Investor Global Khawatir Inflasi Imbas Tarif Dagang Donald Trump

Tindakan Presiden AS Donald Trump baru-baru ini terkait tarif dagang telah menimbulkan ketidakpastian

oleh Agustina Melani diperbarui 10 Feb 2025, 07:00 WIB
Diterbitkan 10 Feb 2025, 07:00 WIB
Investor Global Khawatir Inflasi Imbas Tarif Dagang Donald Trump
Berita utama dari Amerika Serikat (AS) pekan lalu membuat investor gelisah mengenai ketidakpastian tarif perdagangan dan dampaknya terhadap anggaran federal AS. (AP Photo/Seth Wenig, file)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Berita utama dari Amerika Serikat (AS) pekan lalu membuat investor gelisah mengenai ketidakpastian tarif perdagangan dan dampaknya terhadap anggaran federal AS.

Sementara itu, tingkat imbal hasil surat berharga AS tetap tinggi secara historis dan pemerintahan AS bermaksud ingin menurunkannya. Namun, hal itu bukan dari kebijakan suku bunga bank sentral AS. Tindakan Presiden AS Donald Trump baru-baru ini terkait tarif telah menimbulkan ketidakpastian. Hal ini seiring tarif yang semula berlaku mulai 4 Februari 2025 ditunda menjadi 30 hari  seiring negosiasi antara Kanada dan Meksiko dengan AS.

Penundaan ini dilakukan dengan imbalan komitmen dari Kanada dan Meksiko untuk berkontribusi pada prioritas AS yakni imigrasi ilegal dan kontrol lebih ketat terhadap fentanil atau obat terlarang yang telah menjadi masalah selama bertahun-tahun yang biasa dibawa ke AS dari Meksiko dan Kanada..

"Selain itu, tarif akan tetap menjadi salah satu alat negosiasi bagi AS untuk memperjuangkan tujuan nasional mereka,” demikian mengutip dari riset Ashmore Asset Management Indonesia, ditulis Senin, (10/2/2025).

Berdasarkan perkiraan impor pada 2024, AS impor barang senilai USD 600 miliar dari Kanada, USD 400 milair dari Meksiko dan USD 500 milair dari China.

Jika tarif itu diterapkan sepenuhnya tanpa ruang negosiasi, hal ini dapat hasilkan sekitar USD 300 miliar dengan rincian USD 150 miliar dari Kanada, USD 100 miliar dari Meksiko dan USD 50 miliar dari China untuk pendapatan bagi AS. Hal ini dengan asumsi harga lebih tinggi tidak akan kurangi volume impor dan semua mitra dagang akan mematuhi tarif yang dikenakan.

 

 

Kekhawatiran Investor Global

Ilustrasi wall street (Photo by Robb Miller on Unsplash)
Ilustrasi wall street (Photo by Robb Miller on Unsplash)... Selengkapnya

Sebagai perbandingan dengan pendapatan pemerintah federal AS pada 2024 sebesar USD 4,92 triliun, pendapatan tarif tambahan ini diterjemahkan menjadi sekitar 6,1 persen tambahan untuk sepanjang tahun.

"Terlepas dari itu, investor global khawatir tentang tekanan inflasi yang timbul dari penerapan tarif dan telah beralih ke tempat berlindung aman sehingga menaikkan harga emas dan menjaga imbal hasil treasury AS tetap tinggi,” demikian seperti dikutip.

Pekan lalu, harga emas mencapai titik tertinggi sepanjang masa dan terus meningkat. Sedangkan imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun tetap berada di 4,43 persen, jauh di atas rata-rata obligasi 10 tahun sebesar 2,5 persen.

Selain pelarian ke aset yang aman ini, kekhawatiran atas defisit fiskal yang besar di AS juga terus memberikan tekanan ke atas pada imbal hasil. Menteri Keuangan AS Scott Bessent juga bermaksud mengurangi imbal hasil obligasi. Hal ini sejalan dengan rencana 3-3-3 nya di mana defisit ditargetkan turun menjadi 3 persen dari defisit produk domestik bruto (PDB) saat ini sebesar 6,4 persen.

"Ketika imbal hasil turun, tekanan ke atas pada imbal hasil obligasi global akan berkurang,” demikian seperti dikutip.

 

Peluang Investasi di Perusahaan dengan Fundamental Kuat

Terjebak di Zona Merah, IHSG Ditutup Naik 3,34 Poin
Pekerja melintasi layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEI, Jakarta, Rabu (16/5). Meski terjebak di zona merah, IHSG berhasil mengakhiri perdagangan di level 5.841. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Dari dalam negeri, sebagian saham blue chip menunjukkan pertumbuhan meski Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah. Hal ini seiring ada tren pergeseran investor mengincar saham blue chip.

"Melihat lima tahun terakhir, telah terjadi perbedaan valuasi yang semakin besar antara indeks saham utama Indonesia, dan ini menghadirkan peluang besar untuk berinvestasi pada perusahaan yang fundamental kuat karena mereka diperdagangkan pada valuasi yang secara historis murah,” demikian seperti dikutip.

Selain itu, imbal hasil obligasi Indonesia juga telah meningkat tetapi baru-baru ini mengalami tekanan ke bawah pada imbal hasil. Imbal hasil SRBI 12 bulan menjadi 6,57 persen berdasarkan lelang terbaru. Ashmore menilai, volatilitas tetap ada tetapi hadirkan peluang untuk investasi dengan harga murah.

"Secara keseluruhan kami melihat lingkungan saat ini sebagai peluang besar untuk tetap investasi sambil menikmati manfaat diversifikasi baik dalam saham dan obligasi,”

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya