di antara AS dengan Rusia terkait Korea Utara dan juga Suriah.
AS telah meluncurkan rudal-rudal di Suriah pada pekan lalu. Selain itu, kapal perang AS juga sedang bergerak ke semenanjung Korea. Hal ini membuat pelaku pasar berhati-hati dalam menentikan arah investasi. (Gdn/Ndw)
Â