Liputan6.com, Jakarta - Pengamat ketenagakerjaan, Tadjuddin Noer Effendi, menyoroti fenomena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar-besaran yang terjadi di Indonesia, yang menurutnya merupakan dampak dari kebijakan-kebijakan pemerintah yang dinilai tidak konsisten dan sering diambil secara serampangan.
Seperti diketahui, Sritex dinyatakan pailit dan melakukan PHK terhadap 10.669 karyawan. Sebelumnya, 459 buruh PT Sanken Indonesia terkena PHK karena pabrik tersebut tutup. Dua pabrik PT Yamaha Music Product Asia di kawasan MM2100, Bekasi dan PT Yamaha Indonesia di Pulo Gadung, Jakarta akan tutup dengan melakukan PHK kepada 1.100 pekerjanya.
Advertisement
Baca Juga
"Kalau situasi Indonesia seperti saat ini ya, politik tidak menentu, kebijakan-kebijakan pemerintah itu banyak diambil serampangan," kata Tadjuddin kepada Liputan6.com, Selasa (4/3/2025).
Advertisement
Tadjuddin mengatakan, di tengah situasi Indonesia saat ini tidak menentu, baik dari sisi politik, ekonomi, maupun kebijakan publik. Kebijakan-kebijakan pemerintah, seperti yang terkait dengan sektor energi dan perdagangan, sering kali terkesan tidak matang dan merugikan masyarakat.
Sebagai contoh, kebijakan gas yang dinilai tidak rasional dan kebijakan impor yang tidak mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap industri lokal. Hal ini semakin memperburuk ketidakpastian ekonomi yang sudah berlangsung lama.
PHK besar-besaran yang terjadi di beberapa sektor, menurut Tadjuddin, merupakan dampak dari kebijakan-kebijakan yang tidak terencana dengan baik.
Dia memperingatkan bahwa jika situasi ini tidak segera diatasi, bisa memicu gejolak sosial dan kerusuhan yang lebih luas.
"Kalau tidak bisa diatasi dengan baik, ya, akan terjadi gejolak sosial, akan terjadi kerusuhan sosial," ujarnya.
Lapangan Kerja Memakin Sulit
Tadjuddin juga menyoroti pentingnya menciptakan peluang kerja melalui investasi yang dapat mendukung perekonomian Indonesia. Namun, dengan situasi politik yang kacau dan hukum yang lemah, menciptakan lapangan kerja yang signifikan menjadi hal yang sangat sulit dilakukan.
"Tapi juga situasi yang tidak menentu ini, situasi ekonomi tidak menentu, politik juga kacau-balau, nggak jelas, pendegakan hukum juga jelek," ujarnya.
Disisi lain, ia juga menyebut banyaknya kasus korupsi yang terjadi di Indonesia, bisa membuat para investor enggan berinvestasi di Indonesia. Alhasil, peluang lapangan pekerjaan bagi masyarakat semakin tertutup.
"Korupsi bukannya menurun, tambah-tambah banyak kan? Tambah banyak, belakangan ini Pertamina, macam-macam. Yang sifatnya itu memang keadaan masyarakat, kalau benar itu katanya oplosan, Pertamax itu adalah oplosan, ya benar-benar para petinggi di Indonesia ini tidak benar-benar memikirkan rakyat," ungkapnya.
Advertisement
Dampak Kebijakan terhadap Industri Lokal
Lebih jauh, Tadjuddin mengungkapkan dampak dari kebijakan-kebijakan yang tidak memikirkan keberlanjutan industri lokal. Industri kerajinan tradisional, seperti batik yang banyak dihasilkan di daerah-daerah seperti Klaten, Solo, dan Pekalongan, kini menghadapi kesulitan besar.
Penurunan daya beli masyarakat, yang tercermin dari sepinya pusat-pusat perdagangan seperti Tanah Abang, turut memperburuk kondisi tersebut.
Industri-industri rumah tangga ini yang selama ini menjadi penopang ekonomi di desa-desa kini terancam gulung tikar.
"Ini cukup bahaya, implikasinya apa? Pusat-pusat handicraft atau katakan kerajinan seperti batik, industri yang banyak di Klaten, di Solo, di Pakalongan, itu bisa gulung tikar," ujarnya.
Masa Depan Pemerintahan Terancam
Tadjuddin menekankan bahwa untuk memperbaiki situasi ini, kebijakan-kebijakan pemerintah harus lebih hati-hati dan mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap kehidupan masyarakat, khususnya di sektor-sektor yang mengandalkan industri rumah tangga.
"Ini kalau saya lihat kan tidak ini, ini asal ambil, putuskan, impor, masuk. Mereka nggak pikir bahwa hidup sebagian kerajinan tekstil itu kan banyak di daerah-daerah pedesaan yang menghidupi selama ini," tuturnya.
Selain itu, jika pemerintah terus mengambil kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat dan tidak mempertimbangkan dampaknya dengan cermat, masa depan pemerintahan saat ini bisa terancam.
"Ini kalau begini itu berarti mereka ya bisa berbahaya kalau terlalu lama. Kalau tidak kebijakan itu dan diteruskan, ya tidak berapa lama lagi ini umur pemerintahan kita ini," pungkasnya.
Advertisement
