Wall Street Tersungkur Usai Tingkat Pengangguran AS Turun

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones melemah 630,15 poin atau 2,1 persen ke posisi 29.296,79.

oleh Agustina Melani diperbarui 11 Okt 2022, 06:45 WIB
Diterbitkan 08 Okt 2022, 06:57 WIB
Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Steven Kaplan (tengah) saat bekerja dengan sesama pialang di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok karena investor menunggu langkah agresif pemerintah AS atas kejatuhan ekonomi akibat virus corona COVID-19. (AP Photo/Richard Drew)

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street anjlok pada perdagangan Jumat, 7 Oktober 2022. Hal ini seiring pelaku pasar evaluasi laporan pekerjaan September 2022 yang menunjukkan tingkat pengangguran terus menurun dan memicu kenaikan suku bunga.

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones melemah 630,15 poin atau 2,1 persen ke posisi 29.296,79. Indeks S&P 500 anjlok 2,8 persen menjadi 3.639,66. Indeks Nasdaq tersungkur 3,8 persen menjadi 10.652,41.

Koreksi pada Jumat pekan ini juga memangkas kenaikan wall street pada awal pekan. Selama sepekan, indeks Dow Jones naik 2 persen, indeks S&P 500 bertambah 1,5 persen. Indeks Nasdaq menguat 0,7 persen.

Sementara itu, ekonomi AS menambahkan 263.000 pekerjaan pada September 2022, sedikit di bawah perkiraan Dow Jones sebesar 275.000. Namun, tingkat pengangguran berada di 3,5 persen, turun dari 3,7 persen pada bulan sebelumnya sebagai tanda gambaran pekerjaan yang terus menguat bahkan ketika the Federal Reserve mencoba memperlambat ekonomi dengan kenaikan suku bunga untuk membendung inflasi.

"Sementara data seperti yang diharapkan, penurunan tingkat pengangguran tampaknya menjadi obsesi pasar karena apa artinya bagi the Fed,” ujar Chief Investment Officer Bleakley Financial, Peter Boockvar, dikutip dari CNBC, Sabtu (8/10/2022).

Ia menambahkan, ketika dikombinasikan dengan tingkat klaim pengangguran awal yang rendah, laju pemutusan hubungan kerja (PHK) tetap tidak terdengar dan ini tentu saja membuat bank sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed) bersemangat untuk melanjutkan kenaikan suku bunga agresif.

Gerak Saham di Wall Street

Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Reaksi pialang Michael Gallucci saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok pada akhir perdagangan Rabu (11/3/2020) sore waktu setempat setelah WHO menyebut virus corona COVID-19 sebagai pandemi. (AP Photo/Richard Drew)

Tingkat pengangguran turun memicu lonjakan suku bunga yang pada gilirannya membebani saham. Imbal hasil obligasi AS bertenor dua tahun naik 6 basis poin menjadi 4,31 persen.

Di sisi lain, saham Advanced Micro Devices melemah setelah produsen chip memperingatkan pendapatan kuartal III 2022 akan lebih rendah dari yang diantisipasi. Saham Levi Strauss tergelincir seiring pemangkasan panduan kinerja. Selain itu, saham Intel dan Nvidia masing-masing turun 5 persen dan 7 persen.

“Kesimpulan yang telah dicapai oleh banyak orang yang telah kami ajak bicara adalah the Fed tidak hanya tidak akan membantu pasar, tetapi dalam mengejar stabilitas harga terus berlanjut sampai ada sesuatu yang pecah di pasar modal,” ujar Analis Saham Wells Fargo, Christopher Harvey.

Ia menilai, apa yang menjadi fokus the Fed semakin terpusat yaitu stabilitas harga. “Kemungkinan akan bantu katalisasi dislokasi,” ujar dia.

Sementara itu, saham FedEx melemah hampir tiga persen setelah Reuters melaporkan divisi pengiriman diprediksi catat volume rendah.

 

Penutupan Wall Street 6 Oktober 2022

Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Ekspresi pialang Michael Gallucci saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street jatuh ke zona bearish setelah indeks Dow Jones turun 20,3% dari level tertingginya bulan lalu. (AP Photo/Richard Drew)

Sebelumnya, bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street melemah pada perdagangan saham Kamis, 6 Oktober 2022. Hal ini seiring pelaku pasar menimbang perubahan tajam dalam saham dan suku bunga saat awal bulan.

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones melemah 346,93 poin atau 1,15 persen menjadi 29.926,94. Indeks S&P 500 merosot 1,02 persen menjadi 3.744,52. Indeks Nasdaq tergelincir 0,68 persen menjadi 11.073,31.

Tiga indeks acuan tersebut membuka sesi perdagangan melemah. Semua rata-rata indeks acuan berada pada kecepatan untuk akhiri pekan lebih tinggi 4 persen, dan catat kinerja mingguan terbaik sejak 24 Juni 2022.

Sektor saham energi membukukan kinerja terbaik dengan naik 1,8 persen. Sektor utilitas melemah 3,3 persen. Tingkat imbal hasil obligasi tenor 10 tahun melampaui 3,8 persen. Imbal hasil obligasi tenor dua tahun lebih sensitif terhadap perubahan kebijakan moneter yang mencapai 4,2 persen.

Investor cemas menanti laporan tenaga kerja pada Jumat pekan ini yang akan menunjukkan bagaimana pasar tenaga kerja pada September 2022. Ini memberikan bank sentral informasi lain untuk kebijakan moneter terutama kenaikan suku bunga.

Ekonom yang disurvei oleh Dow Jones memperkirakan laporan tenaga kerja akan menunjukkan tambahan 275.000 dan tingkat pengangguran tetap 3,7 persen. Kejutan tambahan dapat meningkatkan kekhawatiran the Federal Reserve (the Fed) akan mengambil garis lebih keras pada inflasi.

Pada Rabu pekan ini, data dari ADP menunjukkan data tenaga kerja tetap kuat di antara perusahaan swasta pada September. Ada tambahan 208.000 pekerjaan, mengalahkan perkiraan wall street. Namun, pada Kamis pekan ini, klaim pengangguran lebih tinggi dari yang diharapkan, menandakan ada beberapa kelemahan pasar tenaga kerja.

 

Sentimen Data Tenaga Kerja AS

Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Spesialis Michael Mara (kiri) dan Stephen Naughton berunding saat bekerja di New York Stock Exchange, AS, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok pada akhir perdagangan Rabu (11/3/2020) sore waktu setempat setelah WHO menyebut virus corona COVID-19 sebagai pandemi. (AP Photo/Richard Drew)

“Sekali lagi, investor mencari kabar buruk untuk menjadi kabar baik. Jika laporan September lebih rendah dari yang diharapkan, pertumbuhan upah mungkin akan bertahan dan membuat poros dari Federal Reserve tidak mungkin,” ujar Chris Senyek dari Wolfe Research dikutip dari CNBC, Jumat (7/10/2022).

Ia menyebutkan, sementara saham saat ini rentan terhadap kenaikan besar. “Kami sangat percaya basis bearish (penurunan-red) jangka menengah tetap utuh,” kata dia.

Sebelumnya wall street memulai pekan ini dengan menguat. Indeks S&P 500 mencatat reli dua hari terbesarnya sejak 2020. Saham berjuang untuk mempertahankan kenaikan beruntung pada Rabu pekan ini, tetapi akhirnya gagal.

Di sisi lain analis JPMorgan Chase meningkatkan rekomendasi pada Credit Suisse. Credit Suisse diperkirakan bernilai USD 15 miliar setelah restrukturisasi yang mengubahnya menjat pemain wealth manager yang murni. Analis JPMorgan yang dipimpin oleh Kian Abouhossein meningkatkan rekomendasi pada Credit Suisse menjadi netral dari underweight. Bank yang berbasis di Zurich ini ditutup dengan kapitalisasi pasar USD 11 miliar.

Bank memiliki lebih dari USD 700 miliar aset perbankan swasta yang dikelola yang diharapkan hasilkan pengembalian 15 persen atas ekuitas berwujud pada 2024, tulis Abouhossein dalam catatannya.

Analis JPMorgan melihat kapitalisasi pasar Credit Suisse USD 15 miliar. “Jalan untuk sampai ke sana bagaimanapun mungkin melibatkan volatilitas harga saham, ketidakpastian strategi dan risiko eksekusi karena Credit Suisse diperkirakan mengungkapkan rencana restrukturisasi pada 27 Oktober,” kata analis.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya