Melihat Pilihan Investasi di Tengah Konflik Israel-Iran hingga Inflasi AS

Syailendra Capital menyatakan, investor dapat alokasikan dana ke sejumlah aset investasi di tengah sentimen negatif global, seperti konflik Iran-Israel.

oleh Agustina Melani diperbarui 17 Apr 2024, 06:00 WIB
Diterbitkan 17 Apr 2024, 06:00 WIB
Melihat Pilihan Investasi di Tengah Konflik Israel-Iran
Sejumlah sentimen negatif bakal menekan pasar keuangan Indonesia khususnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). (Foto: Unsplash/Mayofi)

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah sentimen negatif bakal menekan pasar keuangan Indonesia khususnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Namun, Syailendra Capital melihat, investor dapat sisihkan dana di sejumlah aset investasi.

Dalam riset Syailendara Capital, ada sejumlah hal yang wajib menjadi perhatian investor terutama usai libur panjang Lebaran 2024.

1.Inflasi Amerika Serikat yang Masih Panas

Rilis data inflasi AS per Maret 2024 masih berada di atas ekspektasi. Inflasi tahunan tercatat 3,5%YoY (vs. Februari : 3,2% vs. Konsensus : 3,4%YoY).

Sementara itu, inflasi bulanan tercatat 0,4% MoM (vs. Konsensus : 0,3%MoM).

Sedangkan inflasi inti tercatat 3,8%YoY (vs. Konsensus : 3,7%YoY). Kondisi ini memicu perubahan ekspektasi pemangkasan Fed rate yang diestimasikan mundur ke kuartal III 2024 dari sebelumnya Juni 2024.

“The Fed masih cenderung untuk menahan suku bunga sampai ada sinyal yang jelas bahwa US economy tumbuh negatif ataupun inflasi telah kembali ke leve lyang The Fed targetkan,”

Adapun salah satu risiko atas inflasi yakni tingkat produktivitas tenaga kerja Amerika Serikat (AS) berada di atas rata-rata jangka panjang. Hal ini dapat memberikan tekanan atas pertumbuhan upah.

2. Tensi geopolitik Israel-Iran memanas 

Serangan Iran ke Israel yang dimulai pada Sabtu, 13 April 2024 terus memanas hingga kini dan membuat aset berisiko seperti saham serta cryptocurrency terkoreksi.

Sebaliknya, aset safe haven seperti emas terus diburu sehingga cetak rekor melebihi USD 2.400/oz. Tak hanya itu, harga minyak mentah Brent sempat menguat hingga USD 92 per barel.

“Kondisi ini memicu kekhawatiran terhadap naiknya inflasi global, apalagi posisi Indonesia sebagai net importir,” demikian mengutip riset Syailendra Capital.

Di sisi lain, terdapat beberapa dampak ke pasar keuangan Amerika Serikat (AS) pada Senin, 15 April 2024. Pertama, imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun mendekati 4,6 persen dari sebelumnya 4,2 persen pada akhir Maret 2024. Kedua, indeks dolar AS terus menguat dan mencapai level 106 dari sebelumnya 104 per akhir Maret 2024.

“Hal inilah yang menyeret Rupiah melemah hingga Rp 16.180/USD saat ini,”

Ketiga, tiga indeks saham acuan AS melemah dan pelemahan terdalam terjadi di indeks Nasdaq yang mencapai 1,65 persen.

Pasar Keuangan Bakal Ikut Terdampak

"Menyikapi deretan sentimen negatif tersebut, tak dapat dipungkiri pasar keuangan Indonesia juga akan ikut terdampak negatif, khususnya IHSG,” demikian dikutip dari riset tersebut.

Di tengah sentimen itu, investor tetap dapat alokasikan dana di aset yang risiko lebih sedikit yakni reksa pendapatan tetap dan reksa dana  pasar uang.

“Selain itu, koreksi temporer ini juga dapat menjadi kesempatan bagi investor untuk menambah porsi investasi di aset yang lebih berisiko untuk investasi jangka panjang,”

Syailendra: IHSG Catat Kinerja Terbaik Sebanyak 5 Kali saat Ramadan 2014-2023

Pergerakan IHSG Turun Tajam
Pengunjung melintas di papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta, Rabu (15/4/2020). Pergerakan IHSG berakhir turun tajam 1,71% atau 80,59 poin ke level 4.625,9 pada perdagangan hari ini. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelumnya diberitakan, Syailendra Capital mencatat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) membukukan kinerja terbaik dibandingkan aset lainnya yakni obligasi korporasi, obligasi pemerintah, dan pasar uang selama Ramadan. IHSG mencatat kinerja positif di atas aset lainnya sebanyak lima kali pada Ramadan dalam 10 tahun terakhir yakni periode 2014-2023.

Dalam laporan Syailendra Research berjudul Ramadan’s Legacy: Investment Insight, dikutip Minggu (17/3/2024), rata-rata kinerja IHSG sebesar 1,31 persen. Kinerja tertinggi diraih pada 2014 yang mencapai 5,03 persen. Sedangkan kinerja IHSG terendah terjadi pada 2019 dengan turun 1,75 persen.

Adapun kinerja negatif IHSG terjadi pada Ramadan 2015 dan 2019. Hal itu disebabkan perlambatan ekonomi masing-masing 4,79 persen dan 4,97 persen. Sedangkan pada 2020-2021 karena COVID-19 yang menekan pertumbuhan ekonomi masing-masing minus 2,1 persen dan 3,7 persen.

Di tengah kinerja IHSG sepanjang Ramadan, emiten kapitalisasi pasar besar lebih unggul dibandingkan IHSG dengan downside yang lebih minim sepanjang Ramadan 2019-2023.

Pada momen Ramadan 2024, pemulihan saham terus terjadi sejak 2022 hingga kini. Adapun pemerintah memberikan beragam bantuan sosial (bansos) pada 2024 diharapkan mendorong aktivitas konsumsi masyarakat akan jadi katalis. Apalagi anggaran bansos 2024 naik menjadi Rp 493,5 triliun. Bansos itu antara lain BLT El Nino, Bansos Beras, Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Program Non Tunai (BPNT), dan Program Indonesia Pintar (PIP).

“Berdasarkan jumlah penerima, jaminan kesehatan nasional (JKN), bansos beras dan BPNT serta Program Indonesia Pintar jadi prioritas,”

Di sisi lain, pada momen Ramadan, pakaian menjadi barang yang paling banyak dibeli konsumen yang mencapai 81 persen, disusul peralatan rumah tangga sebesar 64 persen, alas kaki sebesar 41 persen, produk kecantikan sebesar 30 persen dan elektronik sebesar 20 persen.

Peluang Investasi

20170210- IHSG Ditutup Stagnan- Bursa Efek Indonesia-Jakarta- Angga Yuniar
Pengunjung melintasi layar pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (10/2). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Dengan melihat hal itu, Syailendra Capital melihat peluang investasi pada reksa dana indeks berbasis saham yakni Syailendra MSCI Indonesia Value Index Fund (SMSCI).

Adapun SMI fokus investasi ke emiten bluechip dengan pendekatan value investing yakni low price earning (P/E), low P/B, dan high dividen yield.”Jika menggunakan harga acuan per 13 Maret 2024, emiten di sektor perbankan dan consumer cylical (otomotif) memiliki indikasi dividend yield sebesar masing-masing 4,84 persen dan 8,20 persen,” tulis Syailendra.

Lalu mengapa SMSCI?

Syailendra menyebutkan, terdapat dua sektor di SMSCI yang bobotnya melebihi IHSG yakni sektor infrastruktur terutama telekomunikasi dan sektor consumer baik siklikal dan non siklikal.

“Kinerja SMSCI secara konsisten menggungguli IHSG dan MSCI. Tracking error juga dijaga <2 persen. Selain itu, pembobotan tiap saham dalam SMSCI ditetapkan minimal 80% dan maksimal 120% dari pembobotan MSCI Value Index,”

Iran Serang Israel, Bagaimana Dampaknya ke IHSG?

Akhir Pekan IHSG Ditutup Menguat
Karyawan mengamati pergerakan harga saham di Profindo Sekuritas, Jakarta, Jumat (22/9/2023). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya diberitakan, Iran telah luncurkan serangan ke Israel, sebagai reaksi balasan karena telah menyerang Kedutaan Besar Iran di ibu kota Suriah, Damaskus. Akibat serangan tersebut, bagaimana dampaknya pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)? 

Ekonom Eisenhower Fellowships Indonesia, Bambang S. Brodjonegoro menjelaskan sentimen utama bagi pergerakan IHSG saat ini adalah tingkat suku bunga yang tinggi oleh The Fed.

“Kita lihat IHSG sebelum ramai Iran Israel, masalah utamanya adalah tingkat suku bunga tinggi yang lebih berpengaruh pada IHSG. Jika ada keputusan The Fed yang tidak sesuai market, maka terjadi capital outflow. Di Indonesia instrumennya ada dua  yaitu SBN maupun saham,” kata Bambang dalam webinar Ngobrol Seru Dampak Konflik Iran-Israel ke Ekonomi RI, Eisenhower Fellowships Indonesia Alumni Chapter, Senin (15/4/2024).

Bambang menjelaskan pemegang saham di IHSG dari asing terbagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok jangka panjang dan jangka pendek atau hit and run. Menurutnya, dalam kondisi seperti saat ini, kelompok jangka pendek akan memindahkan aset mereka ke safe haven seperti Dolar AS atau Obligasi AS. 

“Saya lebih melihat akan ada tekanan IHSG tapi tekanan itu juga dibagi dengan dampak tingkat bunga yang tinggi. Jika dilihat sebab akibatnya Iran Israel bersitegang, maka Dolar AS dan treasury bond akan dicari terus, itu menyebabkan tekanan IHSG karena orang memilih Dolar AS,” jelasnya. 

Meskipun begitu, menurut Bambang, dengan banyaknya emiten besar yang membagikan dividen, diharapkan dapat meredam tekanan pada IHSG. 

 

 

 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya