OJK Dahulukan Literasi Sebelum Kejar Inklusi Pasar Modal

Selama beberapa tahun sebelumnya, OJK sudah memulai literasi terkait pasar modal.

oleh Liputan6.com diperbarui 07 Des 2020, 17:05 WIB
Diterbitkan 07 Des 2020, 17:05 WIB
Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Tirta Segara (Dok Foto: Merdeka.com/Yayu Agustini Rahayu)
Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Tirta Segara (Dok Foto: Merdeka.com/Yayu Agustini Rahayu)

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong literasi keuangan kepada masyarakat agar benar-benar paham sebelum melakukan investasi di pasar modal, dibandingkan hanya mengejar inklusi keuangan atau terbukanya akses masyarakat ke sektor tersebut.

"Memang pasar modal ini mesti paham. Jadi yang untuk investasi, literasinya akan kita dorong lebih dulu baru inklusinya," kata Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Tirta Segara dalam Media Briefing "Perkembangan TPAKD - Menuju Rapat Koordinasi Nasional TPAKD 2020" dikutip dari Antara, Senin (7/12/2020). 

Menurut Tirta, produk-produk investasi di pasar modal lebih cocok untuk konsumen yang sudah teredukasi dengan baik atau highly educated mengingat istilah-istilah di pasar modal yang sangat spesifik.

"Jadi kalau orang mau investasi, mau beli saham, musti paham. Karena jangan sampai konsumen yang tidak paham, karena situasi pandemi mereka butuh uang butuh likuiditas sahamnya di-redeem, kok harganya jatuh. Kalau tidak paham malah bisa turunkan kepercayaan," ujar Tirta.

Sementara itu dari sisi pendanaan di pasar modal, lanjut Tirta, pihaknya juga terus mendorong literasi bahwa ada sumber pendanaan di pasar modal. Misalnya ada fasilitas urun dana atau crowdfunding, yang bisa jadi opsi bagi pelaku usaha kecil dan menengah mendapatkan modal.

"Jadi untuk dari sisi funding kita sudah dorong dulu, bahkan di level provinsi kita sudah sosialisasikan obligasi daerah. Tapi untuk investasi ini, harus hati-hati, harus paham dulu. Bahkan saya sarankan kalau untuk investasi yang di pasar modal entah saham, reksa dana, atau dia beli produk pasar modal yang lain, ini harus hati-hati karena memang harus paham dulu supaya nanti konsumen tidak merasa dirugikan tidak dijelaskan dan sebagainya," kata Tirta.

Tirta menuturkan, sejak beberapa tahun sebelumnya, otoritas sudah memulai literasi terkait pasar modal. Saat ini di universitas-universitas di seluruh provinsi di Indonesia sudah terdapat lebih dari 400 galeri investasi dan juga komunitas pasar modal yang juga aktif melakukan literasi.

Selain literasi di pasar modal, OJK juga akan mendorong inklusi dan literasi agar semakin banyak masyarakat yang memiliki akses dan semakin paham terhadap sektor jasa keuangan lainnya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Literasi Inklusi Keuangan Masih Jadi PR OJK

20151104-OJK
Tulisan OJK terpampang di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Wakil Direktur INDEF, Eko Listiyanto menilai Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah bekerja sesuai dengan peran dan tanggung jawabnya sebagai pengawas di industri jasa keuangan. Meskipun secara capaian masih banyak yang perlu ditingkat.

"Inklusi keuangan saya rasa sudah ada di treknya yang benar walaupun dari capaian masih belum maksimal," kata Eko dalam Forum Diskusi Salemba bertema: 9 Tahun Peran OJK dalam Menjaga Inklusi Jasa Keuangan Indonesia secara virtual, Jakarta, Kamis (3/12/2020).

Salah satunya terlihat dari indeks inklusi keuangan di Indonesia yang dalam survei OJK tahun 2019 baru mencapai 36 persen dan pasar modal baru 5 persen. Artinya masyarakat di Indonesia lebih mengenal atau akrab dengan aktivitas perbankan ketimbang pasar modal.

"Perbedaan ini menjadi gambaran, orang lebih akrab dengan perbankan daripada pasar modal," kata dia.

Meski begitu, Eko melihat hal ini bermakna masih banyak potensi di Indonesia yang perlu dikembangkan. Literasi terhadap inklusi keuangan juga harus lebih beragam. Sebab produk dari industri keuangan tidak hanya perbankan dan pasar modal.

Seiring berkembangnya teknologi kehadiran produk dari sektor jasa keuangan juga mulai beragam. Semisal kemunculan perusahaan fintech yang menawarkan beragam pembiayaan kepada masyarakat.

"Ke depan, kalau ini mau didorong, idealnya bukan hanya kepada perbankan saja tetapi juga entitas yang lainnya," ungkap Eko.

Selain itu literasi keuangan secara umum juga harus dipercepat. Setidaknya Indonesia tidak boleh kalah dengan Malaysia yang sudah mencapai 86 persen. Sebab saat ini posisi Indonesia berada di bawah Malaysia dan Thailand yakni baru 73 persen.

Sebab percepatan literasi inklusi keuangan ini bisa menggerakan perekonomian masyarakat dan pertumbuhan ekonomi nasional. Sehingga ujungnya untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.

"Sehingga manfaatnya ini bisa berjalan dengan ujungnya kesejahteraan dan penguatan pertumbuhan ekonomi," kata dia mengakhiri.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya