Sektor Tambang Catatkan Kinerja Perkasa di Pasar Saham RI

Dari 10 sektor saham, hanya dua sektor saham masih catatkan kinerja positif yaitu sektor saham tambang dan industri dasar.

oleh Agustina Melani diperbarui 17 Jul 2018, 08:20 WIB
Diterbitkan 17 Jul 2018, 08:20 WIB
Pertambangan
Ilustrasi Foto Pertambangan (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Sektor saham tambang mampu mencatatkan kinerja pertumbuhan perkasa sepanjang tahun berjalan 2018.

Mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI), dari 10 sektor saham, hanya dua sektor saham masih catatkan kinerja positif yaitu sektor saham tambang dan industri dasar.

Hingga penutupan perdagangan saham Senin 16 Juli 2018, sektor saham tambang tumbuh 26,07 persen ke posisi 2.009. Sedangkan sektor saham industri dasar naik 12,11 persen ke posisi 772,71.

Namun, sektor tambang melemah pada penutupan perdagangan saham kemarin dengan turun 0,79 persen. Sektor saham industri dasar susut 1,11 persen.

Sementara itu, sektor saham aneka industri catatkan kinerja paling melemah sepanjang tahun berjalan 2018. Sektor saham aneka industri melemah paling dalam dengan turun 14,96 persen ke posisi 1.174. Lalu sektor saham barang konsumsi susut 14,47 persen ke posisi 2.447 hingga perdagangan saham Senin 16 Juli 2018.

Direktur PT Investa Saran Mandiri, Hans Kwee menuturkan, sektor saham tambang naik didorong faktor harga batu bara. “Harga batu bara naik untungkan sektor tambang. Di sisi lain, penjualan akan turun  karena naiknya harga,” ujar Hans.

Hal senada dikatakan Kepala Riset PT RHB Sekuritas Indonesia, Henry Wibowo. Ia menuturkan, harga batu bara Newcastle di kisaran USD 104, dan di pasar sport sekitar USD 115 per metric ton. Angka tersebut jauh dari perkiraan pasar sekitar USD 90-USDD 95.

"Rata-rata harga sekitar USD 104. Dengan spot USD 115, harapannya dongkrak profit dan revenue. Harapannya average harga batu bara USD 95-USD 100 hingga akhir 2018,” kata Henry saat dihubungi Liputan6.com, seperti ditulis Selasa (17/7/2018).

Lebih lanjut ia menuturkan, dolar Amerika Serikat (AS) menguat juga untungkan sektor tambang. "Majority 70-80 persen jual di dolar AS dan biaya sekitar 30-40 persen dengan rupiah,” kata dia.

Namun, sektor tambang juga akan hadapi tantangan. Salah satunya dari China. Henry menuturkan, salah satu pasar ekspor batu bara Indonesia besar ke China. Kini ekonomi China melambat dapat pengaruhi permintaan.

Meski demikian, Henry optimistis sektor saham tambang terutama batu bara  masih menarik hinga akhir 2018.

Ia pun memilih sejumlah saham yang dapat dicermati pelaku pasar antara lain PT United Tractors Tbk (UNTR), PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), dan PT Adaro Energy Tbk (ADRO).

"Target harga ITMG 33.100, ADRO 2.600, HRUM 3.400 dan UNTR 43.100," ujar dia.

 

Harga Batu Bara

Pertambangan
Ilustrasi Foto Pertambangan (iStockphoto)

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan Harga Batu bara Acuan (‎HBA) Juli 2018 di angka USD 104,65 per ton. Angka tersebut naik dari bulan sebelumnya atau dari Juni 2018 yang tercatat USD 96,61 per ton.

Direktur Jenderal Mineral dan Batu bara Kementerian ESDM Bambang Gatot mengatakan, Harga batu bara sangat fluktuasi. Setelah mengalami penurunan pada bulan lalu, kemudian mengalami kenaikan 8,63 persen dibanding Juni 2018.

"Ya fluktuatif sih masih aja sih. Ya tidak bisa ditebak, siapa yang bisa menebak harga komoditas. Kita lihat supply and demand aja," kata Bambang, di Jakarta, Rabu (5/6/2018).

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agung Pribadi menyebutkan penyebab meningkatnya harga batu bara pada Juli 2018 dipengaruhi beberapa hal.

Penyebab tersebut antara lain pasar energi global yang relatif membaik dan harga batu bara domestik di China mengalami kenaikan. Selain itu, harga minyak yang melambung juga mendorong kenaikan harga batu bara.

‎Agung melanjutkan, kenaikan harga batu bara juga disebabkan kenaikan permintaan di Eropa Utara dan China. Kenaikan tersebut lebih lebih besar jika dibandingkan ketersediaan stok batu bara dunia pada bulan juni 2018.

"Itu disebabkan‎ pada pasar Australia terjadi ketidakmampuan untuk meningkatkan produksi cukup cepat. Serta ekspor batu bara dari 3 ekportir utama ke Asia cenderung flat pada periode Januari- Juni 2018‎," tandasnya.

 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya