Bursa Saham Asia Tersungkur Setelah Pidato Ketua The Fed Jerome Powell

Bursa saham Asia Pasifik merosot pada perdagangan Senin, 29 Agustus 2022 setelah pidato Ketua the Fed Jerome Powell di Jackson Hole.

oleh Elga Nurmutia diperbarui 29 Agu 2022, 09:07 WIB
Diterbitkan 29 Agu 2022, 09:07 WIB
Pasar Saham di Asia Turun Imbas Wabah Virus Corona
Seorang wanita berjalan melewati layar monitor yang menunjukkan indeks bursa saham Nikkei 225 Jepang dan lainnya di sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo, Senin (10/2/2020). Pasar saham Asia turun pada Senin setelah China melaporkan kenaikan dalam kasus wabah virus corona. (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Liputan6.com, Singapura - Bursa saham Asia Pasifik diperdagangkan lebih rendah pada Senin (29/8/2022), setelah pidato Ketua bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed) Jerome Powell di Jackson Hole pada Jumat, 26 Agustus 2022.

Powell memperingatkan, kenaikan suku bunga akan menyebabkan kesakitan pada ekonomi AS, dengan mengatakan suku bunga yang lebih tinggi kemungkinan akan bertahan untuk beberapa waktu.

Indeks Nikkei 225 di Jepang tergelincir 2,9 persen dan indeks Topix turun 2,06 persen. Indeks Kospi Korea Selatan turun 2,2 persen dan indeks Kosdaq turun 2,5 persen.

Di Australia, S&P/ASX 200 turun 2 persen. Bursa saham China melemah pada perdagangan awal pekan ini. Indeks Shanghai turun 0,72 persen dan indeks Shenzhen susut 0,68 persen.

Indeks Hang Seng melemah 1,07 persen dan indeks Hang Seng teknologi tergelincir 1,43 persen. Indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang turun 0,9 persen, sedangkan yen Jepang diperdagangkan pada 138,27 per dolar Amerika Serikat.

Pada Jumat di AS,indeks  Dow Jones Industrial Average anjlok 1.008 poin, atau 3,03 persen menjadi 32.283,40. Indeks S&P 500 turun 3,37 persen menjadi 4.057,66 dan Nasdaq Composite turun 3,94 persen menjadi 12.141,71.

“Sementara suku bunga yang lebih tinggi, pertumbuhan yang lebih lambat, dan kondisi pasar tenaga kerja yang lebih lemah akan menurunkan inflasi, hal itu juga akan membawa penderitaan bagi rumah tangga dan bisnis,” kata Powell, dikutip dari CNBC, Senin, 29 Agustus 2022.

“Ini adalah biaya yang tidak menguntungkan untuk mengurangi inflasi. Tetapi kegagalan untuk memulihkan stabilitas harga akan berarti penderitaan yang jauh lebih besar,” ia menambahkan.

 

Imbal Hasil Obligasi

Pasar Saham di Asia Turun Imbas Wabah Virus Corona
Seorang pria melihat layar monitor yang menunjukkan indeks bursa saham Nikkei 225 Jepang dan lainnya di sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo, Senin (10/2/2020). Pasar saham Asia turun pada Senin setelah China melaporkan kenaikan dalam kasus wabah virus corona. (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Dia mengatakan, keputusan The Fed pada September akan tergantung pada totalitas data yang masuk dan prospek yang berkembang.

Menurut  Goldman Sachs Asset Management, dunia berada pada titik belok dan itu berarti akan ada perubahan besar pada cara berinvestasi.

Sementara itu, perusahaan menunjuk pada kenaikan suku bunga sebagai akibat dari inflasi yang terus-menerus, rantai pasokan yang terganggu, sensitivitas yang meningkat terhadap masalah iklim, ketidakstabilan geopolitik, dan deglobalisasi.

“Dalam lingkungan baru ini, buku pedoman konstruksi portofolio yang bekerja dengan sangat baik dalam beberapa dekade terakhir mungkin kurang efektif di masa depan, memaksa pemikiran ulang dalam pendekatan,” tambah mereka.

Hasil pada catatan imbal hasil obligasi AS 2-tahun secara singkat naik ke 3,45 persen Senin pagi, tertinggi sejak November 2007, karena bursa Asia Pasifik turun setelah pidato Powell pada Jumat.

Imbal hasil obligasi 10-tahun naik menjadi 3,09 persen sementara imbal hasil 30-tahun juga naik menjadi 3,2 persen. Hasil pada catatan imbal hasil obligasi 5 tahun juga lebih tinggi di 3,2 persen.

 

 

Pergerakan Yen

Rudal Korea Utara Bikin Bursa Saham Asia Ambruk
Seorang pria berdiri didepan indikator saham elektronik sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo (29/8). Ketegangan politik yang terjadi karena Korut meluncurkan rudalnya mempengaruhi pasar saham Asia. (AP Photo/Shizuo Kambayashi)

Hasil bergerak berbanding terbalik dengan harga, dan titik dasar sama dengan 0,01 persen. Yen Jepang terus melemah tajam terhadap greenback menyusul komentar hawkish Ketua Fed Jerome Powell pada Jumat.

Yen Jepang telah melemah terhadap dolar karena kebijakan moneter di kedua negara berbeda, dengan USD didorong oleh tingkat yang lebih tinggi.

"USD/JPY akan mengambil isyarat dari USD dan imbal hasil Treasury AS dalam pandangan kami," tulis Analis Commonwealth Bank of Australia dalam sebuah catatan.

Yen terakhir berpindah tangan pada 138,37 per dolar Amerika Serikat. Momentum negatif dari Jumat tampaknya telah berlangsung selama akhir pekan, karena saham berjangka AS dibuka lebih rendah pada Minggu malam. Dow berjangka turun lebih dari 200 poin, sementara Nasdaq 100 berjangka turun sekitar 1 persen.

 

Penutupan Bursa Saham Asia 26 Agustus 2022

Rudal Korea Utara Bikin Bursa Saham Asia Ambruk
Orang-orang berjalan melewati sebuah indikator saham elektronik sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo (29/8). Bursa saham Asia turun setelah Korea Utara (Korut) melepaskan rudalnya ke Samudera Pasifik. (AP Photo/Shizuo Kambayashi)

Sebelumnya, bursa saham Asia Pasifik menguat pada perdagangan saham Jumat, 26 Agustus 2022. Penguatan bursa saham Asia Pasifik seiring investor menanti pidato ketua bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed) Jerome Powell di Jackson Hole.

Indeks Jepang Nikkei bertambah 0,65 persen, dan indeks Topix naik 0,28 persen. Indeks Hang Seng di Hong Kong menguat 0,7 persen dan indeks Hang Seng teknologi menanjak 0,57 persen. Indeks Kospi Korea Selatan bertambah 0,25 persen dan indeks Kosdaq susut 0,29 persen.

Bursa saham China menguat dengan indeks Shanghai menanjak dan indeks Shenzhen naik tipis 0,124 persen. Indeks MSCI Asia Pasifik di luar Jepang bertambah 0,67 persen.

Di sisi lain, yuan melemah terhadap dolar Amerika Serikat. Yuan ditransaksikan di posisi 6,8661. Strategist Bank of Singapore, Moh Siong Sim menuturkan, yuan dapat melemah terhadap dolar AS dalam 12 bulan mendatang.

“Terlepas dari sentimen seputar stabilisasi mata uang saat ini sehubungan dengan stimulus ekonomi oleh pemerintah untuk mendukung pertumbuhan,” ujar dia dikutip dari laman CNBC.

Ia menambahkan, dalam waktu dekat yuan dapat tertekan. Ia masih mencari risiko penurunan terhadap prospek mata uang dalam enam hingga 12 bulan ke depan.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya