Wall Street Tersungkur Setelah Imbal Hasil Obligasi AS Melonjak

Imbal hasil obligasi pemerintah AS kembali sentuh posisi tertinggi telah bebani wall street pada Kamis, 21 September 2023 waktu setempat. Investor juga cermati RUU pencegahan shutdown.

oleh Agustina Melani diperbarui 22 Sep 2023, 07:03 WIB
Diterbitkan 22 Sep 2023, 07:03 WIB
Bursa Efek New York, Amerika Serikat (Foto: Unsplash/Jimmy Woo)
Bursa saham Amerika Serikat (AS) melemah pada perdagangan saham Kamis, 21 September 2023. (Foto: Unsplash/Jimmy Woo)

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) melemah pada perdagangan saham Kamis, 21 September 2023. Hal ini seiring imbal hasil obligasi AS yang melonjak ke level tertinggi dalam beberapa tahun.

Dikutip dari CNBC, Jumat (22/9/2023), pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones melemah 370,46 poin atau 1,08 persen ke posisi 34.070,42. Indeks S&P 500 tergelincir 1,64 persen menjadi 4.330. Indeks Nasdaq merosot 1,82 persen ke posisi 13.223,98.

Wall street mencatat koreksi selama tiga hari berturut-turut dan mencatat sesi terburuk sejak Maret di indeks S&P 500. Indeks Dow Jones dan S&P 500 cenderung melemah pekan ini dengan masing-masing turun lebih dari 1 persen dan 2 persen. Sedangkan indeks Nasdaq bersiap merosot lebih dari 3 persen.

Di sisi lain, imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun sentuh level tertinggi 4,49 persen. Pada awal sesi perdagangan, imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun sentuh level tertinggi sejak 2007. Lonjakan imbal hasil obligasi dipicu data klaim pengangguran yang menunjukkan pasar tenaga kerja masih kuat. Hal ini dapat membuat bank sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed) tetap pertahankan suku bunga.

Data klaim pengangguran turun 20.000 menjadi 201.000 hingga 16 September 2023. Realisasi klaim pengangguran ini turun dari prediksi ekonom oleh Dow Jones sebesar 225.000. Data klaim pengangguran itu terendah sejak Januari.

Sementara itu, imbal hasil obligasi tenor 2 tahun menyentuh 5,2 persen, dan termasuk level tertinggi sejak 2006. "Itu semacam tanda peringatan bagi pasar saat ini. Imbal hasil tentu saja membebani selera risiko saat ini,” ujar Chief Technical Strategist LPL Financial, Adam Turnquist.

Investor Cermati RUU untuk Cegah Shutdown

Plang Wall Street di dekat Bursa Efek New York. (Richard Drew/AP Photo)
Dalam file foto 11 Mei 2007 ini, tanda Wall Street dipasang di dekat fasad terbungkus bendera dari Bursa Efek New York. (Richard Drew/AP Photo)

Selain itu, koreksi di wall street terjadi seiring pemimpin partai Republik di DPR memasukkkan majelis ke dalam masa reses pada Kamis pekan ini sehingga memperkuat kekhawatiran anggota parlemen federal tidak akan meloloskan rancangan undang-undang (RUU) untuk mencegah penutupan pemerintah atau shutdown.

Pelaku pasar khawatir kalau penutupan ekonomi akan merugikan produk domestik bruto (PDB) pada kuartal IV 2023.

Pergerakan ini terjadi sehari setelah the Fed mengumumkan akan mempertahankan suku bunga tetapi prediksi kenaikan suku bunga lagi sebelum akhir tahun.

Bank sentral juga indikasikan penurunan suku bunga lebih sedikit pada 2024, dan pada dasarnya menuturkan bank sentral perlu mempertahankan suku bunga lebih tinggi lebih lama karena inflasi yang masih tinggi.

Ketua the Fed Jerome Powell menuturkan, setelah keputusan itu, soft landing terhadap perekonomian masih mungkin terjadi tetapi tidak dengan skenario dasarnya.

“Saya pikir kami melihat sedikit perbedaan antara apa yang diharapkan dan bagaimana keadaanya sebenarnya. Ketika Anda seorang investor, hal ini tampaknya tidak ideal karena tampaknya mengindikasikan lingkungan suku bunga yang lebih tinggi dalam jangka panjang,” ujar Analis Motley Fool Wealth Management, Shelby McFaddin.

Saham-saham teknologi memimpin koreksi pekan ini karena investor mempertimbangkan kembali pembelian saham yang berorientasi pada pertumbuhan jika suku bunga tetap tinggi. Saham Tesla, Alfabet, dan Nvidia merosot lebih dari 2 persen.

Sedangkan saham FedEx naik 4,5 persen sehari setelah perusahaan pengiriman itu membukukan laba yang disesuaikan sebesar USD 4,55 per saham pada kuartal pertama tahun fiskal.

Penutupan Wall Street pada 21 September 2023

Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Ekspresi spesialis Michael Pistillo (kanan) saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok pada akhir perdagangan Rabu (11/3/2020) sore waktu setempat setelah WHO menyebut virus corona COVID-19 sebagai pandemi. (AP Photo/Richard Drew)

Sebelumnya, bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street melemah pada perdagangan Rabu, 20 September 2023. Koreksi wall street terjadi setelah the Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral AS mempertahankan suku bunga tetapi indikasikan kenaikan lagi dalam waktu dekat.

Mengutip CNBC, Kamis (21/9/2023), pada penutupan perdagangan wall street, indeks S&P 500 melemah 0,94 persen menjadi 4.402,20. Indeks Nasdaq tergelincir 1,53 persen ke posisi 13.469,13. Koreksi indeks Nasdaq itu seiring saham Microsoft yang merosot lebih dari 2 persen. Selain itu, saham Nvidia dan induk usaha Google Alphabet merosot 3 persen.

Di sisi lain, indeks Dow Jones tergelincir 76,85 poin atau 0,22 persen ke posisi 34.440,88. Tiga indeks saham acuan merosot.

The Fed mempertahankan suku bunga yang telah diantisipasi secara luas. Namun, bank sentral mengindikasikan kenaikan suku bunga satu kali lagi sebelum akhir tahun ini.

Selain itu, bank sentral juga mengisyaratkan akan mengakhiri kenaikan suku bunga dan mulai menurunkan suku bunga tahun depan. Hal ini di tengah suku bunga tetap bertahan dengan tingkat lebih tinggi pada 2023 dibandingkan yang diisyaratkan pada Juni.

Adapun saham bergejolak seiring pelaku pasar mendengarkan ketua the Fed Jerome Powell memberikan pandangannya mengenai suku bunga. Powell menuturkan, bank sentral akan melakukan tindakan dengan hati-hati dalam menaikkan suku bunga lebih lanjut. Namun, ketua the Fed juga mencatat masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk meredam inflasi.

Jerome Powell juga berkomentar kalau soft landing terhadap perekonomian masih mungkin terjadi dan merupakan tujuan utamanya, tetapi bukan skenario dasarnya.

 

Saham Teknologi Tertekan

Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Spesialis Michael Mara (kiri) dan Stephen Naughton berunding saat bekerja di New York Stock Exchange, AS, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok pada akhir perdagangan Rabu (11/3/2020) sore waktu setempat setelah WHO menyebut virus corona COVID-19 sebagai pandemi. (AP Photo/Richard Drew)

Tiga indeks acuan di wall street turun saat Powell berbicara dan terus tertekan selama 30 menit terakhir perdagangan.

“Perekonomian AS terlalu kuat dan siklus kenaikan suku bunga ini akan berlangsung lebih lama dari yang diinginkan wall street,” ujar Analis Oanda, Edward Moya.

Di sisi lain, saham-saham teknologi terseret dalam sesi perdagangan dengan teknologi informasi dan layanan komunikasi merupakan dua sektor dengan kinerja terburuk di S&P 500. Investor telah membeli saham-saham teknologi dan growth stock dengan harapan the Fed sudah memperketat kebijakan moneternya.

Sementara itu, obligasi pemerintah AS bertenor dua tahun mencatat kenaikan imbal hasil ke level tertinggi sejak Juli 2006, sedangkan imbal hasil bertenor 10 tahun mencapai angka tertinggi yang belum pernah terjadi sejak November 2007.

Pergerakan tersebut menimbulkan kekhawatiran mengenai dampak kenaikan suku bunga dan kemungkinan memberikan tekanan pada saham-saham teknologi.

Adapun saham pendatang baru antara lain Instacart dan Arm Holding tertekan pada perdagangan Rabu pekan ini. Kedua saham itu diperdagangkan mendekati harga IPO.

Saham Instacart turun lebih dari 10 persen, dan sempat menembus di bawah harga IPO sebesar USD 30 per saham. Sedangkan saham Arm Holdings susut lebih dari 3 persen menjadi USD 53 per saham. Harga IPO Arm mencapai USD 51 per saham.

 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya