Liputan6.com, Jakarta - Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi, mengatakan pasar saham domestik pada September 2024 menguat di tengah pemotongan suku bunga bank sentral di sejumlah negara.
"Sejalan dengan pergerakan pasar keuangan global yang didorong oleh sentimen positif akibat penurunan suku bunga acuan, pasar saham domestik di bulan September 2024 menguat, bahkan sempat mencatatkan rekor tertinggi di level 7.905 pada 19 September 2024," kata Inarno dalam konferensi pers RDKB September 2024, Selasa (1/10/2024).
Baca Juga
Sentimen positif tersebut ditunjukkan dengan laporan pada 1 September hingga 27 September 2024, indeks harga saham gabungan (IHSG) naik 0,34 persen month-to-date ke level 7.696 atau secara year-to-date menguat sebesar 5,83 persen.
Advertisement
Kemudian, nilai kapitalisasi pasar tercatat sebesar Rp12.875 triliun atau turun 1,82 persen month-to-date, tetapi secara year-to-date masih naik sebesar 10,37 persen.
Sementara itu non-resident mencatatkan aksi beli cukup besar mencapai Rp25 triliun month-to-date atau secara year-to-date net buy tercatat sebesar Rp52,75 triliun.
Di pasar obligasi sampai dengan 27 September 2024, indeks pasar obligasi Indeks obligasi komposit Indonesia (ICBI) menguat 1,28 persen month-to-date atau naik 5,74 persen year-to-date ke level 396,13, dengan yield SBN rata-rata turun 10,76 bips atau secara year-to-date turun 7,64 bips, dan non-resident mencatatkan net buy sebesar Rp20,82 triliun month-to-date secara year-to-date.
Adapun OJK mencatat, sampai dengan 26 September 2024 net buy sebesar Rp31 triliun. Untuk pasar obligasi, obligasi korporasi, investor non-resident mencatatkan aksi jual sebesar Rp0,11 triliun month-to-date dimana secara year-to-date tercatat net sell sebesar Rp2,42 triliun.
Disamping itu, untuk industri pengelolaan investasi, nilai asset under management atau AUM tercatat sebesar Rp853,5 triliun naik 1,44 persen month-to-date atau naik sebesar 3,5 persen year-to-date.
"Pada 26 September 2024 dan tercatat net subscription sebesar Rp1,31 triliun month-to-date meskipun secara year-to-date masih tercatatkan net redemption sebesar Rp9,8 triliun," pungkasnya.
Sentimen Ini Bakal Pengaruhi Kinerja Pasar Saham pada Semester Dua 2024
Sebelumnya, Head of Investment Solution Mirae Asset Sekuritas, Roger MM memaparkan beberapa sentimen yang perlu dicermati investor pada semester II 2024 yang dapat mempengaruhi kinerja pasar saham.
Sentimen pertama adalah sentimen pemotongan suku bunga The Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral Amerika Serikat. Roger menuturkan, pasar berekspektasi The Fed akan menurunkan suku bunga pada September.
"The Fed kemungkinan memangkas suku bunga pada September sebesar 25 basis poin (bps). Namun seiring adanya isu resesi, pelaku pasar optimis penurunan suku bisa mencapai 125 bps hingga akhir 2024,” kata Roger dalam acara Media Day Mirae Asset Sekuritas, Kamis (8/8/2024).
Sentimen selanjutnya adalah pemilu AS yang akan dilaksanakan pada November mendatang. Roger mengatakan saat ini Donald Trump masih unggul dalam polling, tetapi market sepertinya tidak terlalu menyukai Trump karena rekam jejaknya.
"Analis Paling concern pada kemenangan Trump adalah The Fed akan punya keterbatasan ruang gerak karena dikontrol Pemerintahan Trump. Trump juga arahnya bersitegang dengan China yang akan menurunkan nilai Dolar AS untuk bersaing di pasar ekspor,” ujar dia.
Selain itu, tekanan dari geopolitik juga masih menjadi sentimen pasar saham pada semester dua 2024. Sedangkan untuk sentimen dalam negeri, pasar masih menunggu pengumuman kabinet pemerintahan baru.
IHSG dan Sektor Pilihan
Adapun untuk IHSG, Mirae Asset Sekuritas memproyeksikan IHSG bisa mencapai level 7.585. Roger mengatakan proyeksi ini turun dari awal tahun yang semula 8.100. Hal ini karena ekspektasi penurunan suku bunga The Fed tidak tercapai pada awal 2024.
Sedangkan untuk sektor pilihan, Roger mengungkapkan investor dapat mencermati sektor perbankan, retail, dan saham berbasis consumer.
Advertisement
Penyebab Nilai Transaksi Saham Turun
Sebelumnya, Head of Investment Solution Mirae Asset Sekuritas, Roger MM mengungkapkan penyebab nilai transaksi saham di tanah air cenderung lesu, salah satunya adalah pasar modal Indonesia yang saat ini kurang volatile.
Menurut Roger, ada investor lebih suka dengan aset yang volatile, hal tersebut bisa ditemukan pada aset kripto karena volatilitasnya lebih besar dibandingkan dengan saham.
“Sebagian investor kita kan suka sama yang volatile. Nah di kripto itu harganya itu lebih volatile dibanding saham. Kemudian faktor yang mempengaruhi kripto tadi itu global. Harga kripto itu lebih menarik mungkin bagi spekulan, bagi trader itu di kripto,” kata Roger kepada wartawan usai acara Media Day Mirae Asset Sekuritas, Kamis (8/8/2024).
Roger menjelaskan di saham cakupan emiten lebih sempit, misalnya investor mau beli saham emiten semen, hanya sektor semen yang mempengaruhi naik turunnya. Sedangkan untuk aset kripto jumlah pemainnya lebih besar dan secara global.
Investor FOMO
Meskipun begitu, Roger menyebut masih banyak investor yang Fear of Missing Out (FOMO) dalam berinvestasi kripto sehingga tidak mengetahui risikonya.
“Kadang yang suka kebablasan itu kita gak kenal kripto, tiba-tiba ikut-ikutan FOMO, gak tau resikonya. Jadi gak dipelajari dulu, lebih baik berinvestasi yang udah dikenal,” jelasnya.
Selain itu penyebab lesunya transaksi di pasar saham menurut Roger adalah kebijakan Full Call Action (FCA) yang baru-baru ini diterapkan.
“Makanya mungkin sebagian perusahaan sekuritas berpikir kenapa transaksi kita menurun ya di bursa, ya itu tadi satu full call auction, yang udah diprotes oleh banyak pelaku pasar, dan bursa diminta review kembali untuk full call auction,” lanjutnya.
Meski dalam kondisi seperti ini, Roger menuturkan pasar saham masih menarik karena rilis laporan keuangan emiten untuk kuartal dua atau semester satu 2024. Selain itu adanya sentimen positif di depan mata seperti penurunan suku bunga The Fed membuat pasar saham masih menarik.
Advertisement