Pengamat Sebut Aturan Penerapan Klasifikasi Saham dengan Hak Suara Multipel Perlu Uji Coba

Pengamat menilai, penerapan klasifikasi saham dengan hak suara multipel perlu diuji coba untuk mengukur efektivitas dari penerapan aturan tersebut.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 09 Des 2021, 13:30 WIB
Diterbitkan 09 Des 2021, 13:30 WIB
Pergerakan IHSG Ditutup Menguat
Karyawan mengamati pergerakan harga saham di Profindo Sekuritas Indonesia, Jakarta, Senin (27/7/2020). Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 0,66% atau 33,67 poin ke level 5.116,66 pada perdagangan hari ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi terbitkan peraturan OJK (POJK) tentang penerapan klasifikasi saham dengan hak suara multipel (multiple voting shares/MVS).

Jika satu lembar saham biasa hanya memiliki satu hak voting, sedangkan satu saham MVS dapat memiliki lebih dari satu hak voting, atau lebih kuat dan berpengaruh. POJK ini disebutkan mampu akomodasi perusahaan yang menciptakan inovasi baru dengan tingkat pertumbuhan dan produktivitas yang tinggi (new economy) untuk melantai di BEI.

Kendati begitu, Direktur ICT Institute, Heru Sutadi menilai aturan ini tak serta merta menjadi kunci untuk mendukung pencatatan perusahaan teknologi, seperti GoTo.

"Memang disebutkan bahwa Multiple Voting Share (MVS) untuk mengakomodasi emiten di sektor new economy seperti perusahaan teknologi. Namun, ini cukup telanjang untuk mendukung IPO GoTo," ujar Heru kepada Liputan6.com, Kamis (9/12/2021).

Dia menuturkan, tak jadi soal jika OJK menganggap aturan ini perlu untuk akomodasi IPO GoTo dan perusahaan rintisan (startup) lainnya. Namun catatannya, perlu periode uji coba aturan ini. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengukur efektivitas dari penerapan aturan tersebut di dalam negeri.

"Karena baru aturan coba-coba ini harusnya tidak diberlakukan untuk waktu lama selama 10 tahun. Tapi 1-2 tahun saja dulu untuk dilihat dan kemudian dievaluasi efektivitas aturan ini dan dampak bagi para pemegang saham dan ekonomi nasional," imbuhnya.

Jangka waktu penerapan saham dengan hak suara multipel paling lama 10 tahun dan dapat diperpanjang satu kali dengan jangka waktu paling lama 10 tahun dengan persetujuan Pemegang Saham Independen dalam RUPS.

"Kalau memajukan ekonomi nasional dan memberikan dampak positif baru para pemegang saham, bisa diteruskan. Tapi kalau sebaliknya, tidak ada kontribusi bagi ekonomi nasional tentunya perlu dievaluasi, direvisi atau bahkan dibatalkan,” kata Heru.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

OJK Terbitkan Aturan Penerapan Klasifikasi Saham dengan Hak Suara oleh Emiten

FOTO: PPKM Diperpanjang, IHSG Melemah Pada Sesi Pertama
Karyawan berjalan di depan layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (22/1/2021). Indeks acuan bursa nasional tersebut turun 96 poin atau 1,5 persen ke 6.317,864. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Penerapan saham dengan hak suara multiple dilakukan dengan tetap memperhatikan pengaturan tentang perlindungan bagi pemegang saham publik, antara lain:

-Jangka waktu penerapan Saham Dengan Hak Suara Multipel paling lama 10 tahun dan dapat diperpanjang satu kali dengan jangka waktu paling lama 10 tahun dengan persetujuan Pemegang Saham Independen dalam RUPS;

- Setiap pemegang Saham Dengan Hak Suara Multipel dilarang untuk mengalihkan sebagian atau seluruh Saham Dengan Hak Suara Multipel yang dimilikinya selama dua tahun setelah Pernyataan Pendaftaran menjadi efektif;

- Saham Dengan Hak Suara Multipel memiliki hak suara yang setara dengan saham biasa pada mata acara tertentu dalam RUPS; dan

- Dalam setiap penyelenggaraan RUPS, jumlah saham biasa yang hadir dalam RUPS paling rendah mewakili 1/20 (satu per dua puluh) dari jumlah seluruh hak suara dari saham biasa yang dimiliki pemegang saham selain pemegang Saham Dengan Hak Suara Multipel.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya