Liputan6.com, Jakarta - PT Pemeringkat Efek Indonesia atau Pefindo mengantongi mandat penerbitan surat utang senilai Rp 34,43 triliun hingga November 2023. Berdasarkan institusinya, BUMN dan anak perusahaan atau BUMD mendominasi dengan nilai mencapai Rp 23,4 triliun. Sisanya sekitar Rp 11,03 triliun berasal dari non-BUMN.
Direktur Utama Pefindo, Irmawati Amran dalam paparannya menjabarkan mandat tersebut berupa PUB obligasi senilai RP 11,28 triliun, obligasi Rp 10,3 triliun, sukuk Rp 8,74 triliun, dan PUB sukuk Rp 1,7 triliun. Kemudian MTN dan SBK masing-masing Rp 1,2 triliun.
Baca Juga
Penerbitan surat utang nasional hingga November 2023 mencapai Rp 120,6 triliun. Dari angka tersebut, penerbitan surat utang oleh Pefindo yakni sebesar Rp 91,99 triliun.
Advertisement
Adapun penerbitan surat utang nasional untuk Desember saja tercatat sebesar Rp 11,03 triliun sampai dengan 7 Desember 2023. Di mana penerbitan oleh Pefindo tercatat sebesar Rp 9,52 triliun.
"Jadi untuk penerbitan surat utang total sebesar 120,6 triliun sampai dengan November 2023. Di mana bumn menerbitkan Rp 36,07 triliun sementara non-BUMN menerbitkan Rp 84,53 triliun," ujar Irmawati dalam Media Forum PEFINDO, Senin (11/12/2023).
Menimbang prospek penerbitan surat utang yang masih menarik, Pefindo memperkirakan penerbitan surat utang korporasi pada tahun depan mencapai Rp 169,05 triliun. Irmawati menjelaskan, angka penerbitan surat utang dapat diprediksi dengan mengacu pada nilai surat utang yang akan jatuh tempo.
"Total jatuh tempo tahun depan cukup tinggi, sebesar Rp 148,3 triliun. Kita berharap tahun depan penerbitan surat utangnya lebih tinggi karena berdasarkan data historis biasanya penerbitan surat utang baru lebih tinggi dari surat utang jatuh tempo," kata Irmawati.
Hingga November 2023, nilai surat utang korporasi jatuh tempo mencapai Rp 148,3 triliun. Sektor multifinance mendominasi dengan nilai Rp 26,3 triliun atau setara 17,8 persen dari seluruh nilai surat utang jatuh tempo 2024. Disusul sektor perbankan 16,7 persen atau 24,7 triliun. Telekomunikasi Rp 14,1 triliun, lembaga keuangan khusus Rp 14 triliun, dan pembiayaan non multifinance Rp 12,1 triliun.
"Penerbitan baru surat utang 2024 diperkirakan akan berkisar Rp 148,15-169,05 triliun, dengan titik tengah pada Rp 155,46 triliun," imbuh Ekonom sekaligus Kepala Divisi Riset Ekonomi Pefindo, Suhindarto pada kesempatan yang sama.
Potensi Penerbitan Surat Utang Korporasi pada 2024
Sebelumnya diberitakan, PT Pemeringkat Efek Indonesia atau Pefindo memperkirakan penerbitan surat utang korporasi pada tahun depan mencapai Rp 169,05 triliun. Direktur Utama Pefindo, Irmawati Amran menuturkan, angka penerbitan surat utang dapat diprediksi dengan mengacu pada nilai surat utang yang akan jatuh tempo.
"Total jatuh tempo tahun depan cukup tinggi, sebesar Rp 148,3 triliun. Kita berharap tahun depan penerbitan surat utangnya lebih tinggi karena berdasarkan data historis biasanya penerbitan surat utang baru lebih tinggi dari surat utang jatuh tempo," kata Irmawati dalam Media Forum PEFINDO, Senin (11/12/2023).
Hingga November 2023, nilai surat utang korporasi jatuh tempo mencapai Rp 148,3 triliun. Sektor multifinance mendominasi dengan nilai Rp 26,3 triliun atau setara 17,8 persen dari seluruh nilai surat utang jatuh tempo 2024. Disusul sektor perbankan 16,7 persen atau 24,7 triliun. Telekomunikasi Rp 14,1 triliun, lembaga keuangan khusus Rp 14 triliun, dan pembiayaan non multifinance Rp 12,1 triliun.
"Penerbitan baru surat utang 2024 diperkirakan akan berkisar Rp 148,15-169,05 triliun, dengan titik tengah pada Rp 155,46 triliun," imbuh Ekonom sekaligus Kepala Divisi Riset Ekonomi Pefindo, Suhindarto pada kesempatan yang sama.
Advertisement
Faktor yang Mendorong Penerbitan Obligasi
Beberapa faktor yang menjadi landasan proyeksi penerbitan surat utang tahun depan. Antara lain kebutuhan refinancing lebih tinggi, terindikasi dari nilai surat utang yang jatuh tempo pada 2024 yang lebih tinggi dibanding 2023. Di sisi lain, aktivitas sektor riil terjaga di dorongan aktivitas kampanye menjelang pemilu serentak.
Hal itu membuat permintaan tetap kuat dan stabil, pertumbuhan ekonomi diperkirakan berkisar pada 4,8-5,2 persen dengan inflasi pada rentang 2,0-3,5 persen.
"Kondisi wait and see yang cenderung menurun, seiring kepastian kontestasi pemilu serta program prioritas yang diusung," kata Suhindarto.
Faktor pendorong lain, adaptasi strategi bagi korporasi untuk menghadapi kondisi suku bunga yang higher for longer. Terlihat dari semakin maraknya penerbitan dengan tenor pendek. Likuiditas Lembaga keuangan semakin ketat membuat bunga pinjaman yang ditawarkan menjadi semakin mahal dan mendorong permintaan akan sumber pembiayaan alternatif, salah satunya melalui penerbitan surat utang.
Pefindo Tangani Penerbitan Surat Utang Rp 37,67 Triliun pada Kuartal III 2023
Sebelumnya diberitakan, Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) mengungkapkan secara nasional ada sekitar Rp 45,8 triliun penerbitan surat utang di Indonesia hingga kuartal tiga 2023. Dari jumlah tersebut, PEFINDO, telah menangani penerbitan surat utang sebesar Rp 37,67 triliun.
Kepala Divisi Pemeringkatan Non Jasa Keuangan PEFINDO, Niken Indriasih mengatakan sebagian besar penerbitan surat utang dilakukan oleh perusahaan non BUMN.
"Jumlah penerbitan surat utang perusahaan non BUMN Rp 30,2 triliun dan Rp 7,4 triliun untuk perusahaan BUMN,” kata Niken dalam konferensi pers Pefindo, Rabu (25/10/2023).
Niken menambahkan pangsa pasar PEFINDO dalam pemeringkatan penerbitan surat utang hingga kuartal tiga 2023 sebesar 74,9 persen. Tujuan penggunaan dana sebagian besar adalah untuk modal kerja (62,7 persen) dan refinancing (31,9 persen).
Selain itu, PEFINDO juga telah mengantongi mandat pemeringkatan surat utang korporasi sebesar Rp 49,54 triliun hingga kuartal tiga 2023. Perusahaan dari sektor perbankan sebagai sektor dengan penerbitan terbesar mencapai Rp 12,9 triliun, ini berasal dari 3 perusahaan.
Adapun, Niken mengatakan total penerbitan surat utang korporasi hingga kuartal tiga 2023 mencapai Rp 91,8 triliun. Penerbitan obligasi korporasi & sukuk tercatat sebesar Rp 89,3 triliun, turun dibandingkan Rp 127,4 triliun per kuartal tiga 2022.
“Penerbitan efek utang lainnya yaitu sekuritisasi menunjukkan tren peningkatan. Namun, penerbitan MTN hingga kuartal tiga 2023 masih menunjukkan penurunan yaitu mencapai Rp 1,7 triliun dibandingkan Rp 4,7 triliun per kuartal tiga 2022.” pungkas Niken.
Advertisement