Liputan6.com, Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) menilai tren rights issue pada tahun ini masih menghadapi tantangan seiring dengan lesunya pasar saham. Berdasarkan data BEI, saat ini terdapat enam rencana rights issue dalam pipeline yang tengah dipersiapkan.
Namun dari sisi penghimpunan dana dari aksi ini, mengalami penurunan. Total nilai penghimpunan dana melalui rights issue turun dari Rp 51,37 triliun pada 2023 menjadi Rp 34,41 triliun pada 2024.
Advertisement
Baca Juga
"Penurunan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain kebutuhan dana masing-masing perusahaan, kondisi pasar modal, serta dinamika perekonomian global dan domestik," ujar Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna kepada wartawan, Sabtu (1/3/2025).
Advertisement
Sebagian besar penghimpunan dana melalui right issue berasal dari sektor keuangan, yang mencerminkan dominasi industri ini dalam aktivitas pasar modal. Kendati demikian, sektor lain seperti infrastruktur dan manufaktur juga mulai menunjukkan ketertarikan terhadap skema pendanaan ini meskipun masih dalam skala yang lebih kecil.
BEI menegaskan keputusan perusahaan untuk melakukan rights issue umumnya didasarkan pada strategi permodalan yang mempertimbangkan kondisi pasar. Perusahaan yang memilih skema ini biasanya membutuhkan tambahan modal untuk ekspansi usaha, memperbaiki struktur keuangan, atau memenuhi persyaratan permodalan tertentu yang ditetapkan oleh regulator.
"Sebagai bentuk dukungan, BEI terus melakukan edukasi serta sosialisasi kepada Perusahaan Tercatat mengenai regulasi, manfaat, dan prospek rights issue. Kami ingin memastikan bahwa perusahaan memiliki pemahaman yang komprehensif tentang mekanisme dan potensi keuntungan dari aksi korporasi ini," imbuh Nyoman.
Gandeng Berbagai Pihak
Selain itu, BEI juga menggandeng berbagai pihak dalam penyelenggaraan acara yang membahas perkembangan serta prospek ekonomi Indonesia. Harapannya, upaya tersebut dapat meningkatkan keyakinan perusahaan tercatat terhadap prospek ekonomi nasional pada 2025.
"Dengan optimisme yang lebih tinggi, perusahaan akan lebih percaya diri dalam melakukan ekspansi dan meningkatkan investasi," kata Nyoman.
Lebih lanjut, BEI juga mendorong sinergi antara pelaku industri, investor, dan regulator untuk menciptakan lingkungan investasi yang lebih kondusif. Transparansi dan keterbukaan informasi menjadi faktor penting dalam menarik minat investor terhadap right issue, sehingga perusahaan diharapkan lebih aktif dalam memberikan pemaparan terkait strategi bisnis dan prospek ke depan.
Pipeline Rights Issue
Per 28 Februari 2025, telah terdapat 2 perusahaan tercatat yang telah menerbitkan rights issue dengan total nilai Rp 0,47 Triliun. Serta terdapat 6 perusahaan tercatat dalam pipeline rights issue BEI dengan rincian sektor sebagai berikut:
• 3 Perusahaan dari sektor basic materials
• 0 Perusahaan dari sektor consumer cyclicals
• 0 Perusahaan dari sektor consumer non-cyclicals
• 0 Perusahaan dari sektor energy
• 0 Perusahaan dari sektor financials
• 2 Perusahaan dari sektor healthcare
• 0 Perusahaan dari sektor industrials
• 0 Perusahaan dari sektor infrastructures
• 0 Perusahaan dari sektor properties & real estate
• 0 Perusahaan dari sektor technology
• 1 Perusahaan dari sektor transportation & logistic
Advertisement
Kinerja IHSG Sepekan
Sebelumnya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok signifikan pada perdagangan 24-28 Februari 2025. Koreksi IHSG didorong aksi jual investor asing dan nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dolar AS.
Mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI), ditulis Sabtu (1/3/2025), IHSG anjlok 7,83 persen ke posisi 6.270,59 pada pekan ini. Pekan lalu, IHSG turun 2,48 persen ke posisi 6.803. Kapitalisasi pasar bursa anjlok 7,68 persen menjadi Rp 10.880 triliun dari pekan Rp 11.786 triliun.
Analis PT MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana menuturkan, koreksi IHSG yang terjadi didorong tekanan aksi jual. Pada Jumat, 28 Februari 2025, aksi jual saham oleh investor asing mencapai Rp 8 triliun. Selain itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat masih tertekan. Dari sentimen global, kekhawatiran tarif dagang oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump juga bayangi IHSG).
“Meningkatnya kekhawatiran investor akan pemberlakuan tarif impor AS terhadap Kanada, Meksiko dan China,” ia menambahkan.
Herditya menuturkan, faktor lain yang menekan IHSG yakni rating MSCI Indonesia yang diturunkan dan investor juga cenderung wait and see peluncuran Danantara. “Rilis kinerja BBRI pada Januari 2025 yang cenderung melemah,” kata Herditya.
Sektor Saham
Sementara itu, rata-rata frekuensi transaksi harian terpangkas 4,52 persen menjadi 1,18 juta kali transaksi dari 1,23 juta kali transaksi pada pekan lalu.
Kenaikan tertinggi terjadi pada rata-rata volume transaksi harian bursa. Rata-rata volume transaksi harian bursa melonjak 21,62 persen menjadi 22,36 miliar saham dari 18,38 miliar saham. Selain itu, rata-rata nilai transaksi harian bursa bertambah 16,19 persen menjadi Rp 13,69 triliun dari Rp 11,78 triliun.
Selama sepekan, investor asing jual saham Rp 10,21 triliun. Aksi jual saham ini lebih besar dari pekan lalu sebesar Rp 1,16 triliun. Dengan demikian, sepanjang 2025, investor asing lepas saham Rp 21,90 triliun.
Selama sepekan, mayoritas sektor saham tertekan. Sektor saham basic materials pimpin koreksi dengan turun 12,63 persen. Sektor saham energi merosot 8,87 persen, sektor saham industri terpangkas 5,55 persen dan sektor saham consumer nonsiklikal melemah 7,58 persen.
Kemudian sektor saham consumer siklikal susut 5,89 persen, sektor saham perawatan kesehatan terpangkas 4,03 persen, sektor saham keuangan merosot 6,13 persen, sektor saham properti dan real estate terpangkas 5,19 persen.
Lalu sektor saham infrastruktur terperosok 8,52 persen dan sektor saham transportasi dan logistik susut 4,67 persen. Sedangkan sektor saham teknologi melambung 11,86 persen.
Advertisement
