Penerapan Pajak Karbon Mundur, Ini Kata Analis

Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana menilai, pajak karbon akan berimbas pada emiten batu bara utamanya.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 29 Mar 2022, 21:09 WIB
Diterbitkan 29 Mar 2022, 21:09 WIB
FOTO: Ekspor Batu Bara Indonesia Melesat
Kapal tongkang pengangkut batu bara lepas jangkar di Perairan Bojonegara, Serang, Banten, Kamis (21/10/2021). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor produk pertambangan dan lainnya pada September 2021 mencapai USD 3,77 miliar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah memutuskan mengulur waktu penerapan pajak karbon untuk PLTU batu bara. Semula, pajak karbon mulai berlaku pada 1 April 2022. Namun, diundur penerapan pajak karbon menjadi 1 Juli 2022.

Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana menilai, pajak karbon akan berimbas pada emiten batu bara utamanya. Harga batu bara akan meningkat hingga mempengaruhi daya beli.

"Pajak ini tentunya membuat harga jualnya meningkat dan dapat menurunkan daya beli masyarakat dan menaikkan inflasi," kata dia kepada Liputan6.com, Selasa (29/3/2022).

Menurut Wawan, pemerintah menunda pungutan pajak karbon lantaran bertepatan dengan momentum Ramadhan. Selain itu juga mempertimbangkan naiknya harga energi di tengah krisis Rusia - Ukraina.

"Bagi emiten yang memiliki bisnis pembangkit batu bara dapat terpengaruh dari sisi pendapatan," imbuh Wawan.

Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu menjelaskan, penundaan penerapan pajak karbon PLTU batu bara ini karena berbagai instrumennya belum selesai. Aturan main dalam pemajakan karbon masih disusun.

"Pajak karbon ini sedang disiapkan peraturan perundang-undangannya," kata dia. 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Masih Pembahasan

Febrio menyebut pihaknya masih menyusun aturan turunan dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) sebagai induk regulasi pajak karbon.

Selain itu Presiden juga mengeluarkan Perpres tentang nilai keekonomian karbon. Pembahasan aturan turunan mengenai pajak karbon dimaksudkan agar tak ada aturan tumpang tindih dalam kebijakan ini.

"Dari awal kita pastikan konsistensi kebijakan ini dengan nilai ekonomi karbon dan peraturan di pasar karbon agar konsisten dengan aturan yang satu dengan yang lainnya," kata dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya