Wall Street Merosot Tersengat Konflik Rusia-Ukraina Bebani Sentimen

Wall street melemah menyambut akhir pekan di tengah sentimen laporan data tenaga kerja AS dan perkembangan konflik Rusia-Ukraina.

oleh Agustina Melani diperbarui 05 Mar 2022, 06:47 WIB
Diterbitkan 05 Mar 2022, 06:47 WIB
Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Ekspresi pialang Michael Gallucci saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street jatuh ke zona bearish setelah indeks Dow Jones turun 20,3% dari level tertingginya bulan lalu. (AP Photo/Richard Drew)

Liputan6.com, New York Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street anjlok pada perdagangan Jumat, 4 Maret 2022 meski laporan data tenaga kerja lebih kuat dari perkiraan. Wall street yang tertekan seiring perkembangan yang mengkhawatirkan di Ukraina bebani sentimen.

Pada penutupan perdagangan, indeks Dow Jones turun 179,86 poin atau 0,53 persen menjadi 33.614,80. Indeks S&P 500 susut 0,79 persen menjadi 4.328,87. Indeks Nasdaq tergelincir 1,66 persen menjadi 13.313,44. Indeks Dow Jones melemah lebih dari 500 poin ke posisi terendah mencatatkan penurunan dalam empat hari berturut-turut.

Wall street yang melemah mengikuti laporan asap yang terlihat dari pembangkit listrik tenaga nuklir di Ukraina dan terbesar di Eropa setelah pasukan Rusia menyerang.

Laporan Jumat pagi menunjukkan Rusia telah merebut pabrik di Zaporizhzhia. Kedutaan besar Amerika Serikat di Kiev menyebutkan serangan itu sebagai kejahatan perang.

"Saya pikir pasar mungkin sedang dalam proses berada ke level terendah, tetapi sangat sulit untuk memetakan jenis masalah geopolitik saat ini. Sejarah penuh pelajaran, tetapi setiap perang dan situasi berbeda," ujar Direktur Investasi BNY Mellon Wealth Management Jeff Mortimer dilansir dari CNBC, Sabtu (5/3/2022).

Harga energi menguat setelah serangan itu. Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat naik 7 persen menjadi USD 115 per barel.

Harga minyak Brent naik lebih dari 6 persen menjadi hampir USD 118. Pada Jumat pekan ini, Gedung Putih tidak mengesampingkan laporan impor minyak Rusia.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Gerak Saham di Wall Street

Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Reaksi pialang Michael Gallucci saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok pada akhir perdagangan Rabu (11/3/2020) sore waktu setempat setelah WHO menyebut virus corona COVID-19 sebagai pandemi. (AP Photo/Richard Drew)

Sementara itu, imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun turun menjadi 1,73 persen. Sektor saham keuangan yang dapat diuntungkan dari suku bunga lebih tinggi cenderung melemah. Saham American Express merosot 3,8 persen dan JP Morgan susut 2,8 persen.

Saham perjalanan juga bebani indeks acuan. Saham United Airlines anjlok lebih dari 9 persen. Saham Delta Air Lines dan American Airlines masing-masing turun 5,6 persen dan 7,1 persen. Saham teknologi juga merosot. Saham Microsoft merosot 2 persen dan Apple tergelincir 1,8 persen.

Saham energi menguat mengikuti harga minyak. Saham Occidental Petroleum melonjak lebih dari 17 persen. Saham Diamondback Energy naik 2,7 persen. Sektor saham defensif juga lebuh unggul. Saham Walmart dan UnitedHealth masing-masing naik sekitar 2,5 persen.

Perkembangan di Ukraina terlihat membayangi laporan data tenaga kerja pada Februari yang lebih kuat dari perkiraan. Data tenaga kerja menunjukkan tambahan 678 ribu pekerjaan bulan lalu. Realisasi ini di atas prediksi ekonom 440 ribu. Tingkat pengangguran turun menjadi 3,8 persen.

Ini adalah laporan pekerjaan terakhir sebelum pertemuan the Federal Reserve berikutnya yang diprediksi akan mulai menaikkan suku bunga. Ketua the Fed Jerome Powell beri sinyal menaikkan suku bunga 25 basis poin pada Maret 2022.

“Dengan angka ketenagakerjaan (Jumat pekan ini-red) menunjukkan ekonomi AS cukup kuat untuk menahan siklus pengetatan yang cepat, ketidakpastian di sekitar konflik (di Ukraina) tidak mengurangi urgensi segera the Fed untuk mengetatatkan,” kata Chief Strategist Princial Global Investors, Seema Shah.

Shajh menambahkan, selama beberapa bulan mendatang, konflik Ukraina-Rusia akan menambah kehati-hatian dalam rapat the Fed. “Jika harga makanan dan energi yang lebih tinggi mulai membebani pengeluaran rumah tangga secara signifikan, pembuat kebijakan dapat memfokuskan kembali pada risiko pertumbuhan,” ujar dia.

Rilis Data Tenaga Kerja

(Foto: Ilustrasi wall street, Dok Unsplash/Sophie Backes)
(Foto: Ilustrasi wall street, Dok Unsplash/Sophie Backes)

Satu kejutan dalam laporan pekerjaan adalah pertumbuhan upah yang sedikit berubah dari bulan ke bulan. Pertumbuhan yang lebih lambat dari perkiraan dapat membuat kenaikan harga lebih bebani warga Amerika Serikat sehari-hati tetapi juga akan meredakan kekhawatiran inflasi baru-baru ini.

"Rinciannya bullish untuk saham seiring penciptaan lapangan kerja tetap kuat dan tingkat partisipasi bergerak lebih tinggi sementara upah melemah, berpotensi menghilangkan tekanan dari the Fed,” ujar Adam Crisafulli dari Vital Knowledge.

Pada pekan ini, indeka Dow Jones dan S&P 500 susut 1,3 persen. Indeks Nasdaq melemah 2,8 persen.

Dari Eropa, bursa saham Eropa turun tajam pada Jumat dan selama sepekan susut 7 persen. Hal itu merupakan koreksi terburuk sejak Maret 2020. VanEck Russia ETF melemah dua persen pada Jumat pekan ini dan selama sepekan telah merosot lebih dari 60 persen.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya