Bukit Asam Siap Produksi Karbon Aktif pada 2023

PT Bukit Asam Tbk menandatangani Head of Agreement (HoA) dengan produsen dan pemasok karbon aktif Activated Carbon Technologies PTY, LTD (ACT) yang berbasis di Australia.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 05 Apr 2021, 16:28 WIB
Diterbitkan 05 Apr 2021, 16:28 WIB
Ekspor Batu Bara Indonesia Menurun
Aktivitas pekerja menggunakan alat berat saat menurunkan muatan batu bara di Pelabuhan KCN Marunda, Jakarta, Minggu (27/10/2019). Berdasarkan data ICE Newcastle, ekspor batu bara Indonesia menurun drastis mencapai 5,33 juta ton dibandingkan pekan sebelumnya 7,989 ton. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - PT Bukit Asam Tbk (PTBA) kembali mewujudkan komitmen dalam upaya hilirisasi dan peningkatan nilai tambah pertambangan batu bara. Salah satunya dengan memproduksi karbon aktif dari bahan baku batu bara.

PT Bukit Asam Tbk menandatangani Head of Agreement (HoA) dengan produsen dan pemasok karbon aktif Activated Carbon Technologies PTY, LTD (ACT) yang berbasis di Australia.

Direktur Pengembangan Usaha PTBA, Fuad Iskandar Zulkarnain mengatakan, Bukit Asam akan mulai produksi karbon aktif pada 2023.

"Direncanakan di tahun 2023 kita akan memulai produksi Saat ini statusnya kita masih melengkapi yang berhubungan dengan technology licenser agar investasi cold active carbon ini dapat kita selenggarakan secara efisien,” kata Fuad dalam video konferensi usai RUPST, Senin (5/4/2021).

Adapun pada Desember lalu, PTBA menandatangani Head of Agreement (HoA) dengan produsen dan pemasok karbon aktif Activated Carbon Technologies PTY, LTD (ACT) yang berbasis di Australia.

Kesepakatan antara PTBA dan Activated Carbon Technologies PTY, Ltd berupa pemanfaatan karbon aktif yang akan diproduksi oleh PT Bukit Asam Tbk.

Dalam HoA ini, ACT bertindak sebagai calon offtaker karbon aktif yang akan diproduksi dan diolah PTBA di Tanjung Enim, Sumatera Selatan. Kualitas produk dan term komersial lainnya akan disepakati lebih lanjut oleh para pihak dalam perjanjian jual beli yang lebih rinci.

"Ahamdulillah per Desember 2020 kita sudah menandatangani Head of Agreement terkait dengan offtaker agreement. Jadi kita sudah memperoleh offtaker dari Australia sebanyak 12 ribu ton karbon aktif yang dihasilkan dari 60 ribu ton batu bara,” kata Fuad.

Karbon aktif dapat dimanfaatkan untuk proses penjernihan dan pemurnian air, pemurnian gas dan udara, filter industri makanan, penghilang warna untuk industri gula dan MSG, hingga penggunaan di bidang farmasi sebagai penetral limbah obat-obatan agar tidak membahayakan lingkungan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Prioritaskan Proyek Gasifikasi

Sebelumnya, hasil Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT Bukit Asam Tbk (PTBA) menyetujui pengangkatan Suryo Eko Hadianto sebagai Direktur Utama perseroan.

Suryo sebelumnya merupakan Direktur Transformasi Bisnis PT Inalum (Persero) atau MIND-ID. Ia menduduki posisi Direktur Utama PTBA menggantikan Arviyan Arifin yang telah habis masa jabatannya untuk periode 2016-2021.

Sehubungan dengan posisinya kini, Suryo memiliki sejumlah program prioritas yang akan segera ia garap. "Prioritas pertama saya adalah DME (Dimethyl Ether) harus segera dieksekusi,yaitu proyek gasifikasi,” kata dia dalam video konferensi usai RUPST, Senin (5/4/2021).

“Kita akan dukung dan percepat proyek gasifikasi, itu yang pertama,” Suryo menambahkan.

Selain itu, Suryo menerangkan, pengembangan hilirisasi PTBA membutuhkan modal yang cukup besar, termasuk untuk masuk ke dunia energi.  Oleh karena  itu, Suryo akan fokus menggenjot produksi dari kapasitas eksisting.

"Untuk itu, butuh segera meng-create kekuatan pendanaan yang cukup besar. Itu akan kita lakukan dengan kita akan mendongkrak kapasitas eksisting yang ada ini segera menuju pada PTBA emas yang dulu ada, PTBA emas 50 juta ton,” ujar dia.

Suryo ingin hal tersebut dapat terwujud dalam waktu dekat. Dia menuturkan, dengan pendanaan yang cukup besar maka seluruh proyek tidak akan berjalan lancar.

"Saya fokuskan dalam waktu dekat supaya ini bisa segera tercapai. Sehingga kita punya kemampuan pendanaan yang cukup besar. Kalau kita punya pendanaan yang cukup besar, mampu me-leverage pendanaan dari luar cukup besar, sehingga seluruh proyek tidak akan ada kendala terkait dengan pendanaan,” pungkas Suryo.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya