Penjelasan Khofifah soal Pelaksanaan PSBB Surabaya dan Malang Raya

Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa menuturkan, kondisi PSBB Malang Raya berbeda dengan Surabaya.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 12 Jun 2020, 12:44 WIB
Diterbitkan 12 Jun 2020, 12:43 WIB
(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa (Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Liputan6.com, Surabaya - Gubernur Jawa Timur (Jatim) Khofifah Indar Parawansa menyatakan, Surabaya Raya sebetulnya belum saatnya melonggarkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menuju new normal.

Khofifah  menyampaikan hal itu saat dialog interaktif dengan salah satu stasiun televisi swasta nasional pasca penandatanganan komitmen bersama dengan forkopimda Jatim serta tiga kepala daerah (Surabaya, Sidoarjo, Gresik) pada Kamis, 11 Juni 2020.

Saat mengkonfirmasi masih tingginya kasus COVID-19 di Surabaya Raya, apakah Surabaya Raya terlalu tergesa-gesa mengakhiri PSBB, Khofifah menjawab, sebenarnya dirinya ingin mengajak semua untuk menyandingkan antara PSBB Surabaya Raya dan Malang Raya.

"PSBB Malang Raya setelah mengikuti enam hal yang harus terpenuhi jika kita mau masuk ke transisi pasca PSBB, item per item kita bahas bersama pakar epidemiologi dari berbagai daerah, misalnya dari Unibraw Malang. Kami juga mendapatkan pertimbangan dari FKM Unair. Semuanya kita dengarkan," ujar dia.

"Dan item per item kemudian kita lakukan telaah, sampailah keputusan bahwa misalnya PSBB Malang Raya bisa kita akhiri, kemudian kita bisa masuk ke transisi. Transisi tujuh hari pertama, lanjutan transisi tujuh hari kedua," ia menambahkan.

Khofifah melanjutkan, berbeda Malang Raya maka berbeda juga dengan Surabaya Raya. Pada 7 Juni malam, dan ketika 8 Juni, atau berakhir PSBB Surabaya Raya tahap ketiga, Pemprov Jatim mengundang perwakilan dari tiga daerah ini (Surabaya, Gresik, Sidoarjo).

"Saat itu kita juga meminta pakar epidemiologi dari FKM Unair yang dikomandani oleh dokter Windhu yang kembali menjelaskan bahwa ini belum saatnya, bahwa ini belum aman," tutur dia.

"Bahwa rate of transmissionnya mestinya di bawah 1 sampai dengan 14 hari, bahwa ini attack ratenyan waktu itu 94 bahkan hari ini masuk pada 105, kalau lihat dari aplikasi Bersatu Lawan COVID-19 (BLC). Itu artinya bahwa ini belum aman," ucap Khofifah.

Kemudian pada 8 Juni, lanjut Khofifah, ketika proses diskusi sebelum pengambilan keputusan, yang juga dihadiri Pangdam V Brawijaya, Kapolda Jatim dan Pangkoarmada II, serta bersama pakar epidemiologi yang menyampaikan data-data terakhir Surabaya Raya belum aman, maka harus bersabar.

"Jadi sebetulnya format-format seperti ini kita sampaikan, bahwa kalau ini dilonggarkan maka akan ada kekhawatiran kemudian ada euforia dan seterusnya sehingga kemudian ada terjadi penyebaran yang menjadi tidak terkendali," ujarnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Harus Ada Antisipasi

(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa (Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Khofifah mengatakan, kekhawatiran terjadi penyebaran yang menjadi tidak terkendali itulah yang seharusnya diantisipasi, karena kalau melihat data di BLC,  berdasarkan data pada Kamis, 11 Juni 2020, layanan kesehatan di Surabaya, Gresik dan Sidoarjo, itu masuk dalam kategori belum cukup.

"Oleh karena itu, hal-hal yang mungkin kita harus lakukan komunikasi ulang adalah ini rumah sakit yang ada 20, rumah sakit rujukan di Surabaya, kondisinya sudah overload," ucapnya.

"Mereka sudah melakukan ekspensifikasi sedemikian rupa tapi masih ada juga yang tidak bisa mendapatkan perawatan di ruang-ruang isolasi," ujar Khofifah.

Khofifah menegaskan, tetapi sudah diputuskan, ada Perwali, Perbup Gresik dan Sidoarjo pada Kamis, 11 Juni 2020. "Tapi kita juga bisa melihat fakta lain bahwa rumah sakit ini sudah sebagian besar overload, sampailah kami membuat rumah sakit darurat di Surabaya ini," ucapnya. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya