Saham Perusahaan Batu Bara di Asia Merosot Usai Kesepakatan Iklim Glasgow

Saham perusahaan batu bara dan tambang koreksi di Asia pada perdagangan Senin, 15 November 2021.

oleh Agustina Melani diperbarui 15 Nov 2021, 18:41 WIB
Diterbitkan 15 Nov 2021, 18:41 WIB
Ekspor Batu Bara Indonesia Menurun
Aktivitas pekerja saat mengolah batu bara di Pelabuham KCN Marunda, Jakarta, Minggu (27/10/2019). Berdasarkan data ICE Newcastle, ekspor batu bara Indonesia menurun drastis 33,24 persen atau mencapai 5,33 juta ton dibandingkan pekan sebelumnya 7,989 ton. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Sydney - Kesepakatan internasional untuk memangkas penggunaan batu bara menyeret saham batu bara Asia melemah pada Senin, (15/11/2021). Akan tetapi, pasokan ketat memberikan dasar kuat bagi saham batu bara yang mencatat keuntungan besar pada 2021.

Pembicaraan iklim PBB di Glasgow yang berakhir pada Sabtu, 13 November 2021 dengan kesepakatan yang menargetkan penggunaan bahan bakar fosil. Kata-kata diperlunak untuk menyerukan “penurunan bertahap” daripada “penghapusan bertahan” batu bara setelah lobi dari India.

"Kenyataannya adalah batu bara akan digunakan selama dekade berikutnya atau lebih. Itu masih akan menjadi penghasil keuntungan,” ujar Chief Executive Officer (CEO) Deep Data Analytics, Mathan Somasundaram dilansir dari Channel News Asia, Senin (15/11/2021).

Saham tambang besar China Shenhua Energy dan Yanzhou Coal masing-masing turun 1 persen dan 4 persen di Hong Kong.

Di Indonesia, pengekspor batu bara terbesar di dunia, saham emiten batu bara alami koreksi. Saham Bumi Resources turun  4 persen. Saham Indika Energy tergelincir 6 persen. Saham Adaro Energy susut 4 persen.

Di Australia, saham penambang batu bara thermal Whitehaven Coal susut 2 persen. Saham New Hope melemah 0,5 persen. Saham batu bara metalurgi South32 dan Coronado Global Resources masing-masing turun sekitar 2 persen dan 3 persen.

Tekanan terhadap saham batu bara itu memperpanjang koreksi yang mencatat kenaikan tahunan untuk Whitehaven, South32 dan New Hope yang sekarang naik lebih dari 40 persen di tengah krisis energi global.

Data resmi menunjukkan China produsen dan konsumen batu bara terbesar di dunia hasilkan tonase batu bara tertinggi dalam enam tahun pada Oktober 2021. Hal itu juga menekan harga spot batu bara dalam jangka pendek pada awal pekan ini.

Selain itu, kesepakatan Glasgow telah memunculkan janji untuk pemangkasan produksi pada masa depan telah menyelesaikan aturan untuk pasar karbon dan juga membidik subsidi bahan bakar fosil yang semuanya dapat mempercepat transisi ke sumber energi lain. Di Korea Selatan, saham LX International dan Doosan Heavy turun 1 persen dan 2 persen.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Harga Spot Bakal Tetap Tinggi

FOTO: Ekspor Batu Bara Indonesia Melesat
Kapal tongkang pengangkut batu bara lepas jangkar di Perairan Bojonegara, Serang, Banten, Kamis (21/10/2021). Ekspor batu bara menjadi penyumbang terbesar dengan kontribusi mencapai 70,33 persen dan kenaikan hingga 168,89 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Head of Research K2 Asset Management, George Boubouras menuturkan, kurangnya investasi dalam proyek batu bara akan membuat harga spot tetap tinggi. Namun, kemungkinan penurunan bahan bakar pada akhirnya mungkin membatasi keuntungan untuk saham.

"Harga batu bara termal yang tinggi tidak akan berarti harga saham lebih tinggi pada tingkat yang sama,” ujar dia.

Adapun harga minyak sedikit melemah dan gas menguat tipis di Asia. Saham di sektor tersebut stabil.

Beberapa investor memperhatikan uranium mengisi sejumlah celah yang tersisa. Lantaran perusahaan energi mundur dari batu bara sehingga mendorong harga uranium melonjak bersama dengan komoditas lain dalam beberapa pekan terakhir.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya